Opini

Valentine’s Day dan Pendidikan Karakter Anak Muda

185
×

Valentine’s Day dan Pendidikan Karakter Anak Muda

Sebarkan artikel ini
Valentine’s Day yang dirayakan kalangan muda setiap 14 Februari masih memicu pro kontra.
Ilustrasi Valentine’s Day untuk pendidikan karakter.

Guru berperan penting dalam membimbing siswa agar memahami bahwa cinta dan kasih sayang bukan hanya soal hubungan pribadi, tetapi juga soal membangun dunia yang lebih baik bagi setiap insani.

Oleh Liset Ayuni, guru dan aktivis Nasyiatul Aisyiyah.

Tagar.co – Valentine’s Day yang dirayakan kalangan muda setiap 14 Februari masih memicu pro kontra.

Hari kasih sayang itu oleh sebagian anak muda dipraktikkan sebagai ekspresi romantis terhadap pacar. Bahkan ada yang menjerumus dalam seks bebas.

Di kalangan pedagang menjadi momen komersial untuk mendapat untung dengan menjual pernik Valenstine’s Day seperti bunga, kue, cincin, kalung, buket.

Perilaku pedagang ini malah menjadi ajang promosi hari kasih sayang itu kian populer. Padahal di kalangan aktivis muslim ingin perayaan itu disingkirkan.

Alasannya, perayaan yang tak memiliki akar sejarah, budaya, kedekatan psikologis dan spiritual. Saint Valentine adalah pendeta yang martir melawan persekusi rezim Romawi yang kematiannya kemudian diperingati oleh Gereja Katolik.

Di tengah isu efisiensi anggaran oleh pemerintah, saya melihat Valentine’s Day sebagai kesempatan untuk meresapi pentingnya pendidikan karakter yang berlandaskan kasih sayang dan empati, nilai-nilai yang dapat membentuk generasi yang lebih peduli, inklusif, dan berbudi pekerti luhur.

Baca Juga:  62 Persen Siswa Smamdela Lolos PTN lewat SNBP 2025: Hasil Inovasi Pendidikan

Valentine’s Day memiliki sejarah yang kontroversial. Namun seiring berjalannya waktu, hari ini lebih dikenal sebagai perayaan kasih sayang yang tak terbatas pada hubungan romantis saja, melainkan hubungan sosial lebih luas.

Kasih sayang, toleransi, dan empati adalah nilai-nilai yang dapat membangun masyarakat yang lebih harmonis, terutama di kalangan generasi muda.

Terkait dengan pembatasan anggaran, banyak pihak yang berharap pemerintah dapat melakukan efisiensi dalam penggunaan anggaran pendidikan tanpa mengurangi kualitas pendidikan.

Dalam hal ini, pendidikan karakter yang mengutamakan nilai-nilai seperti kasih sayang dan empati harus tetap menjadi bagian integral dalam kurikulum. Walaupun anggaran terbatas, kita bisa tetap menanamkan nilai-nilai ini dengan pendekatan yang kreatif. Tidak selalu membutuhkan biaya besar.

Valentine’s Day meski sering dikaitkan dengan komersialisasi, tetap bisa menjadi momen untuk mengajarkan siswa tentang kasih sayang yang sehat.

Bagi saya, ini adalah kesempatan untuk menanamkan nilai empati, menghargai sesama, serta menciptakan ruang inklusif di dalam kelas, tanpa perlu terjebak dalam perilaku konsumtif.

Baca Juga:  Project Based Learning Smamdela Integrasikan Lima Pelajaran

Kasih sayang tidak harus diwujudkan melalui hadiah mahal atau acara besar, tetapi melalui tindakan sederhana yang menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap orang lain.

Kita juga harus mengembangkan karakter siswa dalam aspek sikap yang santun, disiplin, dan beretika. Ini terlihat dalam tindakan sehari-hari, seperti saat siswa telat sekolah, alasan “kesiangan” tidak lagi dianggap sepele atau meremehkan, melainkan menjadi refleksi dari rasa tanggung jawab.

Begitu pula, dalam perilaku berbicara, seperti mengejek nama orang tua teman atau menggunakan kata-kata kasar seperti anjay, anjir, dan kalimat-kalimat mengumpat lainnya, harus dipahami sebagai perilaku yang tidak pantas.

Hal ini menunjukkan pentingnya membentuk sikap siswa yang memahami bahwa etika berbicara dan bertindak dengan santun adalah bagian dari pendidikan karakter yang harus diajarkan sejak dini.

Sebagai guru, saya yakin pendidikan karakter harus menjadi fokus utama dalam membentuk generasi masa depan yang tidak hanya cerdas dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga bijak dalam hubungan sosial dan emosional.

Di tengah tantangan efisiensi anggaran, penting untuk menyadari bahwa nilai-nilai yang membangun karakter bangsa justru bisa ditegakkan dengan cara-cara yang lebih sederhana, namun tetap berdampak besar.

Baca Juga:  Jangan Berlebihan, Cinta dan Politik Itu Fana

Pendidikan karakter berbasis kasih sayang dan empati harus dipahami sebagai investasi yang lebih jangka panjang, yang akan menciptakan generasi muda yang lebih peduli, toleran, dan menghargai perbedaan.

Guru berperan penting dalam membimbing siswa agar memahami bahwa cinta dan kasih sayang bukan hanya soal hubungan pribadi, tetapi juga soal membangun dunia yang lebih baik bagi setiap insani. (#)

Penyunting Sugeng Purwanto