Beragam kalangan duduk bersama untuk belajar autisme. Mereka belajar bersama narasumber dengan beragam latar belakang dalam UMM Autism Summit 2024.
Tagar.co – 600 peserta dari berbagai kalangan duduk memenuhi Theater Dome Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Ada orang tua dari anak berkebutuhan khusus (ABK), guru sekolah inklusi, akademisi, praktisi, psikolog, dokter, dan terapis.
Di hadapan mereka, banner bernuansa ungu dan dua layar proyektor terbentang. Terpampang jelas tulisan UMM Autism Summit 2024 yang menunjukkan acara penting pagi itu tengah berlangsung. Tepatnya di kampus dengan alamat Jalan Raya Tlogomas No. 246 Malang, Jawa Timur.
Sambutan Dekan Fakultas Psikologi UMM Dr. Siti Suminarti Fasikha, M.Si., Psikolog mengawali UMM Autism Summit (UAS) 2024 yang berlangsung selama tiga hari, Kamis-Sabtu (3-5/10/2024). Wanita yang akrab disapa Suminarti itu mengungkap tujuan penyelenggaraan UAS 2024.
“Untuk menggugah kesadaran, memfasilitasi kolaborasi, mendorong aksi nyata, serta meningkatkan aksesibilitas layanan pendidikan dan dukungan bagi individu dengan autisme atau berkebutuhan khusus lainnya,” ujarnya.
Baca juga: Kekerasan Meningkat, Perlunya Fikih Perlindungan Anak
Suminarti yang juga Penanggung Jawab acara ini mengungkapkan, agenda tersebut dihadiri sekitar 600 peserta dari berbagai kalangan. Narasumbernya juga dari berbagai kalangan. “Seperti dokter, psikolog, terapis, akademisi, peneliti, dan pakar lain yang concern pada autisme dan individu berkebutuhan khusus,” ungkapnya.
Perempuan berkerudung cokelat selaras dengan rok batik cokelatnya itu menekankan, ini sudah tahun ketiga UMM mengadakan konferensi internasional. “Biasanya ada International Conference of Applied Psychology on Humanity (ICAP on Humanity, ICAP-H). Pada 2024 kita mengemas berbeda,” kata Suminarti.
Pihaknya kini ingin mengemas dengan rangkaian kegiatan yang disebut UMM Autism Summit untuk Indonesia. Adapun rangkaian acaranya selama tiga hari terdiri dari seminar internasional atau ICAP-H, talent show, talkshow, workshop tematik, expo therapy center, dan bazar.
Antar ABK Jadi Hebat
Selanjutnya, giliran Wakil Rektor I Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Teknologi Digital Prof. Akhsanul In’am, Ph.D berbicara. Sebelum membuka acara pagi itu secara resmi, ia menyapa tamu undangan yang hadir.
Tamu undangan ada yang dari Dinas Sosial Kota Malang, Dinas Pendidikan Kota Malang, dan Sekretaris Jenderal PB IDI Dr. Ulul Albab, Sp.OG. hadir pula Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Timur Dra. Rukmini Amar, M.A.P. dan Wakil Ketua PWA Jatim Dra. Siti Asmah, M.Pd.
Baca juga: Pentingnya Membentuk Relawan Sosial, Lima Perannya
Ia menyadari fenomena dan pembahasan autisme sudah ada sejak dahulu kala. “Tapi bagaimana ke depan kita ikut terlibat dan mengantarkan mereka itulah sekarang kita libatkan beberapa pakar,” ujar In’am, sapaan akrabnya.
In’am lalu mengenang para ilmuwan yang berkebutuhan khusus. “Isaac Newton terkenal dengan penemuannya juga termasuk autis. Albert Einstein dan Bill Gates juga autism. Mereka yang hebat dan terkenal memiliki kelebihan juga berkebutuhan khusus,” katanya.
Ironinya, In’am menyebutkan, yang hebat juga autisme tapi yang autisme belum tentu semua hebat. Dari fenomena ini dia mengajak peserta berpikir, apa yang harus mereka lakukan dalam mengawal ABK menjadi orang hebat.
“Saya yakin pasti bisa! Saya yakin tiga hari ini kita bisa membedah bagaimana kita mengantar mereka anak dengan berkebutuhan khusus bisa menjadi orang hebat!” tegasnya.
Upaya Preventif
In’am kemudian menyarankan perlunya menyoroti upaya preventif. Ada tiga saran yang ia ungkapkan.
Pertama, mulai dari mencari menantu atau pasangan sesuai adat Jawa. Yakni melihat bibit, bebet dan bobot.
Menurutnya, bibit ini penting sekali. “Jangan nikah dengan mereka yang ‘turun telu’. Turun telu itu menikah dengan sesama canggah. Anak, cucu, buyut, canggah,” terangnya.
Memang secara Islam tidak masalah. Tapi, sambung In’am, orang Jawa ketika membuat aturan itu berdasarkan pengamatan. Di samping itu, pengamatan tersebut sesuai hasil studi, ketika gen resesif bertemu gen resesif, maka kemungkinan anaknya ABK.
Akhirnya ia berharap, “Semoga tiga hari ini bisa memberi manfaat. Khoirunnas anfa’uhum linnas. Mudah-mudahan keberadaan kita bisa memberikan sumbangsih.”
Pembukaan acara ini secara simbolik ditandai dengan pemukulan gong.
Libatkan IDI
Sekjend IDI Dr. Ulul Albab, Sp.OG. menyatakan ketakjubannya. “Baru kali ini kami dari IDI dilibatkan dalam acara internasional terkait autism,” ujarnya.
“Autism bukan penyakit maka tidak bisa diobati. Prevalensinya meningkat. Pada tahun 2024 kejadiannya 1:59. Hampir sebagian besar penderita laki-laki, 1:50. Adapun penderita perempuan hanya 1:37,” urainya.
Ia menyadari, kesimpangsiuran informasi kini mendorong mereka berpikir dan berupaya apa yang bisa mereka lakukan. “Autisme ini ada yang bilang dari faktor lingkungan, genetik, dan proses vaksinasi walau akhirnya dibantah karena tidak ada kaitannya,” jelas pria berkacamata ini.
Baca juga: Muhammadiyah Organisasi Nonprofit Terkaya di Dunia
Ia juga menegaskan, pihaknya mendukung acara ini. “Kami mengusulkan, kita coba bicara komprehensif sesuai tema, bagaimana kita memprediksi, mencegah, menerapi, dan merehabilitas,” sambungnya.
Ia juga mengungkap, nantinya juga ada sesi diskusi, apakah autis bisa dideteksi sejak dalam kandungan. Karena terkait kelainan genetik katanya bisa diprediksi. “Autis lebih mudah diterapi. Autis baru diketahui saat anak berusia 11-12 bulan. Kita siapkan proses kelahiran, berikan terapi terbaik untuk mereka,” tuturnya.
Para dokter dari IDI memang mengisi empat kelas di hari pertama UAS 2024 ini. Mengenal Faktor Risiko Prenatal pada Gangguan Spektrum Autisme (ASD) dijelaskan dr. Sadina Pramuktini, Sp. OG(K)FM. Mengurangi Risiko
Gangguan Spektrum Autisme: Strategi Pencegahan melalui Vitamin Prenatal, Kesehatan Ibu, dan Penyesuaian Lingkungan dijelaskan dr. Sadina Pramuktini, Sp. OG(K)FM.
Komorbiditas Neurologis pada ASD diterangkan dr. Pukovisa Prawiroharjo, SpN (K) SubspNGD, PhD. Selain itu, Terapi EEG dan Neurofeedback dalam Gangguan Spektrum Autisme dipaparkan dr. Pukovisa Prawiroharjo, SpN (K) SubspNGD, PhD.
Ulul Albab menegaskan, autis bisa diderita siapa saja. “Tidak pandang bulu. Anak dokter juga bisa kena,” ungkapnya.
Ia berharap, tahun depan IDI kembali diikutkan dalam ajang serupa agar bisa memberikan terbaik untuk anak Indonesia. “Yakinlah setiap usaha ada hasilnya dan yang kita usahakan semaksimal mungkin itu yang terbaik untuk anak dan negara,” tutupnya. (#)
Jurnalis Sayyidah Nuriyah Penyunting Mohammad Nurfatoni