Sejarah

Tokoh Budi Utomo dan Muhammadiyah

501
×

Tokoh Budi Utomo dan Muhammadiyah

Sebarkan artikel ini
Tokoh Budi Utomo dekat dengan KH Ahmad Dahlan. Bahkan membantu menguruskan izin pendirian Persyarikatan Muhammadiyah.
Dokter Wahidin Sudiro Husodo, duduk depan tengah, dan pengurus Budi Utomo.

Tokoh Budi Utomo dekat dengan KH Ahmad Dahlan. Bahkan membantu menguruskan izin pendirian Persyarikatan Muhammadiyah.

Tagar.co – Tahun 1907, Dokter Wahidin Sudiro Husodo dari Yogyakarta mengunjungi almamaternya School tot Opleiding voor Indische Artsen (STOVIA) di Batavia.

Dia bertemu dengan para juniornya di sekolah kedokteran Hindia Belanda itu. Tokoh mahasiswa yang populer di kampus itu adalah Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo.

Lantas Wahidin menyampaikan gagasan pentingnya pendidikan bagi rakyat jelata kepada para mahasiswa. Dia mengenalkan dana pelajar (studiefond) untuk membiaya anak-anak cerdas yang miskin untuk bersekolah.

Sutomo menyambut gagasan itu lalu mendiskusikan dengan teman-temannya di sela rehat kuliah. Kemudian mahasiswa ini mendirikan organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908.

Dari Batavia, organisasi ini mendapat sambutan besar dari kalangan priyayi Jawa Tengah, Yogya, dan Jawa Timur. Mulai para pangeran hingga bupati dan tokoh pergerakan seperti Suwardi Suryaningrat, Tjipto Mangunkusumo, dan Bupati Karanganyar Raden Adipati Tirtokoesoemo.

Lima bulan kemudian diadakan kongres pertama Budi Utomo di Yogyakarta. Digelar di Gedung Kweekschool, Jetis, Yogyakarta pada 3-5 Oktober 1908. 

Dalam kongres itu pengurus pertama terdiri mahasiswa STOVIA menyerahkan kepada para senior untuk memimpin. Sebab mereka masih harus kuliah selama tiga tahun untuk lulus.

Anggota sepakat memilih Bupati Karanganyar Raden Adipati Tirtokoesoemo sebagai ketua dan Wahidin Sudiro Husodo menjadi wakil ketua. Kedudukan organisasi berpusat di Yogyakarta.

Setelah kongres, Budi Utomo berdiri enam cabang di luar Batavia. Yaitu Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan Ponorogo. Anggotanya pada setahun kemudian mencapai 10.000 orang.

Kiai dari Kauman

Di Yogyakarta anggota Budi Utomo golongan terpelajar. Seperti guru sekolah menengah gouverment Belanda, misalnya Kweekschool, Normaal School, Opleiding school OSVIA dan H.K. School.

Tokoh Budi Utomo Yogya di antaranya R. Budiharjo, R. Dwijosewoyo, R. Ngabei Sosrosugondo, Pangeran Notodirejo Pakualaman, R.M. Gondoatmojo. Mereka menjabat sebagai Hoofd Bestuur Budi Utomo Yogyakarta.

Seorang kiai dari Kauman Yogyakarta, KH Ahmad Dahlan, mendengar organisasi ini. Dia yang menjabat khatib amin di Hoofd Penghulu Kraton Yogyakarta tertarik dengan organisasi ini.

Kiai ini berpandangan dan pergaulannya luas. Pernah nyantri kepada ulama Mekkah sampai tahun 1890. Menjadi imam Masjid Gede Kraton. Kenal dengan Ahmad Surkati pemimpin Jamiatul Khoir. Dia juga mempunyai sejumlah santri di pesantren kecil di langgar depan rumahnya.

Kiai Dahlan lantas berkenalan dengan Mas Joyosumarto, orang dekat Wahidin Sudiro Husodo yang kerabat orang Kauman.

Dari perkenalan itu Kiai Ahmad Dahlan diundang hadir hari Sabtu malam dalam rapat

pengurus. Pertemuan bertempat di rumah ketua dr Sudiro Husodo di Ketandan Yogyakarta.

Baca Juga:  Majalah Al-Munir dalam Mata Rantai Dakwah Global: Menguatkan Ahmad Dahlan, Menginspirasi Hamka

Setelah dua tiga kali Kiai Dahlan menghadiri rapat pengurus dan berkenalan dengan tokoh Budi Utomo sepakat dengan tujuan organisasi yang mencerdaskan rakyat. Kiai Dahlan lalu masuk menjadi anggota.

Di sini Kiai Dahlan belajar berorganisasi. Di setiap rapat pengurus Kiai Dahlan diminta ceramah dan doa. Maka disampaikan pengajian Islam secara akliyah, ilmiah, dan naqliyah. Anggota Budi Utomo tertarik dengan model pengajian ini.

Mengajar Kweekschool

Kiai Syoedja’ dalam bukunya Cerita tentang Kiyai Haji Ahmad Dahlan Catatan Haji Muhammad Syoedja’ menuturkan, di suatu waktu Kiai Dahlan bertanya kepada tokoh Budi Utomo, apakah penjelasan agama yang dia sampaikan itu bisa diberikan untuk siswa di Kweekschool Jetis.

”Adakah para guru sependapat andaikata penerangan Islam seperti ini diberikan kepada para siswa Kweekschool di Jetis Yogyakarta?”

Para guru mengatakan itu urusan mudah. Sebab sekolah pemerintah memboleh pelajaran agama kalau siswa membutuhkannya. Murid bebas memilih ikut pelajaran agama atau tidak.

Usulan itu disampaikan kepada Hoofd Inspectuur (Kepala Sekolah) Kweekschool Jetis Yogyakarta. Ternyata mendapat izin. Sejak itu Kiai Dahlan mengajar agama di sekolah itu.

Berpengalaman mengajar di sekolah pemerintah dan sekolah Jamiatul Khoir di Jetis, Kiai Dahlan lalu membuka Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah di rumahnya pada 1 Desember 1911.

Dia memberi pengajaran pengetahuan umum dan ilmu Islam. Supaya muridnya menjadi anak yang luas pengetahuan dan kuat iman agamanya.

Muridnya anak-anak kampung Kauman yang tak bisa sekolah karena miskin dan rakyat jelata. Anak-anak kampung ini hanya mengaji di langgar.

Sekolah itu menempati ruang tamu selebar 2,5 x 6 meter. Pakai tiga bangku kayu. Kayu itu bekas peti kain impor. Ada satu papan tulis dari kayu suren.

Awal hanya sembilan murid yang diajar. Itu pun anak-anak saudaranya. Satu meja diisi tiga anak. Pada bulan keenam jumlah muridnya sudah mencapai 20 anak. Bertambah lagi jadi 62 anak. Gurunya dia sendiri.

Pada bulan ketujuh mendapat bantuan guru dari Budi Utomo. Guru-guru ini tamatan Kweekschool yang belum menerima pengangkatan dari pemerintah. Mengajar sebulan atau satu setengah bulan. Paling lama dua bulan.

Madrasah yang memakai bangku dan memasukkan ilmu pengetahuan umum akhirnya dimasalahkan oleh sejumlah ulama. Madrasah ini dituduh mengajarkan ilmu Barat.

Apalagi ketika ada pelajaran seni musik sol la si do re mi fa sol. Dianggap ini musik kafir. Sebab umat Islam akrab dengan rebana, Barzanji, dan Diba’.

Anggota Budi Utomo

Suatu Kiai Ahmad Dahlan mendapat saran supaya sekolah ini dikelola oleh organisasi seperti Budi Utomo supaya bertahan walaupun pendirinya wafat.

Kiai Dahlan pun ingin mendirikan organisasi untuk madrasahnya. Lalu dia sampaikan kepada santri-santrinya yang tak paham organisasi atau dulu disebut perkumpulan.

Baca Juga:  Sekolah Kiai Dahlan Bikin Heboh

Kamu sanggup ikut duduk dalam pengurus perkumpulan itu?” tanya Kiai Dahlan.

Santri menjawab,”Insyaallah.”

Kemudian Kiai Dahlan meminta tolong tokoh Budi Utomo, Mas Budiharjo dan Raden Dwijosewoyo, untuk membantu mendirikan organisasi.

Dua orang itu memberi informasi syarat mendirikan organisasi

  1. Murid Kweekschool tidak dapat ikut duduk dalam perkumpulan karena dilarang oleh Hoofd Inspectuur.
  1. Calon pengurus supaya diambil dari orang-orang dewasa jangan terlalu muda.
  2. Nama perkumpulan apa.
  3. Maksud dan tujuan apa.
  4. Tempatnya di Yogyakarta

Dua tokoh Budi Utomo itu bersedia membantunya. Tapi untuk memudahkan Kiai Dahlan membentuk perkumpulan Budi Utomo di Kauman.

Maka santri Kauman dikumpulkan. Dijelaskan syarat nomor 2 yaitu siapa saja calon pengurusnya.

Soal nama organisasi, Kiai Dahlan sudah punya yaitu Muhammadiyah. Nisbah dari nama Nabi Muhammad Saw.

Lantas dipilihlah tujuh santri mendampingi Kiai Dahlan menjadi anggota Budi Utomo Kauman. Yaitu R. Syarkawi, Abdulgani, M. Syoedja’, M. Hisyam, M. Fakhrudin, dan M. Tamim.

Tujuh orang itu mengajukan surat permintaan menjadi anggota kepada HB Budi Utomo untuk menjadi anggota biasa dengan membayar iuran tiap bulan 0,25 gulden per orang. Tak lama kemudian mereka menerima kartu tanda anggota.

Salah Paham

Setelah resmi berdiri Budi Utomo Kauman mengajukan permohonan kepada Hoofd Bestuur Budi Utomo untuk mengusahakan permohonan izin (recht persoon) kepada Pemerintah Hindia Belanda berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah.

Surat itu sampai di tangan Gubernur Jenderal. Lalu dikirim kepada Residen Yogyakarta. Waktu itu istilah ketua persyarikatan menggunakan kata president.

Setelah menerima surat, Residen Yogyakarta minta advis Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Melalui Rykbestuur der Yogyakarta (Pepatih Dalem Sri Sultan).

Karena mengenai urusan Ormas Islam, maka dari Rykbestuur der Yogyakarta diteruskan kepada Hoofd Panghulu H.M. Khalil Kamaludiningrat untuk dibicarakan dalam sidang Raad Agama Hukum Dalem Sri Sultan guna memberi advis.

Hoofd Panghulu Khalil ini punya perselisihan dengan Kiai Ahmad Dahlan 12 tahun lalu tentang kiblat masjid. Sampai-sampai Langgar Kidul Kiai Dahlan dirobohkan.

Dia mengira kata president yang tertulis dalam surat permohonan mendirikan persyarikatan Muhammadiyah sama dengan resident.

Kiai Khalil mengadakan sidang sore itu pukul 4.30 di Pendapa Pengulon. Wajahnya bersungut sambil memegang surat itu. Setelah duduk, tanpa basa basi menerangkan tujuan rapat kilat Raad Agama Hukum Dalem itu, dia berkata dengan nada marah.

Para anggota rapat diam tak berani membantah. Lalu Kiai Khalil berkata,Bagaimana saudara-saudara, apakah surat permohonan ini disetujui atau tidak? Kalau disetujui siapa yang mau menyetujui?”

Baca Juga:  Majalah Al-Munir dalam Mata Rantai Dakwah Global: Menguatkan Ahmad Dahlan, Menginspirasi Hamka

Tidak ada satupun yang menjawab. ”Kalau tidak ada satupun yang menjawab setuju, maka kami tetapkan Raad Agama Hukum Dalem tidak setuju. Bagaimana?”

Semua anggota rapat mengatakan,”Terserah mawon, kita mengikut.”

Surat permohonan pendirian Muhammadiyah itu dikirim kembali kepada Rykbestuur der Yogyakarta dengan diberi keputusan oleh Raad Agama Hukum Dalam, tidak disetujui.

Ternyata diantara anggota Raad Agama Hukum Dalem ada yang namanya masuk menjadi anggota pimpinan Muhammadiyah.

Melihat Hoofd Panghulu bersungut marah itu, dia takut posisinya terancam. Setelah rapat dia segera membuat surat pengunduran diri dari pimpinan Muhammadiyah. Surat dikirimkan kepada Rykbestuur der Yogyakarta.

Dikabulkan

Rykbestuur menerima surat penolakan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah dan pengunduran diri anggotanya menjadi heran.

Lalu dipanggillah Hoofd Panghulu Kiai Khalil ke kantor Rykbestuur di Danurejan dimintai penjelasan alasan tidak setuju mengabulkan permohonan itu.

Kiai Khalil menjelaskan,”Haji Ahmad Dahlan seorang khatib, ia mohon jadi Resident perkumpulan Muhammadiyah yang nanti ia akan menguasai orang-orang Islam Muhammadiyah dan lantas orang-orang Kauman itu dikuasai olehnya. Lantas bagaimana nanti orang Kauman tidak menurut perintah kami dan perintahnya negeri.”

Rykbestuur tertawa. ”Ohh jadi Ki Panghulu itu belum mengerti artinya Resident dan President?” ujarnya.

”Kalau demikian, sekarang kami menjelaskan bedanya Resident dengan President. Resident itu kepala negara seperti Kanjeng Tuan Resident yang sekarang ada ini. Kalau President adalah kepala golongan, umpamanya President Landraad atau President perkumpulan Budi Utomo dan President Muhammadiyah. Cuma memerintah di lingkungannya sendiri-sendiri dengan menurut peraturan perkumpulan itu. Tidak akan menguasai orang yang ada di luar perkumpulan. Mengerti Ki Panghulu?”

Dijelaskan, Persyarikatan Muhammadiyah itu malah membantu pekerjaan Ki Panghulu dalam mengajarkan agama Islam dan pengetahuan lain kepada anak-anak santri di Kauman yang diharapkan menjadi orang baik.

”Apa Ki Panghulu sudah mengerti keterangan saya tadi?”

”Ya, sudah mengerti Kanjeng,” jawab Ki Panghulu.

”Ya syukur Ki Panghulu. Sekarang lantas bagaimana masih tetap tidak setuju atau dicabut?”

”Yah, saya cabut saja lantas diganti setuju.”

Maka surat persetujuan dibuat. Lalu diserahkan kepada Sri Sultan Hamengku Buwono VII, sesudah diparaf oleh Resident Yogyakarta.

Sri Sultan memberi izin berdirinya Perkumpulan Muhammadiyah hanya di Yogyakarta. Setelah izinkan Sri Sultan, surat permohonan dikirim kembali kepada gubernur jenderal di Batavia lewat Resident Yogyakarta.

Surat permohonan mendirikan Persyarikatan Muhammdiyah dikabulkan Pemerintah Hindia Belanda dengan besluit, recht persoon, tanggal 18 November 1912 Miladiyah, bertepatan dengan 8 Zulhijjah 1330 Hijriyah berkedudukan di Yogyakarta.

Surat izin dikirim kepada Persyarikatan Muhammadiyah melalui Hoofd Bestuur Budi Utomo Yogyakarta.

Penyunting Sugeng Purwanto