Soal toleransi beragama, Muhammadiyah sudah mempraktikkan kerukunan melalui kerja sama dengan berbagai komunitas beragama.
Tagar.co – Dalam Annual Meeting, Monitoring, dan Evaluation Eco Bhinneka Muhammadiyah yang berlangsung di Surabaya, M. Saad Ibrahim, menyoroti pentingnya memahami perbedaan dalam konteks agama sebagai wujud nyata dari toleransi.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tabligh, Dakwah Komunitas, Kepesantrenan, dan Pembinaan Haji-Umrah, itu menyatakan seluruh agama saat ini menghadapi tantangan besar, terutama dengan pesatnya perkembangan sains.
“Sekularisme di Barat telah mengubah cara pandang terhadap agama, bahkan ada yang menyatakan Tuhan telah mati,” ujarnya, di Surabaya, 12 Oktober 2024.
Baca juga: Muhammadiyah Kapal Besar, Eco Bhinneka Sekoci
Ia menambahkan bahwa kemajuan sains membawa kita pada keharusan untuk menghadapi perubahan ini, dan konsep ‘When Science Meets Religion’ oleh Ian G. Barbour bisa menjadi jembatan untuk dialog konstruktif antara sains dan agama.
Dalam paparannya, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur 2015-2022 itu menekankan pentingnya analisis kritis dalam mempelajari agama. “Kemajuan teknologi informasi memberikan masyarakat kesempatan lebih besar untuk memahami berbagai agama tanpa hambatan,” katanya.
Lebih dari sekadar toleransi, Muhammadiyah telah mempraktikkan kerukunan melalui kerja sama dengan berbagai komunitas beragama. “Kami sudah melampaui pembicaraan tentang toleransi; kami mempraktikkannya,” tegas Saad, sambil memberikan contoh bagaimana perguruan tinggi Muhammadiyah menghormati hak pendidikan mahasiswa non-Muslim.
Teologi Kasihan
Saad juga memperkenalkan konsep ‘Teologi Kasihan’. “Dengan menanamkan rasa kasihan terhadap perbedaan, kita bisa membangun empati dan keinginan untuk melindungi satu sama lain,” jelasnya.
Menutup pembicaraannya, Saad mengingatkan bahwa setiap agama mengajarkan kebaikan dan keselamatan dalam perspektif masing-masing. “Dengan pemahaman yang lebih baik dan komunikasi yang baik, kita bisa menciptakan masyarakat yang lebih harmonis,” pungkasnya, menekankan pentingnya akses informasi di era digital untuk memperkaya dialog antaragama. (#)
Jurnalis Dzikri Farah Adiba Penyunting Mohammad Nurfatoni