Feature

Telaah Sejarah, Prof. Jainuri: DPR Kini Lembaganya Ada tapi Gak Berfungsi 

281
×

Telaah Sejarah, Prof. Jainuri: DPR Kini Lembaganya Ada tapi Gak Berfungsi 

Sebarkan artikel ini
Telaah sejarah "Baldah Tayibah" di dunia Islam, Penasihat PWM Jatim Prof. Achmad Jainuri, M.A., Ph.D. membandingkan syuro di zaman Khulafaur Rasyidin dengan DPR di zaman kini. 
Penasihat PWM Jatim Prof. Achmad Jainuri, M.A., Ph.D. berbicara di panggung Dome Universitas Muhammadiyah Lamongan (Umla), Sabtu (8/3/2025). (Tagar.co/Sugiran)

Telaah sejarah “Baldah Tayibah” di dunia Islam, Penasihat PWM Jatim Prof. Achmad Jainuri, M.A., Ph.D. membandingkan syuro di zaman Khulafaur Rasyidin dengan DPR di zaman kini.

Tagar.co – Hari beranjak siang, giliran Penasihat PWM Jatim Prof. Achmad Jainuri, M.A., Ph.D. berbicara di panggung Dome Universitas Muhammadiyah Lamongan (Umla), Sabtu (8/3/2025).

Pada sesi diskusi panel pertama Kajian Ramadan 1446 PWM Jatim itu, Prof. Jainuri melanjutkan pembahasan pemateri sebelumnya, yakni Ketua PP Muhammadiyah Dr. M. Saad Ibrahim, M.A. Saad memaparkan landasan teologis Baldah Tayibah merujuk Q.S. Saba ayat 15.

Bagi Prof. Jainuri, potongan “Baldatun Tayibatun Warabun Gafur” populer pada masa kecilnya. “Saya di Lamongan ini selalu hadir pada kajian yang Muhammadiyah selenggarakan,” kenang Dosen UIN Sunan Ampel ini.

Ungkapan itu datang dari penceramah luar biasa seperti Majid Ilyas yang ketika ceramah masih dengan kawalan Angkatan Laut karena risiko ancaman yang datang pada beliau tahun 1950-1960an kala itu. Selain itu, juga dari Arif Suyoso dan Majid Hariyadi.

Pria berdarah Lamongan itu pun mengungkap tradisi baik masyarakat Lamongan. “Tradisi pengajian di Lamongan mulai pukul 24.00 WIB dan berakhir menjelang subuh,” ujarnya.

Telaah sejarah "Baldah Tayibah" di dunia Islam, Penasihat PWM Jatim Prof. Achmad Jainuri, M.A., Ph.D. membandingkan syuro di zaman Khulafaur Rasyidin dengan DPR di zaman kini. 
Penasihat PWM Jatim Prof. Achmad Jainuri, M.A., Ph.D. berbicara di panggung Dome Universitas Muhammadiyah Lamongan (Umla), Sabtu (8/3/2025). (Umla TV)

Indikator Keadilan

Ia kemudian mencermati elemen atau indikator Baldah Tayibah yang Saad Ibrahim dan Prof. Syafiq A. Mughni sampaikan. “Pertanyaannya, apakah semua indikator itu harus terpenuhi untuk wujudnya Baldatun Tayibatun Warabun Gafur?”

Baca Juga:  Sistem Registrasi Tertib Kajian Ramadan 1446 PWM Jatim di Umla

Pasalnya, Prof. Jainuri menilai, ada satu hal penting di antara kelimanya, yaitu indikator keadilan. “Di Yaman memang subur makmur. Indonesia memenuhi syarat itu. Kalau di daerah lain tidak terpenuhi itu,” ujarnya.

Persoalannya, lanjut Prof. Jainuri, bagaimana nilai dan konsep itu, beserta indikator yang tersebut tadi, kita lihat realitanya dalam sejarah umat Muslim.

Prof. Jainuri menyadari, hampir semua umat manusia memiliki keinginan sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang baik. “Kalau masyarakat Islam, sudah tentu rujukannya pada sumber pokok ajaran Islam,” tegasnya.

Di Yunani Kuno, kata dia, sudah ada pemikiran-pemikiran bahwa sebuah tatanan masyarakat baik itu penting. “Harus terwujud dalam institusi sosial bernama negara. Negara harus dikelola oleh pengelola yang memiliki sifat adil,” tambah Wakil Ketua Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini.

Kata Prof. Jainuri, dalam konsep di Yunani, yang memiliki sifat adil ini hanya filsuf.

Telaah sejarah "Baldah Tayibah" di dunia Islam, Penasihat PWM Jatim Prof. Achmad Jainuri, M.A., Ph.D. membandingkan syuro di zaman Khulafaur Rasyidin dengan DPR di zaman kini. 
Penasihat PWM Jatim Prof. Achmad Jainuri, M.A., Ph.D. berbicara di panggung Dome Universitas Muhammadiyah Lamongan (Umla), Sabtu (8/3/2025). (Tagar.co/Sugiran)

Pada Zaman Nabi

Bagaimana di dunia Islam? “Pada 622, saat Muhammad hijrah ke kota Yastrib-kini berubah jadi Madinatul Munawarah-Beliau mendirikan konsep negara kota Madinah,” terang Prof. Jainuri.

Lebih lanjut ia menerangkan, kota Madinah disebut negara karena sudah memiliki lima indikator tegaknya negara. Terdiri dari pemimpin, rakyat, kawasan, Undang-Undang Dasar (UUD), dan pengakuan.

Baca Juga:  Wisuda Itu Percobaan, Wisudawan Akan Diuji Langsung oleh Allah

“Pemimpin Nabi Muhammad itu sendiri. Nabi Muhammad di mata orang Barat itu nabi dan juga kepala negara,” terangnya.

Indikator kawasan berupa Madinah. Lalu ada rakyat yang terdiri kaum Muslimin Muhajirin Anshar, kaum kafir, Nasrani dan Yahudi.

Adapun Undang-Undang Dasarnya berupa Piagam Madinah. “Terdiri dari 47 pasal. Intinya, masalah keadilan itu prinsip! Selain itu, kebebasan, kemerdekaan, persamaan, pluralitas, dan toleransi,” paparnya.

Lima aspek ini, kata Prof. Jainuri, terbungkus dalam syura. “Syura dulu belum melembaga seperti DPR-MPR sekarang, tapi sudah berfungsi. Sekarang lembaganya ada, tapi gak berfungsi untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Mohon maaf,” ujarnya.

Terakhir, ada pengakuan dari negara atau masyarakat sekitar.

Pada masa Nabi, 622-632, apakah masuk pada Baldatun Tayibatun Warabun Gafur? “Dari sisi perangkat dan pelaksanaan memang iya, dari sisi kondisi alam Madinah itu tidak seperti Yaman, tandus,” ungkapnya.

Politik Islam

Kata Prof. Jainuri, inilah yang diturunkan kepada Khulafaur Rasyidin yang memerintah. Pada 632-634 ada Abu Bakar, Umar memerintah pada 634-644, Usman memerintah pada 644-656, sedangkan Ali memerintah pada 565-661.

Menariknya, lanjutnya, setelah Nabi wafat muncul elite. “Elite masuk lingkar pimpinan. Abu Bakar elite karena dia orang pertama masuk Islam dan diminta menggantikan posisi Nabi dalam ibadah salat dan lainnya,” jelasnya.

Baca Juga:  UKM Seni Umla Tampil di Pertemuan Ilmiah Perawat Dialisis Se-Jawa Timur

Selain elite, ada khazanah dalam politik Islam, suksesi. “Saya simpulkan, suksesi masa Khulafaur Rosyidin melibatkan orang banyak,” ujarnya.

Ia lantas menceritakan, Abu bakar dibaiat. Kalau Umar, ditunjuk Abu Bakar dan disetujui sahabat. Adapun Usman bin Affan sosok yang sangat alim, sederhana, lemah lembut tapi meninggalnya ngenes.

“Usman dipilih formatur enam orang. Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Tholhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqosh, Abdullah bin Umar, dan Zubair bin Awwam,” urainya.

Yang terjadi waktu fit and proper test, enam orang itu sounding di Madinah siapa yang pantas menggantikan. Ada yang sedikit nakal, Tholhah bin Ubaidillah tanya ke Ali, Ali menjawab normatif. Dia akan memimpin berdasarkan Al-Quran dan Sunnah.

Jadilah Khalifah Utsman bin Affan yang terpilih. “Enam tahun pertama bagus. Sesuai kepribadiannya. Enam tahun ke belakang memunculkan huru-hara yang menyebabkan mati ngenes,” imbuhnya.

Masalahnya, orang yang tidak setuju itu merasa rugi dengan kebijakan Usman enam tahun terakhir. Karena ada dominasi Marwan bin Hakam, sepupu Khalifah Usman.

Alhasil, menurut Prof. Jainuri, dalam Islam sendiri sulit mencari kelengkapan dari indikator Baldatun Tayibatun Warabun Gafur sebagai makna ideal. Ada kemungkinan satu atau dua indikator tidak terpenuhi. (#)

Jurnalis Sayyidah Nuriyah Penyunting Mohammad Nurfatoni