
Mereka sempat minder, merasa seragam kalah keren. Tapi semangat dan kerja keras 13 siswa SD Mumtas Surabaya membawa mereka jadi juara. Tangis haru pun pecah tak tertahankan.
Tagar.co – Tangis itu pecah begitu tulus, bukan karena duka, melainkan karena bahagia yang tak lagi bisa dibendung. Suasana di SD Mawar Saron Surabaya pada Selasa, 15 April 2025, berubah menjadi momen haru nan berkesan.
Tim PAS Mumtas Drajasena—pasukan baris-berbaris (Paskib dari SD Muhammadiyah 10 Surabaya (SD Mumtas)—mencetak sejarah manis: meraih Juara I dalam Lomba Baris Berbaris Kreasi (LBB) tingkat kota yang digelar Dinas Pendidikan Kota Surabaya.
Baca juga: SD Mumtas Gelar Aksi untuk Palestina: Menggugah Kepedulian, Menyatukan Kemanusiaan
Bagi tim kecil ini, momen kemenangan bukan sekadar perayaan. Ia adalah puncak dari sebuah perjuangan panjang—yang ditapaki dengan kerja keras, semangat baja, dan keyakinan yang tak tergoyahkan meski sempat dirundung rasa minder.
“Anak-anak sempat down sebelum lomba,” kenang M. Husni Mubarok, guru pendamping tim. “Bukan karena takut, tapi karena merasa belum maksimal. Briefing terakhir berjalan kurang fokus. Bahkan, seragam mereka pun sederhana dibandingkan tim lain.”’

Namun semangat yang tersembunyi di balik kesederhanaan itu tak bisa diremehkan. Mereka bukan tim biasa. Setelah menembus babak penyisihan sebagai juara III tingkat kecamatan, mereka terus menanjak menjadi juara II di semifinal wilayah, dan akhirnya meraih puncak tertinggi di final tingkat kota. Sebuah prestasi yang tak hanya membanggakan, tetapi juga memukau.
Latihan mereka sendiri adalah kisah perjuangan tersendiri. Usai libur hari raya Idulfitri, di tengah terik siang Surabaya yang menyengat, 13 siswa ini tetap berbaris, memperhalus gerakan dan memperkuat kekompakan. Tak ada keluhan. Hanya peluh, semangat, dan tekad untuk memberikan yang terbaik bagi sekolah.
Dan saat nama mereka tak juga disebut dalam pengumuman juara harapan hingga juara II, wajah-wajah mulai murung. Tapi begitu panitia menyebut, “Juara I: Tim PAS Mumtas Drajasena, SD Muhammadiyah 10 Surabaya!”—air mata haru pun tumpah. Bukan sekadar air mata, melainkan luapan emosi yang tak bisa dibendung: bahagia, bangga, dan rasa syukur yang meledak dalam pelukan dan jerit bahagia.

Orang tua dan guru harus turun langsung menenangkan mereka. “Saya sendiri merasakan kebahagiaan dan ikut haru,” ujar seorang wali murid yang mendampingi, dengan suara bergetar. “Usaha keras mereka tidak sia-sia. Semangat anak-anak luar biasa. Dukungan sekolah dan pelatih sangat besar perannya,” tambah dia yang enggan disebut namanya.
Lomba ini memang dirancang untuk menggali kreativitas siswa sekolah dasar. Tapi cerita dari PAS Mumtas Drajasena melampaui itu—menjadi kisah tentang harapan, tentang bagaimana keterbatasan bukanlah halangan, dan tentang bagaimana keyakinan serta kerja keras bisa menembus batas.
Tahun lalu mereka menangis karena gagal di semifinal. Tahun ini mereka menangis karena menjadi juara pertama. Air mata yang sama-sama mengalir, tapi membawa makna yang berbeda.
Selamat untuk PAS Mumtas Drajasena SD Muhammadiyah 10 Surabaya. Teruslah menjadi inspirasi. Sebab dari peluh dan air mata itulah lahir para juara sejati.
Jurnalis M. Khoirul Anam Penyunting Mohammad Nurfatoni