Telaah

Takwa, Meniti Jalan Beronak

×

Takwa, Meniti Jalan Beronak

Sebarkan artikel ini
Apakah arti takwa? Bisakah kadar ketakwaan seseorang itu diukur? Bagaimana takwa menurut Umar bin Khattab? Bagaimana sifat orang-orang yang bertakwa? 
Ilustrtasi freepik.com

Apakah arti takwa? Bisakah kadar ketakwaan seseorang itu diukur? Bagaimana takwa menurut Umar bin Khattab? Bagaimana sifat orang-orang yang bertakwa? 

Oleh Ustaz Ahmad Hariyadi, M.Si, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam An-Najah Indonesia Mandiri (STAINIM).

Tagar.co – Takwa berasal dari akar kata waqa – yaqy – wiqayah (وقاية – يقى – وقى) yang artinya menjaga, melindungi, dan mewaspadai. Secara istilah takwa adalah menjalankan perintah AIIah dan menjauhi larangan-Nya. Umar bin Khattab mengibaratkan takwa dengan kehatian-hatian orang yang melewati duri atau onak. 

Kata takwa digunakan sebanyak 15 kali, ittaqu (perintah takwa) kita temukan sebanyak 69 kali. Sedangkan muttaqun/muttaqin digunakan sebanyak 49 kali.

Baca juga: Munafik, Memesona di Balik Misi Amar Mungkar Nahi Makruf

Perintah bertakwa sifatnya umum, berlaku kepada siapa saja yang sudah mukalaf (terkena beban hukum). Dan perintah ini tidak hanya untuk umat saat ini, melainkan juga untuk umat-umat terdahulu (An-Nisa’/4;131). 

Ciri Orang Bertakwa

Ciri-ciri orang yang bertakwa, dapat kita telaah dari penjelasan Allah dalam Al-Quran, di antaranya surat Al-Baqarah/2 ayat 2-4 “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi orang bertakwa. (Yaitu) Mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu serta mereka yang yakin akan adanya kehidupan akhirat.”

Baca Juga:  Ashabuljanah, Delapan Golongan Penghuni Surga

Baca jugaMemilih Takdir

Secara lebih sistematis, orang yang bertakwa adalah orang yang: 

  • Beriman dengan yang gaib: Allah, Malaikat, Kitab, Nabi, Hari Akhir (Al-Baqarah/2: 2-3,177). 
  • Menegakkan salat (Al-Baqarah/2: 3,177). 
  • Menunaikan zakat (Al-Baqarah/2:3,177). 
  • Menginfakkan harta yang dicintainya, baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit (Al-Baqarah/2:3,177 dan Al-Imran/3:134). 
  • Menepati janjinya (Al-Baqarah/2:177) 
  • Sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan peperangan (Al-Baqarah/2:177). 
  • Menahan amarah dan pemaaf (Al-Imran/3:134). 
  • Segera bertobat jika bersalah dan tidak mengulangi atau meneruskan lagi perbuatan salah itu (Al-Imran/3:135). 
  • Rela meninggalkan yang dibolehkan karena khawatir jatuh ke perbuatan haram (H.R. Turmidzi).

Dari uraian di atas, bisa dilihat bahwa takwa itu bersifat kualitatif, sulit diukur. Dengan demikian selalu memberi kemungkinan ketakwaan kita untuk lebih baik. Seruan tiap khotbah Jum’at senantiasa mengingatkan agar ketakwaan kita lebih baik dari sebelumnya. 

Bagaimanapun juga, karena Allah telah memerintahkan manusia untuk bertakwa, kita harus berupaya mewujudkannya, semoga! (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni