
Akhir Desember 2024 bukan saja menjadi penanda pergantian tahun, tapi bakal lahir generasi baru. Generasi Beta. Pahami karakteristik dan tantangannya.
Oleh Bening Satria Prawita Diharja, Guru SMP Muhammadiyah 1 Gresik.
Tagar.co – Tahun 2025 tinggal menghitung hari. Tahun 2025 akan menjadi momen bersejarah dalam lanskap demografi global.
Salah satunya adalah pergantian sebuah generasi. Saatnya kita ucapkan selamat tinggal untuk generasi Alpha dan kita ucapkan selamat datang untuk generasi Beta. Generasi Beta merupakan generasi yang mencakup anak-anak kelahiran tahun 2025 hingga 2039.
Kehadiran generasi Beta membuka peluang sekaligus tantangan baru yang layak untuk dipahami lebih dalam. Meski mereka belum lahir, namun ada beberapa hal yang dapat diprediksi pada generasi Beta. Prediksi ini muncul berdasarkan perkembangan teknologi dan sosial saat ini.
Seperti generasi-generasi sebelumnya, generasi Beta akan dibentuk oleh waktu, teknologi, dan peristiwa sosial yang terjadi di masa pertumbuhannya.
Peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di masa kecil dan remajanya memainkan peran penting dalam membentuk identitas, nilai, dan pandangan hidupnya.
Sebagai generasi yang hadir di tengah abad ke-21, generasi Beta akan membawa perubahan dan pengaruh besar di masa depan. Generasi Beta diprediksi akan menjadi generasi pertama yang akan menjadi digital-native.
Sebuah istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Marc Prensky dalam artikelnya berjudul Digital Natives, Digital Immigrants yang terbit pada tahun 2001.
Generasi yang terbiasa menggunakan teknologi informasi dan perangkat digital sejak dini, sehingga memahami dan berinteraksi dengan teknologi secara alami.
Generasi Beta tidak bisa dipisahkan dari teknologi yang serba canggih di era mereka meliputi kecerdasan buatan, learning machine, dan robot-robot canggih bukan lagi sekadar konsep, tetapi menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Menurut Dr. Sarah Benson, pakar pendidikan teknologi, generasi Beta menjadikan teknologi digital sebagai bagian mendasar dari keberadaan dan kehidupannya.
Tantangan
Namun di tengah kelebihan yang dimiliki oleh generasi Beta, ternyata mereka akan menghadapi tantangan yang tidak mudah. Mulai tantangan geopolitik antar negara di dunia akibat peperangan sehingga memicu kondisi ekonomi global dan inflasi berbagai negara, seperti konflik dan peperangan antara Rusia dengan Ukraina, genosida Israel kepada Palestina, kericuhan Korea Selatan akibat darurat militer, dan pemakzulan perdana menteri Prancis yang baru menjabat tiga bulan.
Tantangan selanjutnya datang dari isu dari perubahan iklim. Generasi Beta akan mengalami dampak nyata perubahan iklim. Suhu global yang meningkat menyebabkan cuaca ekstrem, seperti banjir, kekeringan, dan tanah longsor.
Lembaga penelitian padi di Filipina melaporkan bahwa peningkatan suhu 1 derajat Celcius dapat mengakibatkan terjadinya penurunan panen padi sebesar 10%.
Kemudian tantangan berikutnya datang dari isu lingkungan sosial. Kesehatan mental dan kesejahteraan psikologis perlu menjadi perhatian. Stres berujung depresi, tekanan psikologis akibat ketergantungan teknologi, perbandingan sosial di media sosial, serta kecemasan tentang masa depan dan rentan terhadap masalah akan mengiringi pertumbuhan generasi ini.
Pengaruh negatif dari media sosial dan tekanan untuk selalu terkoneksi bisa mengurangi kesejahteraan emosionalnya, mengingat tantangan dalam mencapai keseimbangan antara kehidupan nyata dan dunia digital yang semakin mendominasi.
Oleh sebab itu orang tua yang membesarkan generasi Beta harus paham pendekata yang pas dengan kehidupan di zaman serba digital dan artifisial inteligen.
Solusi yang dapat dilakukan, pertama, menjaga keseimbangan teknologi.
Orang tua harus membimbing anak untuk menggunakan teknologi secara sehat, menghindari kecanduan, dan tetap menjalin interaksi sosial yang nyata.
Parlemen Australia pertama kali dalam sejarah meloloskan undang undang larangan penggunaan media sosial seperti Facebook, Instagram maupun Tiktok untuk anak di bawah 16 tahun.
Ini upaya pemerintah Australia melindungi generasi dari dampak media sosial. Aturan ini dapat menjadi contoh negara lain untuk menjaga keseimbangan generasi Beta di sektor kemajuan teknologi.
Kedua, memberikan pendidikan berbasis karakter dan pengetahuan agama.
Pendidikan karakter menjadi isu penting dalam dunia pendidikan akhir-akhir ini. Ini berkaitan dengan fenomena dekadensi moral masyarakat dan pejabat. Seperti meningkatnya kriminalitas, ketidakadilan sosial, korupsi, kekerasan pada anak, pelangggaran HAM.
Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan dalam aspek keagamaan (aspek kognitif), sebagai sarana transformasi norma serta nilai moral untuk membentuk sikap (aspek afektif), yang berperan dalam mengendalikan perilaku (aspek psikomotorik) sehingga tercipta kepribadian manusia seutuhnya.
Konfigurasi karakter sebagai sebuah totalitas proses psikologis dan sosial-kultural yang dibutuhkan oleh generasi Beta dapat dikelompokan dalam empat proses psikososial meliputi olah hati (spiritual and emotional development), olah pikir (intellectual development), olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic development), dan olah rasa dan karsa (affective and creativity development).
Keempat proses tersebut secara holistik dan koheren memiliki keterkaitan dan saling melengkapi yang bermuara pada pembentukan karakter.
Kita berharap tahun 2025 muncul generasi modern yang tetap mewarisi nilai-nilai luhur masyarakat di tengah kemajuan teknologi. (#)
Penyunting Sugeng Purwanto