Telaah

Tafsir Surat Al-Insyirah: Satu Kesulitan Beragam Jalan Keluar

×

Tafsir Surat Al-Insyirah: Satu Kesulitan Beragam Jalan Keluar

Sebarkan artikel ini
Surat Al-Insyirah memberi inspirasi bahwa tidak ada kesulitan yang tidak bisa diselesaikan. Bahkan dalam satu kesulitan terdapat dua jalan keluar. Jadi, tidak ada kata menyerah dalam menghadapi masalah.
Tafsir Surat Al-Insyirah. Seorang sedang membaca Surat Al-Baqarah (Ilustrasi freepik.com premium)

Surat Al-Insyirah memberi inspirasi bahwa tidak ada kesulitan yang tidak bisa diselesaikan. Bahkan dalam satu kesulitan terdapat beragam jalan keluar. Maknanya, tidak ada kata menyerah dalam menghadapi masalah.

Tagar.co – Pada surat Al-Insyirah yang terdiri dari delapan ayat ini terdapat satu kalimat yang diulang dua kali. Yaitu ayat ke-5 dan ke-6: inna maal usri yusra

Mengutip K.H. Sachroji Bisri, pengulangan itu menunjukkan penekanan atas pentingnya pesan yang hendak disampaikan Allah. Apalagi didahului dengan huruf inna tauhid yang juga berarti penekanan. 

Kiai asli Banten ini menjelaskan, memang ada yang menerjemahkan kata maa dalam ayat tersebut dengan bakda (sesudah). “Tapi saya memilih menerjemahkan kata maa bermakna bersama. Jadi, inna maal usri yusra berarti bersama kesulitan itu ada kemudahan.” 

Nakirah dan Makrifat

Dia pun mengajak mencermati penggunaan kata usri (kesulitan) dan yusra (kemudahan) dalam dua ayat tersebut. Menurutnya, pada ayat ke-5 dan ke-6, kata usri memakai ‘alif lam’ menjadi al-usri

Bentuk ini dikenal sebagai kata makrifat (sudah dikenal). Sedang yusro memakai bentuk nakhirah (tanpa ‘alif lam’), yang berarti umum atau belum jelas. 

Baca juga: Film Ipar Adalah Maut Terinspirasi Hadis Nabi?

Artinya dalam dua ayat itu hanya ada satu kesulitan (al-usri) tetapi mengandung dua kemudahan (yusra) yang berbeda. Berarti dalam satu kesulitan ada dua, atau banyak, solusi yang menyertainya. 

Menurut dia, kedahsyatan tafsir ayat ini mampu membuat Umar bin Khattab dan Abdullah bin Mas’ud mampu menaklukkan dua superpower, yaitu Persia dan Romawi. 

Baca Juga:  Mohammad Natsir: Jabatan Mentereng, Gaya Hidup Bersahaja

“Tidak ada kesulitan yang tidak bisa diselesaikan. Kita tidak boleh meninggalkan kesulitan. Orang Islam harus semangat terus. Maju tak gentar,” tuturnya.

Kerja Keras, Doa Maksimal

Hadirnya kemudahan-kemudahan atas datangnya kesulitan itu tak bisa dilepaskan dari konteks ayat sesudahnya. 

Menurut mantan aktivis HMI ini, ayat ke-7: faidza farahgta fanshab, (jika kamu telah selesai dari suatu pekerjaan berat maka rencanakan pekerjaan lain), adalah perintah bekerja keras. 

Baca juga: Ibu Peradaban Itu Bernama Siti Hajar

Selain bekerja keras juga harus dibarengi dengan doa yang bersungguh-sungguh. “Raghiba, itu makna asalnya senang atau sungguh-sungguh. Jadi waila rabbika farghab bermakna pada Tuhanmu berdoalah dengan sungguh-sungguh dengan kerendahan hati. Itu makna ayat ke-8,” ungkapnya. 

Jadi selain memberi inspirasi agar kita senantiasa berkarya terbaik, Surat Al-Insyirah memotivasi kita tak takut menghadapi masalah

Anti Pengangguran

Surat ke-94 al-Quran itu memacu kita untuk bekerja dan berkarya, tanpa henti. Tak ada ruang untuk menganggur. 

Seperti pepatah populer: gajah mati meninggalkan gading. Harimau mati meninggalkan 
belang. Dan manusia mati meninggalkan nama.

Dalam Islam, manusia mati meninggalkan amal. Seperti sabda Nabi Muhammad SAW, “Jika keturunan Adam meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal. Yaitu sedekah jariah, ilmu yang manfaat, dan anak saleh yang mendoakan orang tua.” (HR Muslim)

Al-Quran memberi motivasi yang kuat bagaimana agar manusia mendedikasikan dirinya untuk beramal atau berkarya. 

Baca Juga:  Fauzan Jaga Tradisi Rektor UMM Jadi Anggota Kabinet?

Perintah beriman, seringkali dilanjutkan dengan perintah beramal; amanu wa amilu salehah

Jadi, nilai keimanan itu belum sempurna tanpa diwujudkan dengan amal atau karya (saleh). Maka, amal adalah keniscayaan hidup manusia. 

Daya Manusia

Amal adalah bagian dari jati diri manusia, terutama karena, Allah telah memberi kita empat daya pokok—mengutip M. Quraish Shihab. Pertama, daya fisik yang menghasilkan kegiatan fisik dan keterampilan. 

Kedua, daya pikir yang mendorong pemiliknya berpikir dan menghasilkan ilmu pengetahuan. 

Ketiga, daya kalbu yang menjadikan manusia mampu berkhayal, mengekspresikan keindahan, dan merasa. 

Baca juga: Cara Meraih Nol Musuh

Keempat, daya hidup yang menghasilkan semangat juang, kemampuan menghadapi tantangan dan menanggulangi kesulitan. Penggunaan salah satu dari daya-daya tersebut, betapapun sederhananya, akan menghasilkan amal (karya). 

Pekerja menggunakan daya fisik, ilmuan menggunakan daya pikir, seniman atau sastrawan menggunakan daya kalbu, dan pejuang menggunakan daya hidup.

Berkarya dan Berkarya

Allah memotivasi sangat kuat agar kita bersungguh-sungguh dalam berkarya. Artinya tidak memberi peluang untuk menganggur. Begitulah makna lain Al-Insyirah 7: faidza faraghta fanshab

Dalam tafsirnya, M. Quraish Shihab menjelaskan faragh berarti “kosong setelah sebelumnya penuh”. Sedangkan fanshab berarti berat atau letih. 

Makna bebas ayat itu: “Apabila engkau telah berada di dalam keluangan (setelah tadinya engkau sibuk) maka (bersungguh-sungguhlah bekerja) sampai engkau letih, atau tegakkanlah (persoalan baru) sehingga menjadi nyata.” 

Baca Juga:  Gambaran tentang Fisik Nabi Muhammad SAW

Jadi, Islam mengajarkan bekerja—juga belajar—dengan keras. Belajar dan bekerja keras akan menghasilkan karya nyata. 

Dalam Islam, karya tidak boleh berhenti sebagai karya nyata, melainkan harus dilanjutkan sebagai karya yang “mengabadi”. Yaitu karya yang memiliki manfaat jauh ke depan, yang melampaui zamannya. Bahkan nilainya (pahalanya) terbawa sampai mati. 

Makna Membaca Basmalah

Secara spiritual, Islam mengajari agar karya (amal) saleh kita “mengabadi”, yaitu memulai mengerjakannya dengan basmalah.

Apa maknanya? Secara harfiah, kalimat ini berarti belajarlah atau bekerjalah disertai dengan nama Allah. 

Lazimnya ungkapan Arab, mengaitkan satu pekerjaan dengan nama sesuatu yang mereka muliakan, maka bacaan basmalah berarti: pertama, agar pekerjaan itu mendapat berkah Allah. 

Kedua, menunjukkan bahwa pekerjaan itu dilakukan semata-mata demi Dia, Allah. 

Ketiga, agar pekerjaan itu mendapat ‘bekas’ dari sifat atau keadaan dari nama yang diambil itu, yakni Allah Yang Mahaabadi. 

Itu sejalan dengan sabda Nabi Muhammad SAW bahwa setiap pekerjaan yang tidak bertolak dari basmalah maka pekerjaan tersebut menjadi aqtha, yang bermakna terputus, tidak berkesinambungan, atau tidak abadi.

Jadi, berkaryalah! Maka engkau akan abadi. (#) 

Penulis Mohammad Nurfatoni