Tafsir Surat Al-Asr berkaitan dengan perbuatan orang-orang beriman—yang mengerjakan kebajikan dan saling berwasiat pada kebenaran dan kesabaran. Tentang amal saleh, ada tiga kriteria yang harus dipenuhi.
Tagar.co – Surat Al-Asr terdiri dari tiga ayat:
وَٱلْعَصْرِ إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَفِى خُسْرٍ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ
Demi masa (1) Sungguh, manusia dalam keadaan rugi (2) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran (3).
Dalam surat tersebut, terdapat kata kunci penting: amal saleh. Mengutip K.H. Sacroji Bisri, ada tiga ciri yang melekat pada kata amal saleh.
Baca juga: Tafsir Surat Al-Insyirah: Satu Kesulitan Beragam Jalan Keluar
Pertama, amal saleh adalah amal yang dikerjakan dengan kesadaran serta sesuai dengan syariat dan hukum-hukum alam semesta.
Kedua, karena saleh itu lawan katanya fasad (rusak), maka amal saleh itu perbuatan yang tidak menimbulkan kerusakan. Jika perbuatan itu menimbulkan kerusakan—misalnya teror bom—maka itu bukan amal saleh tapi amal salah.
Ketiga, amal saleh adalah amal yang memperbaiki. Yaitu amal yang membuat kehidupan ini lebih baik. “Maka kita harus bekerja dan bekerja agar kehidupan ini lebih baik. Itulah manifestasi iman,” pesan Sachroji Bisri.
Wasiat tentang Kebenaran Allah
Selain berbicara tentang amal saleh, surat ke-103 Al-Quran itu juga membicarakan frase ‘saling mewasiati dengan hak dan sabar’.
Menurut kiai asal Serang Banten, itu yang dimaksud tawasau adalah saling berhubungan atau berkomunikasi. “Tawasau adalah fiil mazi dari wazan tafaala, yang berarti menjadi melakukan,” katanya.
Apa yang dilakukan? “Yang dilakukan adalah wasau yang bermakna berpesan atau menyambung. Ini satu akar kata dengan wasiat yang berarti menyambung atau menyampaikan agar pesan itu dilaksanakan oleh penerimanya,” terangnya.
Ia menambahkan, tawasau ini mengandung pengertian banyak. “Jadi dilakukan secara berjamaah. Ada organisasinya,” ujarnya.
Menurutnya al-hak yang harus dikomunikasikan secara berjemaah dalam ayat ini adalah Allah. “Al-hak makna awalnya adalah mantap, tidak berubah. Dan yang dimaksud tidak berubah di sini adalah Allah. Dialah Zat Yang Kekal, tidak berubah,” paparnya.
Baca juga: Hukum Alam dan Kuasa Tuhan
Menurut aktivis HMI tahun 80-an ini, orang-orang yang tidak merugi itu adalah mereka yang saling berkomunikasi untuk menyampaikan (kebenaran) Allah yang sudah diturunkan melalui al-Quran.
Dalam konteks dakwah, adalah hak siapa pun untuk hidup dengan keyakinannya, “Tetapi ada kewajiban kita untuk tawasau bi al-hak yaitu mendakwahkan kebenaran secara terorganisasi. Dan itu tidak boleh dilakukan dengan merusak. Tidak ada perusakan dalam proses islamisasi.”
Mengenai frase terakhir surat yang sering dibaca pada setiap akhir sebuah majelis ini, dengan mengutip Syeikh Abdul Kadir Jaleani, Sachrodji Bisri menjelaskan makna sabar dengan tiga pilarnya. “Sabar dalam ketaatan pada Allah. Sabar dalam menjauhi maksiat. Dan sabar terhadap takdir yang sedang dialami.”
Awal surat ini juga disinggung pentingnya waktu. “Tak ada yang tak terikat oleh waktu. Karena itu, siapa yang tak memperhatikan, maka ia akan tergilas oleh waktu,” jelas Sachrodji Bisri. (*)
Penulis Mohammad Nurfatoni