Feature

Sejarah Terukir, Anak Dusun Mencorek Jadi Anggota Paskibra 

×

Sejarah Terukir, Anak Dusun Mencorek Jadi Anggota Paskibra 

Sebarkan artikel ini
Sejarah terukir, Aila Farikhatul Udkhiyah, menjadi satu-satunya perwakilan dari Kecamatan Brondong yang lolos sebagai Paskibra Kabupaten Lamongan. Ia juga menorehkan sejarah sebagai anak Dusun Mencorek pertama yang menjadi anggota Paskibra. 
Aila Farikhatul Udkhiyah salah satu anggota Paskibra Kabupaten Lamongan (Tagar.co/Istimewa)

Sejarah terukir, Aila Farikhatul Udkhiyah, menjadi satu-satunya perwakilan dari Kecamatan Brondong yang lolos sebagai Paskibra Kabupaten Lamongan. Ia juga menorehkan sejarah sebagai anak Dusun Mencorek pertama yang menjadi anggota Paskibra. 

Tagar.co – Senyum sumringah tampak di wajah Aila Farikhatul Udkhiyah saat Rabu (21/8/2204) siang ditemui Tagar.co untuk wawancara terkait keberhasilannya menjadi anggota Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) Kabupaten Lamongan.

Ia mengaku lega, bersama 75 temannya sukses melaksanakan tugas pengibaran maupun penurunan bendera dalam upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia yang berlangsung di Alun-Alun Lamongan, Jawa Timur, Sabtu (17/8/2024).

Menurutnya, perjalanan sejak Februari 2024 mengikuti berbagai seleksi, ditambah kurang lebih 22 hari menjalani latihan baik fisik maupun mental, terbayar dengan rasa puas menjalankan tugas. Dia pun menceritakan awal mula tertarik dengan dunia baris-berbaris maupun paskibra.  

Baca juga: Mengharukan, Mengenang Malam Pengukuhan Paskibra Karas

“Ketika di madrasah ibtidaiyah (MI) saya itu sudah tertarik dengan kegiatan upacara dan selalu mengajukan diri untuk menjadi pemimpin upacara. Kemudian ketika melihat anggota paskibra kok sepertinya keren sekali, dari situlah saya kemudian semakin berminat untuk mengenal dan belajar,” ucap warga Dusun Mencorek, Desa Sendangharjo, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, itu.  

Ikha—sapaan akrabnya—mengaku, sejak di SMA Muhammadiyah 9 (Smamix) Brondong itulah bakatnya sebagai anggota paskibra semakin berkembang, hingga saat ini bisa mencicipi menjadi anggota Paskibra Kabupaten Lamongan. 

“Tahun lalu (2023) saya juga menjadi anggota Paskibra di kecamatan. Dari situ kemudian ada pengumuman untuk mendaftar sebagai anggota Paskibra Kabupaten Lamongan tahun ini (2024). Saya sebenarnya maju mundur, ragu mau mendaftar. Tapi guru-guru selalu menyemangati,” ucap putri pasangan Ashghofar dan Mutomimah itu. 

Aila Farikhatul Udkhiyah berama anggota Paskibra Kabupaten Lamongan (Tagar.co/Istimewa)

Diliputi Keraguan untuk Mendaftar

Keraguan semakin ia rasakan ketika mendengar komentar dari kakak-kakak kelas bahwa seleksi untuk ikut paskibra di kabupaten itu susah. Termasuk katanya harus dipilih yang cantik-cantik. Oleh karena itu dia tidak menyangka ternyata bisa lolos dan menjadi satu-satunya perwakilan dari Smamix maupun dari Kecamatan Brondong. 

“Seleksi dilaksanakan secara bertahap sejak bulan Februari 2024. Awalnya adalah tes online. Lalu ada seleksi administrasi, seleksi Pancasila, tes wawasan kebangsaan, tes kesehatan, peraturan baris-nerbaris (PBB), kesamaptaan, hingga kepribadian,” terangnya.

Baca jugaAnggota Paskibraka Lepas Jilbab, Dipaksa atau Sukarela?

Ikha menjalani latihan sejak 25 Juli 2024. Saat itu ia tinggal di kos sampai tanggal 12 Agustus 2024. Setelah itu lanjut menjalani karantina di Balai Latihan Kerja (BLK) Kabupaten Lamongan. 

“Tinggal di BLK. Setiap hari latihan panas, berlatih fisik maupun mental. Sampai hari ini merasa sedikit trauma dengan suara peluit,” akunya sambil tertawa.

Aila Farikhatul Udkhiyah bersama ibunya. (Tagar.co/Istimewa)

Sempat Grogi di Hari H

Menurutnya, karena setiap kali pelatih memanggil anggota paskibra ini menggunakan peluit. Sementara adakalanya pelatih bercanda, peluit ditiup, para anggota paskibra sudah gugup dan siap siaga ternyata tidak ada apa-apa. 

“Jam makan dihitung. Waktu benar-benar diatur agar kita disiplin. Setiap hari kami berlatih dari pukul 05.45 WIB sampai Zuhur. Hari Ahad libur, tapi itu pun masih ada tugas mengirim video aktivitas push upsit up, lari, dan tugas-tugas itu harus dikumpulkan maksimal jam 8 pagi,” ucapnya.

Baca juga: Akhirnya Paskibraka Putri Boleh Berjilbab saat Bertugas di Upacara HUT Ke-79 RI

Sementara saat hari H pelaksanaan ia sempat mengaku gugup, tegang, panas dingin, dan takut. “Pas di lapangan otomatis semua mata tertuju ke kita. Sehingga kita berupaya untuk benar-benar bisa berbuat maksimal,” ucapnya. 

Setelah sukses menjalankan tugas pengibaran dan penurunan bendera, Ikha mengaku senang karena setelah itu ada kegiatan Gathering dan Camping ke Semarang dan Magelang Jawa Tengah.

Semua anggota Paskibra Lamongan ini diajak berkunjung ke Akademi Militer (Akmil) di Magelang. Di sana mereka diberikan pengetahuan tentang sejarah Akmil, visi-misi, serta apa dan bagaimana proses pendidikan di Akmil berjalan.

Dukungan Orang Tua dan Cita-Cita Menjadi TNI

Ditanya bagaimana komentar orang tua terhadap pencapaian ini, Ikha mengaku bapak dan ibunya memberikan keleluasaan dan tidak pernah melarang atau memaksa apa yang menjadi pilihannya. 

“Saat ingin mendaftar seleksi paskibra kabupaten itu juga sempat ragu. Tapi mamak menyemangati, kalau bisa, tidak apa-apa ikut aja. Bapak Mamak tidak melarang, terserah anaknya, yang penting bisa bertanggungjawab jawab atas apa yang dipilih,” paparnya. 

Baca jugaPaskibraka Mahakarya Seniman Muslim

Ikha mengaku, dunia Paskibra ini sedikit banyak membuat ia lebih mensyukuri hidup. “Iya harus lebih bisa membuat bersyukur atas semua hal. Contohnya kemarin, kadang ada salah satu menu yang tidak saya sukai, tapi tentu mau tidak mau itu harus dimakan. Kemudian bisa lebih saling menghormati, menghargai dan membuat kita harus bisa memanej waktu,” terangnya. 

Ikha berharap, semoga ke depan bisa melanjutkan pendidikan dan mengembangkan bakat paskibra ini. 

“Semoga saya bisa daftar TNI atau Polisi. Mamak ingin saya masuk polwan, tapi saya juga pengin TNI. Banyak yang mendoakan. Tidak papa cocok jadi polisi perempuan. Termasuk bapak Kepala Smamix juga mendukung. Tapi saya masih galau katanya tidak boleh pakai jilbab,” ucapnya dengan tersenyum.  (#) 

Jurnalis Nely Izzatul Penyunting Mohammad Nurfatoni

Baca Juga:  Desakralisasi Jabatan Profesor ala Rektor UII