
Cendekiawan Muslim tak cukup hanya memperbaiki diri. Mereka harus hadir memberi ilmu, membimbing umat, dan menjadi pelopor perubahan demi kemaslahatan dan kemajuan peradaban.
Kajian Ramadan bersama Ketua ICMI (Seri 30): Saatnya Cendekiawan Muslim Bangkit dan Mengambil Peran
Oleh Ulul Albab; Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Organisasi Wilayah (Orwil) Jawa Timur; Ketua Litbang DPP Amphuri, Pembina Yayasan Masjid Subulus Salam GWA Sidoarjo; dan Akademisi Universitas Dr. Soetomo Surabaya.
Tagar.co – Bulan Ramadan adalah momentum yang tepat untuk menggugah kesadaran para cendekiawan, khususnya cendekiawan Muslim, agar mengambil peran nyata dalam menginspirasi umat—menebar kemaslahatan, serta berkontribusi mengubah dunia menjadi lebih baik sesuai ajaran Al-Qur’an.
Seri kajian Ramadan kali ini saya susun secara khusus untuk mengajak para cendekiawan Muslim mengambil bagian dalam perjuangan ini. Sebagaimana ribuan, bahkan mungkin jutaan cendekiawan Muslim di seluruh dunia yang telah melakukannya, khususnya di bulan suci ini.
Baca juga: Momen Berkesan di Kajian Ramadan: Ketika Ilmu, Kebersamaan, dan Spiritualitas Menyatu
Pertanyaan reflektif yang perlu kita ajukan sebagai cendekiawan Muslim: Apa yang sudah kita lakukan di bulan Ramadan ini? Sudahkah kita memanfaatkan bulan penuh berkah ini untuk memberi manfaat kepada umat? Atau justru kita lebih banyak sibuk mengurusi diri sendiri, memperbaiki ibadah, dan berlomba-lomba meraih pahala?
Jangan salah paham. Memperbanyak ibadah tentu baik. Namun, bukankah sebagai cendekiawan kita memiliki tanggung jawab lebih dari itu? Apa arti ilmu yang kita miliki jika hanya disimpan dan diamalkan untuk kepentingan pribadi? Cendekiawan sejati tak cukup sibuk dengan dirinya sendiri. Justru, di bulan Ramadan ini, kita dituntut untuk lebih banyak memberi—terutama memberi ilmu, mendidik, dan menginspirasi umat.
Para Cendekiawan di Era Rasulullah dan Sahabat
Mari kita renungkan sejenak bagaimana peran para cendekiawan pada masa Rasulullah Saw. Beliau, sebagai pemimpin umat sekaligus cendekiawan terbesar, tidak pernah melewatkan Ramadan tanpa menyampaikan ilmu dan pengajaran kepada umatnya. Setiap kesempatan beliau manfaatkan untuk menambah pengetahuan, memperbaiki akhlak, dan membimbing umat menuju kebaikan.
Ali bin Abi Thalib, yang dikenal sebagai sosok cendekiawan sekaligus pejuang, tidak hanya memimpin pasukan, tetapi juga mengisi Ramadan dengan mengajarkan ilmu dan memberikan nasihat. Bahkan di saat-saat sulit, beliau tetap menyebarkan kebenaran dan membimbing umat ke jalan yang lurus.
Sudahkah kita meneladani mereka? Sudahkah kita berbagi ilmu selama Ramadan ini?
Cendekiawan di Era Tabiin dan Ulama
Setelah era Rasulullah, para tabiin dan ulama besar tetap menjaga semangat keilmuan di bulan Ramadan. Imam Syafi’i, yang dikenal dengan karya-karya fiqih luar biasa, tetap produktif di tengah kesibukan ibadah. Imam Malik pun demikian, tetap mengajarkan hadis dan fiqih melalui karya terkenalnya, Al-Muwaththa, tanpa berhenti, bahkan di bulan Ramadan.
Lantas, mengapa kita tidak? Mengapa kita tak menyemangati diri untuk berbuat lebih banyak selama Ramadan? Apakah kita masih menunggu waktu yang sempurna, ataukah kita justru takut untuk berbagi ilmu?
Refleksi Diri: Apa yang Sudah Kita Lakukan?
Mari bertanya jujur kepada diri sendiri. Apa yang telah kita lakukan selama Ramadan ini? Sudahkah kita memberi manfaat bagi umat? Apakah kita telah menghadirkan perubahan positif, sekecil apa pun? Jangan hanya sibuk dengan ibadah pribadi. Sebagai cendekiawan Muslim, kita memikul tanggung jawab yang lebih besar: memberi manfaat bagi umat.
Jangan biarkan Ramadan berlalu begitu saja tanpa peran berarti dari kita. Cendekiawan tidak bisa terus-menerus diam di menara gading. Dunia membutuhkan kita. Apa yang akan kita lakukan—berdiam diri, atau bangkit memberi kontribusi?
Cendekiawan Versus Orang yang Diam
Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. menegaskan bahwa orang yang berilmu dan yang tidak berilmu tidaklah sama. Dalam Surah Az-Zumar 9, Allah berfirman:
“Katakanlah: ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?'”
Artinya, sebagai orang berilmu, kita memiliki kewajiban lebih besar: memberi, mendidik, dan menginspirasi. Jangan sampai kita hanya menjadi penonton pasif saat dunia menghadapi tantangan besar.
Dalam Surah At-Taubah 122, Allah juga berfirman:
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka dapat menjaga diri.”
Ayat ini menegaskan pentingnya peran cendekiawan dalam membimbing umat. Ibadah pribadi saja tidak cukup. Kita harus aktif memberi peringatan, pengajaran, dan solusi bagi umat.
Menginfakkan Ilmu untuk Kemaslahatan Umat
Sudah saatnya kita bertanya: apa yang kita lakukan dengan ilmu yang kita miliki? Apakah hanya disimpan untuk diri sendiri? Tidak. Ilmu harus diinfakkan demi kemaslahatan umat. Jika ada kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat, cendekiawan harus bersuara. Bukan sekadar mengkritik, tapi juga menghadirkan solusi yang membangun.
Cendekiawan harus menjadi pelopor, penggerak perubahan, dan penyampai kebenaran. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi?
Kesimpulan: Saatnya Mengambil Peran
Ramadan adalah waktu yang sarat peluang. Jangan sia-siakan bulan berkah ini hanya untuk perbaikan diri pribadi. Lebih dari itu, ini adalah waktu untuk memberi—memberi ilmu, manfaat, dan perubahan.
Jangan hanya jadi cendekiawan yang diam. Mari bergerak, berbagi ilmu, dan memberi solusi. Ingat, setiap detik Ramadan sangat berharga. Jangan biarkan kita keluar dari bulan ini dengan tangan kosong tanpa kontribusi nyata.
Saatnya kita menginfakkan ilmu. Saatnya kita mengambil peran! Bersama ribuan bahkan jutaan cendekiawan Muslim lainnya yang telah lebih dahulu melangkah, mari kita bertekad keluar dari zona nyaman menuju “medan juang” membangun peradaban. Banyak cara bisa kita lakukan—melalui ceramah, kajian, maupun tulisan. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni