Buku

Robohnya Surau Kami: Wajah Indonesia di Antara Kegetiran dan Kekolotan

×

Robohnya Surau Kami: Wajah Indonesia di Antara Kegetiran dan Kekolotan

Sebarkan artikel ini
Robohnya Surau Kami dipandang sebagai salah satu karya monumental dalam dunia sastra Indonesia. Selain menampilkan wajah Indonesia banget, kata-kata dalam cerpen ini penuh sindiran bagi kita. 
Robohnya Surau Kami (Tagar.co/Didik Nurhadi)

Robohnya Surau Kami dipandang sebagai salah satu karya monumental dalam dunia sastra Indonesia. Selain menampilkan wajah Indonesia banget, kata-kata dalam cerpen ini penuh sindiran bagi kita. 

Resensi oleh Ichwan Arif, Guru Bahasa Indonesia SMP Muhammadiyah 12 GKB (Spemdalas) Gresik. 

Tagar.co – Robohnya Surau Kami adalah kumpulan cerita pendek (cerpen) yang ditulis A.A. Navis tahun 1956. Cerpen ini menceritakan dialog Tuhan dengan Haji Saleh, seorang warga negara Indonesia yang selama hidupnya hanya beribadah dan beribadah. 

Kumpulan cerpen ini berisi 10 cerpen, yakni Robohnya Surau Kami, Anak Kebanggaan, Nasihat-nasihat, Topi Helm, Datangnya dan Perginya, Pada Pembotakan Terakhir, Angin dari Gunung, Menanti Kelahiran, Penolong, dan Dari Masa ke Masa.

Dalam buku ini, A.A. Navis menampilkan wajah Indonesia di zamannya dengan penuh kegetiran. Penuh dengan kata-kata satir dan cemoohan akan kekolotan pemikiran manusia Indonesia saat itu. 

Cerpen Robohnya Surau Kami bercerita tentang kisah tragis matinya seorang Kakek penjaga surau (masjid yang berukuran kecil) di kota kelahiran tokoh utama cerpen itu. Dia meninggal dengan menggorok lehernya sendiri setelah mendapat cerita dari Ajo Sidi-si Pembual, tentang Haji Soleh yang masuk neraka walaupun pekerjaan sehari-harinya beribadah di masjid, persis yang dilakukan oleh si Kakek. 

Haji Soleh dalam cerita Ajo Sidi adalah orang yang rajin beribadah, semua ibadah dari A sampai Z dia laksanakan semua, dengan tekun. Tapi, saat hari keputusan, hari ditentukannya manusia masuk surga atau neraka, Haji Soleh malah dimasukkan ke neraka. 

Baca juga: Novel Aroma Karsa: Antara Obsesi, Mitos, dan Jati Diri

Haji Soleh memprotes Tuhan. Tapi, mana mungkin Tuhan alpa, maka dijelaskanlah alasan dia masuk neraka, “kamu tinggal di tanah Indonesia yang mahakaya raya, tapi engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tetapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang.” 

Merasa tersindir dan tertekan oleh cerita Ajo Sidi, Kakek memutuskan bunuh diri. Ajo Sidi yang mengetahui kematian Kakek hanya berpesan kepada istrinya untuk membelikan kain kafan tujuh lapis untuk Kakek, lalu pergi kerja.

Dalam cerita Ajo Sidi, Haji Saleh adalah seorang yang taat menjalankan agama. Pada saat meninggal dunia, dia serta orang-orang lainnya sedang menunggu giliran di akhirat untuk menerima penghakiman Tuhan untuk dimasukkan ke neraka atau ke surga. 

Saat gilirannya tiba, Haji Saleh tanpa rasa takut menjawab pertanyaan Tuhan tentang apa saja yang dilakukannya di dunia pada masa hidupnya. Haji Saleh dengan percaya diri berkata pada saat dia hidup di dunia, yang dilakukannya adalah memuji dan menyembah Tuhan, serta menjalankan ajaran agama dengan taat. Namun, Tuhan tidak memasukkan Haji Saleh ke surga, melainkan ke neraka.

Di neraka, Haji Saleh bertemu juga dengan teman-temannya di dunia yang ibadahnya juga tidak kurang dari dirinya, bahkan ada juga orang yang sampai bergelar syekh. Akhirnya, karena tidak terima dengan keputusan Tuhan, orang-orang di neraka yang menganggap dirinya tidak pantas dimasukkan ke neraka itu melakukan aksi unjuk rasa kepada Tuhan. 

Baca jugaNovel Totto-chan, Pendidikan Karakter yang Dibangun dalam Cerita

Haji Saleh yang menjadi pemimpin dan pembicara bagi mereka. Sekali lagi, Tuhan menanyakan kepada mereka apa yang telah mereka lakukan di dunia.

Mereka menjawab bahwa mereka semua adalah warga negara Indonesia yang taat beragama dan negaranya sangat kaya akan sumber daya alam, namun hasilnya sering di ambil oleh pihak asing. Lalu Tuhan menjawab kepada mereka, bahwa mereka semua hanya mementingkan diri mereka sendiri, karena selama hidup mereka hanya berdoa dan menyembah-Nya, tetapi tidak memedulikan keadaan sekitar, sehingga banyak kekayaan negara mereka sendiri yang diambil oleh pihak asing, sedangkan anak cucu mereka sendiri hidupnya kekurangan.

Dari cerita Ajo Sidi itu, mungkin kakek penjaga surau itu merasa tersinggung dan terpukul. Karena selama hidupnya, kakek itu hanya menyembah dan memuji Tuhan, sampai-sampai tidak memiliki istri serta anak cucu. Kakek itu kemudian merasa marah dan tertekan lalu akhirnya memutuskan untuk bunuh diri.

Tema cerpen ini adalah hidup yang dikehendaki Tuhan. Hidup yang dikehendaki Tuhan bukan saja hidup dengan menyembah dan memuji nama-Nya terus-menerus dan menjalankan perintah agama dengan baik, melainkan juga hidup yang peka dengan keadaan sekitar. 

Karena beribadah saja tidaklah cukup. Beribadah harus dibarengi dengan kerja keras dan peduli akan keadaan sekitar khususnya anak cucu, keluarga, serta semua orang di sekitar kita.

Baca jugaNovel Guru Aini, Inspirasi dari Wajah Pendidikan Kita

Seperti yang kita ketahui bersama, menyembah dan memuji Tuhan serta menjalankan ajaran agama dengan taat bukanlah hal yang salah. Namun, terkadang manusia menjalankan ibadah dengan baik hanya supaya dirinya dapat masuk ke surga pada saat dia meninggal dunia. 

Hal tersebut sebenarnya adalah pemikiran yang sangat egois, dan dalam cerita Robohnya Surau Kami ini, Tuhan tidak suka akan manusia yang hidupnya hanya mementingkan diri sendiri. 

Cerpen ini ber-setting tempat di sebuah desa kecil, di mana dalam desa tersebut terdapat sebuah surau yang awalnya sangat teduh dan nyaman untuk beribadah, namun kini menjadi sangat usang karena telah ditinggalkan oleh sang penjaga surau. Keusangan surau itu melambangkan kemasabodohan manusia yang tidak mau lagi memelihara apa  yang tidak dijaga lagi, seperti dalam kutipan cerpen berikut:

“Jika tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya. Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi.”

Selain itu, cerpen ini juga ber-setting tempat di akhirat dan neraka. Akhirat adalah tempat di mana Haji Saleh menunggu gilirannya untuk diadili Tuhan dalam cerita Ajo Sidi. Neraka adalah tempat bertemunya Haji Saleh dengan orang-orang yang taat beribadah lainnya, sehingga mereka melakukan unjuk rasa kepada Tuhan karena merasa tidak terima diri mereka dimasukkan ke neraka.

Dari segi penokohan, cerpen ini memuat tokoh-tokoh yang cukup sederhana namun dapat menunjukkan kekuatan dan ciri karakter tokohnya masing-masing. Terdapat empat tokoh yang muncul dalam cerpen ini, yaitu kakek, aku, Ajo Sidi, Haji Saleh, istri tokoh aku, dan istri Ajo Sidi.

Kakek adalah tokoh utama (protagonis) dalam cerpen ini. Tokoh kakek digambarkan sebagai seorang tua penjaga surau yang sangat taat dalam menjalankan ajaran agama. Ia memberikan seluruh hidupnya hanya untuk beribadah dan menjaga surau tersebut. Kakek adalah orang yang sangat sederhana dan tidak pernah hidup berlebihan. 

Baca jugaCantik Itu Luka, Diksi, dan Gado-Gado Genre

Kehidupannya hanya ditopang dengan pemberian sukarela dari penduduk setempat ataupun yang berkunjung ke surau yang dijaganya itu. Namun sayang, tokoh kakek memiliki kondisi psikologis yang kurang kuat. 

Saat Ajo Sidi menceritakan cerita tentang Haji Saleh, tokoh kakek langsung hancur keteguhan hatinya. Kakek merasa bahwa semua yang dikorbankannya dalam hidupnya hanya untuk beribadah, menurut cerita Ajo Sidi, semuanya tidaklah benar-benar sesuai dengan kehendak Tuhan. 

Tokoh kakek yang merasa semua pengorbanannya tidak berguna, merasa marah kepada Ajo Sidi, walaupun kakek menyangkalnya saat ditanya oleh tokoh aku. Namun menurut saya sendiri, tokoh kakek sebenarnya marah kepada dirinya sendiri, karena ia ternyata telah salah. Kakek mengorbankan hidupnya untuk sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu dikehendaki oleh Tuhan. Sehingga akhirnya kakek memutuskan untuk bunuh diri.

Selanjutnya, terdapat tokoh aku yang berkedudukan sebagai deutragonis (tokoh yang berpihak pada protagonis). Tokoh aku ini memiliki kepribadian yang menurut saya masih sangat kekanak-kanakan. 

Dia  memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar dan masih cenderung mengikuti emosinya saat bertindak dan berpikir, tanpa menimbang masak-masak mana yang seharusnya dilakukan atau dan tidak dilakukan. Misalnya saat mendengar berita bahwa kakek telah meninggal, tokoh aku secara emosional langsung menganggap bahwa Ajo Sidi-lah yang bersalah, seperti terlihat dalam kutipan dialog antara berikut:

“Ya. Tadi subuh kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang sangat mengerikan sekali. Ia menggorok lehernya sendiri dengan pisau cukur.”

“Astaga! Ajo Sidi punya gara-gara,” kataku seraya cepat-cepat meninggalkan istriku yang tercengang-cengang.

Baca jugaMencari Wajah Asli Bocah Bertopeng

Tokoh selanjutnya yang muncul dalam cerita ini adalah Ajo Sidi. Ajo Sidi merupakan tokoh antagonis dalam cerita ini. Ia yang menceritakan kisah tentang Haji Saleh yang membuat kakek sangat terpukul dan akhirnya bunuh diri. 

Ajo Sidi sebenarnya memiliki watak yang baik, yakni sering mengingatkan tokoh masyarakat yang hidupnya dirasa kurang baik. Ajo Sidi suka menyindir orang lain dengan menggunakan cerita-cerita perumpamaan. Banyak pula masyarakat yang terpengaruh oleh ceritanya, karena dianggap sangat ‘mengena’.

Haji Saleh merupakan tokoh rekaan dari Ajo Sidi. Ajo Sidi menggunakan karakter Haji Saleh untuk menggambarkan orang-orang yang telah merasa dirinya adalah orang yang sangat dikehendaki oleh Tuhan, banyak pahala, dan telah melaksanakan semua ajaran agama dengan taat. 

Hal itu membuat Haji Saleh bersikap sombong pada saat menunggu pengadilan Tuhan. dia mencibir kepada orang-orang yang dimasukkan ke neraka, dan melambai senang kepada orang yang masuk ke surga. Padahal, dirinya sendiri dimasukkan ke neraka oleh Tuhan karena hidupnya dianggap terlalu egois dan tidak memedulikan kesejahteraan orang-orang di sekelilingnya.

Tokoh selanjutnya yang terdapat dalam cerita ini adalah istri dari tokoh aku serta istri dari Ajo Sidi. Namun, kehadiran dua tokoh itu tidak terlalu penting dalam cerita ini, karena kehadirannya yang hanya sebagai pelengkap dan hanya muncul sebentar di dalam cerita ini, sehingga saya tidak akan membahasnya.

Selanjutnya cerita ini memiliki alur maju mundur. Hal ini terjadi karena di pertengahan cerita, tokoh kakek menceritakan kembali tentang kejadian Ajo Sidi yang bercerita tentang Haji Saleh.

Secara umum, cerpen Robohnya Surau Kami ini memiliki cerita yang sangat unik dan menarik. Cerita ini dikemas secara sederhana, tetapi penuh makna dan kritik atas kehidupan manusia pada jaman modern ini. 

Di mana manusia berlomba-lomba untuk memenuhi kepentingannya sendiri, bahkan dalam masalah agama. Manusia menjalankan agamanya dengan baik dan taat hanya agar dirinya dapat masuk surga. 

Manusia memuji Tuhannya tidak lagi dengan hati yang tulus karena mencintai-Nya, melainkan hanya agar memperoleh pahala dan semakin mudah jalannya untuk masuk ke surga. Sangat mengenaskan dan memprihatinkan memang, tapi itulah kenyataan pada masa kini yang berhasil ditangkap A.A. Navis dan dituangkannya ke dalam cerita ini. 

Selain keunggulan, cerpen ini juga memiliki kelemahan dari segi gaya bahasa yang terlalu tinggi, sehingga sulit untuk dibaca. Selamat membaca! (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni

Baca Juga:  9 Mahakarya Sinema Terbaik Sepanjang Masa yang Wajib Ditonton