Setiap tanggal 20 November diperingati sebagai Hari Anak Sedunia atau Word Children’s Day. Peringatan ini kali pertama diadakan pada tahun 1954.
Oleh Nurkhan, Kepala Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah 2 Campurejo, Panceng, Gresik, Jawa Timur.
Tagar.co – Peringatan Hari Anak Sedunia termasuk hari aksi global dari Unicef untuk anak-anak, oleh anak-anak, dan mengajak seluruh masyarakat dunia merayakan hak-hak anak. Hak yang didapatkan anak tidak bisa dinegosiasikan dan bersifat universal.
Tahun ini, Hari Anak Sedunia mengusung tema “Listen to the Future, Stand Up for Children’s Right” yang artinya “Dengarkan Masa Depan, Dukung Hak-Hak Anak”.
Anak-anak adalah masa depan dan mendukung hak-hak mereka berarti menciptakan generasi yang mampu membawa perubahan positif bagi bangsa dan negara.
Namun, masih banyak tantangan yang menghalangi mereka untuk menikmati hak-hak dasar, seperti pendidikan, kesehatan, perlindungan dari kekerasan, dan partisipasi dalam keputusan yang menyangkut hidup mereka.
Baca juga: Refleksi Milad Ke-112 Muhammadiyah
Hari ini, dunia menghadapi berbagai krisis. Dari perubahan iklim sampai konflik sosial. Anak-anak sering menjadi korban yang paling rentan. Oleh karena itu, mendengarkan suara mereka adalah langkah pertama yang harus dilakukan.
Anak-anak sendiri memiliki sudut pandang unik yang seringkali diabaikan oleh para pengambil keputusan. Padahal keputusan yang diambil tersebut akan berdampak pada kehidupan masa depan mereka.
Maka mendukung hak-hak anak berarti memastikan mereka memiliki akses kepada pendidikan yang berkualitas tanpa diskriminasi, layanan kesehatan yang memadai, dan lingkungan yang aman untuk tumbuh kembang anak.
Lebih dari itu, juga memberi mereka kesempatan untuk berbicara, mengungkapkan aspirasi, dan terlibat dalam proses pembangunan.
Enam Bekal untuk Anak
Maka, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan bagi anak-anak sebagai generasi penerus untuk melanjutkan perjuangan di masa depan.
Pertama, pendidikan dan pengetahuan. Memastikan anak-anak memiliki akses kepada pendidikan yang baik, baik formal maupun nonformal.
Mengajarkan kepada mereka sejarah perjuangan keluarga, masyarakat, atau bangsa, agar memahami akar perjuangan yang harus diteruskan.
Kedua, nilai dan karakter. Perlu penanaman nilai-nilai positif, seperti kejujuran, kerja keras, keberanian, dan rasa tanggung jawab. Untuk menjadikan mereka pribadi yang berintegritas sehingga siap menghadapi tantangan.
Ketiga, keterampilan hidup. Mengajarkan keterampilan yang relevan dengan perjuangan, seperti keterampilan teknis, kepemimpinan, atau berkomunikasi. Jadi harus menyiapkan mereka agar dapat beradaptasi dengan perubahan zaman, seperti teknologi dan globalisasi.
Keempat, kesadaran sosial, yaitu melibatkan mereka dalam kegiatan sosial untuk mengenalkan mereka pada kebutuhan masyarakat. Mengajarkan kepada anak-anak bagaimna pentingnya kontribusi terhadap lingkungan sekitar.
Kelima, menyiapkan mental dan emosional anak-anak untuk menghadapi kegagalan dan tantangan dengan ketangguhan mental. Memberikan dukungan emosional untuk membangun rasa percaya diri mereka.
Keenam, membantu mereka membangun hubungan yang positif dengan komunitas atau kelompok yang relevan. Juga mendorong mereka untuk belajar dari mentor atau orang-orang yang telah sukses dalam perjuangan serupa.
Ketujuh, mewarisi anak-anak dengan nilai spiritual. Karena jika perjuangan berakar pada nilai spiritual atau keagamaan, anak-anak bisa memahami betapa pentingnya iman dan moralitas sebagai pedoman hidup.
Pemerintah, masyarakat, dan keluarga memiliki tanggung jawab bersama untuk menciptakan dunia yang lebih baik bagi anak-anak. Memastikan setiap anak mendapatkan hak-haknya bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga investasi yang akan menentukan arah masa depan.
Saat kita mendengar dan mendukung mereka, kita sebenarnya sedang membangun pondasi bagi dunia yang lebih adil, sejahtera, dan berkelanjutan. Karena anak-anak adalah masa depan, mari kita pastikan mereka memiliki hak dan peluang untuk mewujudkan potensinya. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni