
Di Masjid Al-Qalam SMA Semen Gresik, khotbah Ustaz Husnul Khuluq menyentuh kalbu: sebesar apa pun dosa manusia, pintu ampunan Allah tetap terbuka bagi yang ingin kembali. Ramadan momentum terbaik untuk bertobat.
Tagar.co – Suasana di Masjid Al-Qalam SMA Semen Gresik, Jumat (21/3/2025), terasa khusyuk karena Ramadan telah memasuki sepuluh hari terakhir, waktu-waktu yang diyakini penuh dengan limpahan rahmat dan ampunan Allah.
Di tengah keheningan siang yang hangat, Drs. Husnul Khuluq, M.Pd., guru SMA Muhammadiyah 1 Gresik (Smamsatu), menyampaikan khotbah Jumat yang menggugah hati, menyoroti hakikat taubat di hadapan Allah Swt.
Ia membuka khotbahnya dengan mengingatkan tentang potensi manusia yang begitu tinggi. Menurutnya, “Ketika derajatnya mulia, maka manusia itu bisa menandingi malaikat. Seperti halnya derajatnya para Nabi, Rasul, dan juga orang-orang saleh.”
Baca juga: Tangis sang Pendosa di Malam Qadar
Namun, ia segera mengingatkan bahwa manusia juga bisa jatuh sangat rendah ketika melupakan nilai-nilai agama. “Setelah manusia menjadi buruh, melampiarkan segala hawa nafsunya, kemaksiatan-kemaksiatan, bebas, tanpa angan-angan dosa, tanpa terkendali dengan larangan-larangan agama. Maka dalam agama manusia seperti ini derajatnya paling rendah. Bahkan saking rendahnya bisa di bawah hewan.”
Ia mengutip Surah Al-A’raf 179, bahwa manusia seperti ini digambarkan sebagai:
أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ
“Mereka seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat.”
Di tengah pesan yang menusuk kesadaran itu, Husnul Khuluq tetap menghadirkan harapan. Ia mencontohkan Rasulullah saw., manusia yang dijaga dari dosa, namun tetap senantiasa memohon ampun kepada Allah.
“Beliau di dalam satu harinya bertobat dan memohon ampun kepada Allah sebanyak seratus kali minimal,” ujarnya, seraya membacakan hadis riwayat Muslim:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، تُوبُوا إِلَى اللَّهِ، فَإِنِّي أَتُوبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Wahai manusia, bertobatlah kalian kepada Allah. Sesungguhnya aku bertobat kepada-Nya dalam sehari sebanyak seratus kali.”

Kepada jemaah, yang sebagian besar pegawai kantoran, ia mengingatkan bahwa kita bukan manusia suci seperti Nabi. Maka setiap hari pasti ada saja celah dosa—baik dari lisan, penglihatan, maupun perbuatan.
“Hari-hari kita sudah pasti sedikit-sedikit kemudian kita mendapatkan dosa. Apakah dosa dari lisan kita, atau dosa dari penglihatan kita atau hari-hari ini kalau kita bersosial media, dosa dari tangan kita, tulisan kita,” ujarnya.
Meski demikian, ia berpesan agar tidak pernah menyerah untuk mengejar ampunan Allah. “Kita tidak boleh putus asa dari mencapai rahmat Allah,” tegasnya. Ia kemudian membacakan Surah An-Nisa 146, yang menyebutkan ciri-ciri orang yang akan dikumpulkan Allah bersama orang-orang beriman:
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
“Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.”
Tak hanya itu, ia juga menyampaikan seruan dari Surah Az-Zumar 53, pesan penuh kasih bagi siapa pun yang merasa dirinya sudah terlalu banyak dosa: ‘
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'”
Khotbah kemudian beralih pada keistimewaan waktu sahur sebagai momentum bertobat. “Hari ini kemudian kita berada di bulan Ramadan dan hampir berakhir. Kita memiliki waktu sahur yang masih tersisa 9 atau 8 hari lagi,” katanya.
Ia mengajak jemaah memanfaatkan malam-malam terakhir untuk memohon ampun di waktu sahur—waktu yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai waktu orang-orang saleh beristigfar seperti dalam Surah Ali Imran 17:
الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ
“(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar (jujur), yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.”
Lima golongan manusia itu, dalam ayat sebelumnya (Ali Imran 16) adalah orang-orang yang berdoa: ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka’
Ia menutup khotbahnya dengan doa dan harapan agar Ramadan ini benar-benar menjadi jalan untuk penyucian diri. “Mudah-mudahan Allah Subhanahuwataala senantiasa memudahkan langkah kita dalam beriman dan bertakwa kepada Allah, sehingga kita keluar dari bulan Ramadan ini menjadi hamba-Nya yang fitrah, suci, bersih, sebagaimana bayi yang baru dilahirkan. Dan mudah-mudahan kita termasuk hambanyaa yang husnul khatimah,” doanya.
Khotbah Jumat yang berlangsung sekitar dua puluh lima menit itu mengalir lembut namun dalam. Di masjid yang sederhana itu, gema kata-kata sang khatib terasa seperti panggilan batin—bahwa sebesar apa pun dosa seseorang, selama ia mau kembali, rahmat Allah selalu terbuka lebar. (#)
Jurnalis Mohammad Nurfatoni