Pulau Kelapa terletak di Kepulauan Seribu, Jakarta. Di pulau Kelapa dan beberapa pulau lainnya mata dan lidah kita begitu dimanjakan.
Oleh Jamaluddin, Dokter Spesialis Mata di Kamal, Madura, Jawa Timur.
Tagar.co – Pulau Kelapa banyak menyimpan cerita menarik bagi saya. Terlebih lagi, setelah adik lelaki saya menikah dengan seorang penduduk asli di sana sekitar 2004.
Sudah dua kali saya mengunjungi pulau itu. Pertama saat lamaran dan kedua saat pernikahan. Kedua kunjungan tersebut memberikan kesan yang berbeda, namun keindahan dan pesonanya tetap sama.
Pelabuhan Ikan
Ini kunjungan ketiga. Hari itu, Jumat 4 Oktober 2024, kami berangkat dari Muara Angke, Jakarta pukul 08.00 WIB.
Muara Angke adalah sebuah pelabuhan nelayan dan terminal penumpang di Jakarta Utara, Indonesia.
Terletak di kawasan Pluit, Muara Angke dikenal sebagai salah satu pusat perikanan terbesar di Jakarta, dengan pasar ikan tradisional yang ramai dan banyak kapal nelayan berlabuh di sini.
Selain sebagai pelabuhan perikanan, Muara Angke juga menjadi titik keberangkatan kapal-kapal penumpang yang menuju Kepulauan Seribu. Misalnya, menuju Pulau Kelapa, Pulau Harapan, dan pulau-pulau lainnya yang menjadi tujuan wisata populer.
Muara Angke punya banyak fasilitas. Ada tempat pelelangan ikan dan pasar ikan segar. Juga, dermaga untuk wisatawan yang ingin menikmati perjalanan laut menuju berbagai pulau di sekitar Teluk Jakarta.
”Bonus” Pulau
Diperkirakan perjalanan akan memakan waktu tiga jam dan kami bisa tiba sekitar pukul 11.00. Namun, kenyataan berkata lain. Namun kami baru tiba di Pulau Kelapa pada pukul 12.07, melewati waktu yang kami perkirakan.
Hal itu terjadi karena waktu berangkat yang tertunda, mestinya pukul 08.00 menjadi pukul 09.00. Akibatnya, kami tidak bisa mengejar waktu untuk shalat Jum’at di sana.
Kapal Miles 2, yang kami tumpangi, biasanya langsung berlabuh di Pulau Kelapa. Namun kali ini, kapal berlabuh lebih dulu di Pulau Harapan karena ada lebih banyak penumpang dengan tujuan ke pulau itu. Saat itu ada beberapa rombongan tour. Kami beruntung karena difasilitasi ”travel spesial” yaitu adik ipar sendiri yang asli Pulau Kelapa.
Pulau Harapan memang dikenal sebagai destinasi wisata yang cukup menarik. Lokasi ini, sering dikunjungi wisatawan. Terutama saat akhir pekan, suasananya sangat ramai. Wisatawan mancanegara, juga sering terlihat. Banyak yang sekalian berkunjung ke Pulau Kelapa Dua (berbeda dengan Pulau Kelapa), yang memiliki wisata penangkaran penyu dan pemandangan mangrove yang indah.
Dua Terhubung
Saat kapal tiba di pelabuhan Pulau Kelapa, suasana terlihat ramai namun hanya sebentar. Setelah kapal pergi, pelabuhan kembali sepi, hampir tidak ada orang.
Transportasi darat di pulau ini berupa becak, sepeda motor, dan sepeda motor roda tiga untuk mengangkut barang. Terlihat juga sekitar lima sepeda listrik baru, sepertinya baru dibeli dari Jakarta. Dari kejauhan, terlihat banyak sepeda listrik lainnya di daratan, mungkin menggantikan sepeda biasa.
Perjalanan dari pelabuhan ke homestay cukup menarik. Sebagian rombongan naik becak isi dua penumpang rata-rata. Sementara, saya dan beberapa anggota keluarga pria boncengan sepeda motor milik keluarga ipar.
Saya baru menyadari betapa dekatnya Pulau Kelapa dengan Pulau Harapan. Bahkan sekarang, keduanya sudah terhubung oleh jalan berpaving yang bagus, dengan beberapa bagian pinggir yang dilengkapi taman indah. Pulau Harapan, yang lebih sering dikunjungi wisatawan, terasa seperti tetangga dekat yang menyambut dengan keramahan khas kepulauan.
Sore Berkesan
Pulau Kelapa mungkin tidak sepopuler pulau-pulau lainnya di Kepulauan Seribu, tapi justru itu yang membuatnya istimewa. Di pulau ini ada ketenangan, keindahan alam, dan keramahan penduduk. Semua ini selalu membuat saya ingin kembali.
Saat tiba di Pulau Kelapa, saya dan rombongan segera bersiap turun dari kapal di pelabuhan Pulau Kelapa. Kami langsung menuju homestay untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan agenda sore hari.
Rencananya, adik saya sudah menyiapkan jadwal untuk mengunjungi tempat penangkaran penyu di Pulau Kelapa Dua. Pulau Kelapa Dua? Apa bedanya dengan Pulau Kelapa?
Pulau Kelapa Dua ada di sebelah Pulau Kelapa. Keduanya bisa terhubung dengan perahu, hanya sekitar 5 menit perjalanan. Jika Pulau Kelapa banyak penduduknya, maka Pulau Kelapa Dua hanya tempat wisata yang di sana ada tempat penangkaran penyu.
Kembali ke agenda yang telah disusun adik saya, ada perubahan. Oleh karena waktu yang sempit dan tempat penyu di Pulau Kelapa Dua tutup pukul 17.00, kami memutuskan untuk mengalihkan kunjungan pada Ahad pagi, sebelum kembali ke Jakarta.
Untuk sore itu, kami memutuskan menikmati pantai Pulau Kelapa sambil menunggu sunset. Suasana tenang dan angin laut yang segar membuat sore itu terasa sempurna.
Selanjutnya, ada ide, bahwa malam harinya atau besok malamnya, kami akan mencicipi kuliner di restoran apung yang terletak di dekat Pelabuhan Pulau Harapan. Restoran ini, saat kunjungan kami yang pertama, sepertinya belum ada.
Bermain di Pulau Dolpin
Setelah menikmati wisata di Pulau Kelapa, hari kedua yaitu Sabtu 5 Oktober 2024 kami melanjutkan dengan perjalanan ke Pulau Dolpin. Tujuan utamanya, untuk berenang. Tempatnya sangat indah. Ada hamparan pasir menjorok ke laut. Itu menambah kesan eksotik.
Pagi-pagi, sekitar pukul 07.30, kami berangkat dari Pulau Kelapa menggunakan perahu kecil yang bisa menampung sekitar 20 orang. Perjalanan ini memakan waktu sekitar 30 menit sambil melintasi gugusan pulau-pulau kecil yang indah. Pemandangan yang kami lalui memukau. Suasana laut yang tenang membuat perjalanan terasa begitu menyenangkan.
Sesampainya di Pulau Dolpin, kami menikmati sarapan yang sudah kami bawa dari penginapan. Menunya, sederhana. Ada ikan, telur, dan mi goreng. Meskipun ada beberapa warung makan di sekitar, kebanyakan masih belum buka, karena memang biasanya ramai saat siang.
Kami sengaja datang lebih pagi agar suasana tidak terlalu ramai, terutama agar anak-anak dan cucu lebih mudah diawasi. Untungnya, ada penjual degan segar yang sudah buka. Kami pun langsung memesan satu buah utuh, rasanya benar-benar menyegarkan di tengah cuaca pantai yang panas. Tak lupa, es teh favorit juga sudah kami siapkan dari rumah, selalu menjadi andalan di cuaca pantai yang terik.
Asyik di Pulau Putri
Setelah puas menikmati Pulau Dolpin, kami melanjutkan perjalanan ke Pulau Putri. Konon, pulau ini adalah milik Keluarga Cendana. Di sini, kami berkesempatan untuk melihat ikan-ikan dan terumbu karang dari sebuah terowongan bawah laut yang didesain sedemikian rupa.
Menyaksikan ikan bandeng besar, kerapu, ikan hias, hingga bulu babi yang berenang bebas di habitat aslinya sungguh pengalaman yang menyenangkan. Bulu babi? Apa itu?
Bulu babi adalah hewan laut. Ada bagian tubuhnya yang bisa dimakan dengan rasa gurih bertekstur lembut. Bulu babi ini dinyatakan halal, karena merupakan golongan hewan laut.
Menariknya, bulu babi bisa langsung dipesan dengan harga sekitar Rp10.000 per buah. Namun karena waktu yang terbatas, kami urung mencobanya. Proses pengambilannya pun harus menyelam dulu, jadi kami hanya puas melihat-lihat dan berfoto.
Pulau Putri juga menjadi tempat favorit para wisatawan, termasuk tamu-tamu mancanegara yang menginap di sana. Kami sempat mampir ke sebuah restoran dan melihat akuarium besar berisi ikan kerapu hitam, putih, dan berbagai jenis ikan lainnya yang menambah kesan eksotis. Setelah 30 menit berkeliling, kami kembali ke perahu dan bersiap menuju tujuan makan siang berikutnya.
Warung Apung Itu
Makan siang kali ini kami nikmati di Warung Apung, yang letaknya dekat dengan Pelabuhan Pulau Harapan. Warung itu milik Pak Harun. Tiba di sana, kami disambut langsung oleh Pak Harun yang saat itu sedang mengecat miniatur kapal, salah satu karya hiasan yang dijualnya.
Kami dipersilakan masuk ke ruang makan terbuka di atas laut. Antara lain, ada sensasi mencuci tangan langsung di air laut. Ini, menjadi pengalaman unik yang tak terlupakan. Hal lain, ikan-ikan segar yang masih hidup di keramba bisa dilihat langsung, termasuk ikan bawal, baronang, serta kepiting yang bisa dipesan.
Kami memesan 4 paket untuk dinikmati bersama. Masing-masing terdiri dari ikan bakar baronang, ikan bakar, cumi goreng tepung, cah kangkung, kerupuk, dan dua teko besar es teh. Tidak ketinggalan dua porsi kepiting asam manis juga menjadi hidangan tambahan (dipesan khusus) yang sangat menggugah selera.
Setelah makan siang yang begitu memuaskan, Pak Harun menyapa kami dengan senyum sumringah saat kami menuju kasir. Rasa syukur dan puas menyelimuti kami setelah menikmati makan siang di tengah laut dengan ikan yang benar-benar segar.
Terus Menikmati
Setelah makan, kami kembali ke penginapan untuk melaksanakan shalat jamak takhir dhuhur dan ashar. Lalu, istirahat sejenak.
Malam harinya, bakda maghrib, kami melanjutkan aktivitas dengan berjalan-jalan di area taman bermain dekat pelabuhan. Malam itu, kami menikmati sate ayam, mi rebus, dan es jeruk, sebagai alternatif dari hidangan ikan yang sudah cukup sering kami santap.
Sebelum beristirahat, kami juga sempat berkeliling pulau. Kami menggunakan sepeda motor. Tentu, relatif kurang asyik karena pemandangan tidak begitu jelas tersebab sudah menjelang petang.
Rencana kami, esoknya berkeliling pulau di pagi hari sambil menikmati sunrise. Atas agenda ini, anggota rombongan bersemangat.
Bahagia dan Bersyukur
Hari ketiga, Ahad 6 Oktober 2024, sekitar pukul 08.00 kami sarapan dengan ikan bakar tongkol dan telur balado. Setelah selesai berkemas, kami bersiap-siap menuju pelabuhan. Agenda, pulang ke Jakarta.
Kapal kami dijadwalkan berangkat pukul 10.00. Setelah menunggu penumpang penuh, kapal akhirnya berangkat sekitar pukul 10.50. Kapal pun bersandar dengan selamat di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara pada pukul 14.20.
Alhamdulillah, perjalanan wisata bersama 16 anggota keluarga, termasuk anak, cucu, saudara, ipar, dan teman-teman sungguh membahagiakan. Ini, sekaligus silaturahmi ke keluarga adik di Pulau Kelapa. Semua, berakhir dengan kesan yang sangat menyenangkan. Semoga kami bisa kembali lagi di lain waktu. (#)
Bangkalan, 15 Desember 2024
Penyunting Mohammad Nurfatoni