Feature

Program Deteksi Dini untuk Siswa yang Punya Gangguan Belajar

×

Program Deteksi Dini untuk Siswa yang Punya Gangguan Belajar

Sebarkan artikel ini
Program deteksi dini untuk siswa dengan gangguan belajar diulas pada UMM Autism Summit 2024. Kelas workshop ini banyak diminati peserta. Bangku di aula lantai 9 Gedung Kuliah Bersama 4 terisi penuh.
Sebagian peserta kelas Workshop “Program deteksi dini untuk siswa dengan gangguan belajar” di UMM Autism Summit 2024. (Tagar.co/Sayyidah Nuriyah)

Program deteksi dini untuk siswa dengan gangguan belajar diulas pada UMM Autism Summit 2024. Kelas workshop ini banyak diminati peserta. Bangku di aula lantai 9 Gedung Kuliah Bersama 4 terisi penuh.

Tagar.co – Dosen Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Dr. Weny Savitri Pandia, M.Si., Psikolog, menjelaskan program deteksi dini untuk siswa dengan gangguan belajar.

Yang perlu guru lakukan adalah menggali informasi dari orangtua. Apa saja informasinya?

Baca juga: Membangun Kelas Inklusif untuk Mendukung Siswa Autis

Pertama, terkait riwayat kesehatan anak. Di antaranya, apakah anak melewati fase merangkak, makan makanan harus diblender terus karena muntah kalau tidak diblender, masih mengompol, dan kapan mulai berjalan.

Kedua, gambaran perilaku yang paling menjadi keluhan. Misal, anak tidak bisa diam, terus-menerus salah mengerjakan ketika dikasih instruksi.

Ketiga, kapan masalah mulai timbul. Misal, mengompol sejak ayah bekerja di luar kota, pendiam sejak ibu marah-marah jadi anak tertekan.

Keempat, penanganan yang telah dilakukan orangtua. Di samping itu, perlu melakukan observasi dan wawancara pada anak. Pertama, cek penglihatan dan pendengaran anak. Kedua, kenali detil yang menjadi keluhan.

Kesulitan Belajar Spesifik Vs Umum

Ada dua jenis kesulitan belajar, spesifik dan umum. Gangguan belajar spesifik baru terdeteksi ketika anak memasuki usia sekolah.

Karena pada usia sebelumnya, kemampuan anak belum matang. Misal, wajar jika anak kelas I menulis terbalik. Bisa jadi karena kemampuannya belum matang, bukan berarti ia mengalami disleksia.

Pada dasarnya, kita tidak terlalu kaku dengan diagnosa. Yang penting kita tahu bagaimana ciri-cirinya pada anak.

Baca jugaStrategi dan Intervensi Terkini untuk Anak dengan Autisme

Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik memiliki tingkat kecerdasan intelejensi (IQ) normal (rata-rata) bahkan superior. Tapi prestasinya rendah, tidak paham ketika dijelaskan, apalagi disuruh menulis. Ini karena ada sesuatu yang berbeda pada pemrosesan informasi di otaknya.

Adapun kesulitan belajar umum, anak mengalami hambatan dalam mengikuti pembelajaran. Anak dengan kesulitan belajar ini berbeda dengan anak lain. Maka guru perlu menyiapkan program inklusif sesuai dengan kebutuhan anak.

Misal, mengalami masalah atensi. Saat guru memanggil, “Anak-anak lihat ke sini!” Lalu anak bisa mengikuti, berarti atensinya bagus. Kalau tidak bisa, berarti mengalami masalah atensi.

Dr. Weny Savitri Pandia, M.Si. Psikolog, Dosen Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya pada workshop UMM Autism Summit 2024 di Aula lantai 9 GKB 4. (Tagar.co/Sayyidah Nuriyah)

Ciri Anak dengan Gangguan Belajar

Gangguan belajar umum ada macam-macam. Bisa jadi penyebabnya karena motivasi, kebutuhan khusus, atau kurang stimulasi.

Masalah atensi. Anak dengan masalah atensi memiliki ciri-ciri sulit mengarahkan perhatian pada tugas, sulit berkonsentrasi pada jangka waktu lama, mudah terdistraksi hal-hal di sekitarnya, tidak dapat menyelesaikan tugas, dan melamun berlebihan. Misal, ketika ada suara sedikit atau orang lewat, anak langsung menoleh.

Kesulitan membaca. Ciri-cirinya, ada huruf yang hilang, membaca terbolak-balik, salah menyebutkan kata, mengganti huruf/kata, membaca dengan melompat baris, mengabaikan tanda baca, sulit memahami bacaan, dan ragu-ragu dalam membaca.

Baca jugaPengalaman Dosen Singapura Mengajari Anaknya yang Autis Bisa Membaca, Ini Resepnya

Kalau sudah menemui ciri-ciri di atas, jangan memaksa anak membaca agar konsep dirinya tidak terganggu. Jangan sampai motivasi kita justru bikin anak jadi rendah diri karena dia jadi bahan tertawaan temannya.

Kesulitan menulis. Bukan karena anak tidak mau menulis tapi memang ada hambatan motorik sehingga anak sulit menulis, serta kesulitan mengarang dan menyalin.

Kesulitan dalam bahasa lisan. Tidak bisa mengemukakan ide secara lisan, gagap dalam bicara jadi malas bicara, dan terkesan ragu dalam berbicara. Untuk anak yang mengalami ini, guru bisa mengubah cara evaluasinya. Yakni secara tertulis atau mengetik. 

Baca jugaAnak Belum Bisa Bicara? Begini Cara Menerapi Wicara

Masalah dalam keterampilan sosial. Anak tidak bisa melihat social cues, salah menginterpretasikan perasaan orang lain, tidak paham mengapa dianggap mengganggu orang lain, tidak sadar dampak perilakunya terhadap orang lain, dan tidak dapat mengambil sudut pandang orang lain.

Masalah pemrosesan psikologis. Sulit mengingat dan melakukan abstraksi, tidak mandiri, tidak teliti/ceroboh, kaku/hanya mengikuti prosedur, dan tidak paham tuntutan tugas.

Kesulitan aritmatika. Sulit berhitung, menyelesaikan masalah, dan menyelesaikan soal cerita.

Intervensi

Lantas, kalau sudah tahu ciri-cirinya, hal apa yang dapat dilakukan? Pertama, identifikasi kesalahan atau kesulitan yang dialami. Kedua, cari sumber masalah.

Lakukan intervensi sesuai kesulitan yang dialami. Guru kelas bisa coba memindahkan tempat duduk anak ke dekat guru atau mendampingi khusus ketika mengerjakan tugas.

Baca jugaUMM Autism Summit 2024 Libatkan Banyak Pihak

Bisa juga dengan memberikan anak waktu tambahan untuk mengerjakan. Kalau tidak berhasil, lakukan asesmen di sekolah, jangan-jangan memang anak berkebutuhan khusus.

Kalau menemui anak berbicara terbalik, jaga mimik muka dan gesture kita. Bersabar sambil langsung membenarkan agar dia tidak minder. “Ulangi, Nak. Santai, Nak. Tarik napas, Nak,” dia menyontohkan. (#)

Jurnalis Sayyidah Nuriyah Penyunting Mohammad Nurfatoni

Baca Juga:  Kisah Zinedyne Zidane Lulus UMM tanpa Skripsi