Feature

Platform Medsos yang Cocok untuk Branding Sekolah

228
×

Platform Medsos yang Cocok untuk Branding Sekolah

Sebarkan artikel ini
Bekti Sawiji di ujian terbuka disertasinya (Tagar.co/Agus Hilda)

Platform medsos yang cocok untuk branding sekolah terungkap dalam penelitian Bekti Sawiji. Dia menyampaikannya dalam Ujian Promosi Doktor di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Tagar.co – Pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan oleh para penguji dalam Ujian Promosi Doktor di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang membuat sang calon doktor, Bekti Sawiji kehausan. Dinginnya Auditorium Gedung SBY B Lantai IV Pascasarjana UIN Maliki, Senin (16/12/2024) tak dirasakannya.

Tutup Banner untuk melanjutkan baca

Apalagi giliran selanjutnya adalah Ketua Tim Penguji sekaligus Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Prof. Dr. H. M. Zainuddin, M.A. Rektor juga ikut membedah disertasi Bekti Sawiji yang berjudul Manajemen Media Sosial dalam Meningkatkan Citra Lembaga Pendidikan (Studi Multi Kasus di SMK Muhammadiyah Lumajang dan MAN Lumajang).

“Mohon izin para penguji, saya minum dulu,” ucap Bekti. Dia kemudian mengambil air mineral botol yang telah disiapkan di podium, kemudian turun dan duduk di kursi. Segera minum dan kembali lagi ke podium.

Prof. Zainuddin (tengah) menyimak jawaban Bekti Sawiji (Tagar.co/Agus Hilda)

Antara Starbuck dengan Amstirdam

Mengawali gilirannya, Rektor UIN Maliki menyapa sang calon doktor. “Saudara promovendus Bekti Sawiji sudah minum ya?” tanyanya sambil tersenyum.

“Alhamdulillah sudah Prof,” jawab Bekti singkat dan juga sambil tersenyum.

“Manajemen media sosial dalam peningkatan citra lembaga pendidikan, itu platformnya apa saja yang dipakai? Saat ini kan ada FB (Facebook), Instagram, TikTok, WA (WhatsApp), YouTube, Podcast, dan Twitter (X) . Nah yang populis memang WA, lalu TikTok, yang elitis itu Twitter (X), kemudian YouTube isinya macam-macam. Coba dijelaskan apa platform yang dipakai?” tanya Prof. Zainuddin.

“Memang kita memiliki media sosial seperti yang disebutkan tadi. Kemudian di penelitian ini fokus pada Instagram dan TikTok. Alasannya betul tadi yang diungkapkan Prof. Zainuddin bahwa TikTok itu lebih populis, lebih banyak penggunanya. Sedang FB kurang diminati oleh anak milenial,” jawab Bekti.

Baca juga: Lumajang Butuh Manajemen Medsos? Ada Doktor Bekti Sawiji!

Instagram itu lebih kaya isi terutama foto dan video-video pendek seperti Reels. Instagram lebih bagus dan menarik untuk menampilkan konten. Sehingga sekolah-sekolah itu menggunakan kedua medsos itu,” jelas Bekti.

Ketua tim penguji melanjutkan pertanyaannya. Ini sebetulnya dekat dengan branding. Jadi kalau dikaitkan dengan branding seperti apa? Jadi mencitrakan sebuah lembaga perlu ada branding. Itu seperti apa implementasinya?

“Dan tadi disebut dampak kuantitatifnya, dan juga tampak kualitatifnya. Kuantitatifnya itu harusnya before dan after. Jadi sebelumnya itu seperti apa dan sesudahnya seperti apa? Jadi sebelum pengelolaan medsos, dalam hal ini TikTok dan Instagram, itu ternyata tidak sebanyak sebelumnya dari aspek siswa peminat. Ini harus dilihat seperti apa?” tanya Zainuddin.

Sesaat kemudian Bekti berupaya kembali mempertahankan disertasinya. “Ini ada dua pertanyaan. Pertama, bagaimana sekolah mem-branding lembaga agar memiliki citra yang bagus. Itu suatu hal yang mudah-mudah sulit. Artinya yang sulit itu kadang lembaga tidak memiliki tenaga yang cukup ahli di bidang tersebut. Sehingga tidak semua sekolah atau lembaga memanfaatkan media sosial,” ungkap Bekti, yang juga jurnalis Tagar.co.

Menurut Bekti, dengan media sosial, branding itu sangat mudah dilakukan. Ini karena dengan medsos yang dituju adalah tingkat visibility dari lembaga tersebut. Kalau ada lembaga baru yang tidak akrab dengan medsos, maka dia akan terus tenggelam menjadi lembaga yang tidak berkembang atau maju.

Baca jugaKelola Medsos Perlu Tim Manajemen Andal, Disertasi Bekti Sawiji

“Ini karena visibility-nya rendah, tidak banyak masyarakat tahu. Mungkin malah kalah dengan makanan-makanan yang viral. Pentol 15.000 rupiah satu mangkok misalnya, kalah dengan yang begini. Mengapa lembaga tidak melakukan yang demikian? Maka dari sinilah bagaimana branding lembaga itu dilakukan,” paparnya.

Pertanyaan kedua mengenai dampak. Jadi, before dan after-nya mungkin tidak terlalu terasa, terutama dalam hal yang kuantitatif, yaitu soal jumlah murid. Jumlah murid di sebuah lembaga pendidikan, tidak mengalami penurunan saja itu sebuah prestasi.

“Kalau bicara kuantitatif, tidak turun itu sudah prestasi. Kenapa? Kalau kita lihat sekolah-sekolah, di luar lembaga yang saya teliti, ada sekolah yang sibuk mempertahankan jumlah muridnya. Ada yang satu kelas hanya 8 atau 10 orang. Sementara di sekolah sebelahnya siswanya ratusan.

Kedua, tetap, lembaga mampu mendapatkan tambahan siswa, berkat dari branding medsos tadi, tetapi mereka mengikuti aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam hal ini SMK, SMA dan MA oleh Dinas Pendidikan Provinsi, yaitu mengenai pagu sekolah. Mungkin perguruan tinggi juga demikian, ada pagu atau kuota. Oleh karena itu sekolah tetap pagunya seperti itu. Yang penting tidak mengalami penurunan,” urai Bekti dengan penuh keyakinan.

Di bagian akhir, Prof. Zainuddin tidak melontarkan pertanyaan, tetapi sebuah pesan penting untuk manajemen lembaga pendidikan.

“Terakhir, saya ingat kata-kata Sayidina Ali. Ini terkait dengan manajemen. Jadi, sesuatu yang benar atau hak jika tidak dikelola dengan baik maka akan dikalahkan dengan sesuatu yang batil. Itu luar biasa. Maka lembaga pendidikan, apalagi lembaga Islam, kalau dikelola acak-acakan, akan kalah dengan, ekstrimnya itu lokalisasi. Itu sekarang lokalisasi manajemennya luar biasa. Begitu pentingnya manajemen untuk sebuah lembaga, dan branding itu penting,” tegasnya.

“Starbuck itu sekarang harganya bisa 100.000 rupiah satu cangkir di kawasan hotel atau bandara. Itu kan karena branding. Sementara kopi Amstirdam, ada yang tahu kopi Amstirdam? Amstirdam itu kependekan dari Ampel Gading, Sumber Manjing Wetan, Tirtoyudo dan Dampit. Empat kecamatan penghasil kopi di Kabupaten Malang. Itu sebenarnya kopinya lebih enak dari starbuck. Tetapi karena tidak dibranding maka kemudian kalah,” tutur Prof. Zainuddin. (#)

Jurnalis Sugiran Penyunting Mohammad Nurfatoni

Baca Juga:  Tabligh Akbar di Jember, Din Syamsuddin Ajak Kembangkan Persaudaraan Kemanusiaan