Telaah

Perbedaan Lausyaallah dengan Insyaallah

×

Perbedaan Lausyaallah dengan Insyaallah

Sebarkan artikel ini
Apa arti lausyaallah? Bagaimana praktik penggunaan lausyaallah dalam Al-Qur’an? Apa perbedaannya lausyaallah dengan insyaallah?
Ilustrasi AI

Apa arti lausyaallah? Bagaimana praktik penggunaan lausyaallah dalam Al-Qur’an? Apa perbedaannya lausyaallah dengan insyaallah?

Oleh Ustaz Ahmad Hariyadi, M.Si, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam An-Najah Indonesia Mandiri (STAINIM). 

Tagar.co – Kalimat lausyallah terdiri dari 3 kata, yaitu: lau artinya jika, sya artinya menghendaki, dan Allah. Lausyaallah artinya jika Allah menghendaki.

Kalimat ini tidak kurang dari 21 kali digunakan dalam Al-Qur’an, beberapa di antaranya: Al-Baqarah/2:20, An-Nisa’/4:90, dan Al-Maidah/5:48.

Walaupun terjemah lausyaallah sama dengan insyaallah, namun dari konteks penggunaannya akan terlihat perbedaannya maknanya.

Baca juga: Salat Berjemaah: Wajib atau Sunah?

Kalimat lausyaallah tidak hanya digunakan Allah ketika menyampaikan berita Ilahiah (wahyu), tetapi juga diucapkan oleh orang kafir, dan orang musyrik.

Berikut ini contoh penggunaannya:

a. Berita Ilahiah

“Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jika Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu” (Al-Baqarah/2:20).

“Dan kalau AIlah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu ummat yang satu (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa saja yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan” (An-Nahl/16:93).

Pada ayat-ayat di atas Allah menjelaskan kemahakuasaan-Nya, apa saja yang Dia kehendaki pasti terjadi. Tidak ada satupun kekuatan yang bisa menghalangi kehendakNya, semua kejadian ini berada dalam pengetahuan Allah.

Baca Juga:  Syafaat Menurut Al-Qur'an

b. Ucapan Orang Kafir

“Ketika rasul-rasul datang kepada mereka dari depan dan dari belakang meraka (dengan menyerukan), ‘Janganlah kamu menyembah selain Allah’. Mereka menjawab, ‘Jika Tuhan kami menghendaki tentu Dia akan menurunkan malaikatnya, maka sesungguhnya kami kafir kepada wahyu yang kamu diutus membawanya. “(Fushshilat/41:14, baca juga surat Al-Mukminun/23:24).

Dari ayat ini kita bisa mengerti bahwa yang diingkari orang-orang kafir itu bukan keberadaan Allah atau Malaikat, sebab kalimat ‘jika Allah menghendaki niscaya akan mengutus malaikat’ secara implisit mengakui keberadaan Allah dan Malaikat.

Kekafiran itu lebih disebabkan oleh penolakan terhadap misi kerasulan, yaitu menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang diagung-agungkan.

c. Ucapan Orang Musyrik

“Dan berkatalah orang-orang musyrik, Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah suatu apapun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharamkan sesuatu pun tanpa (izin)-Nya’. Demikianlah yang diperbuat orang-orang sebelum mereka, maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanah Allah) dengan terang” (An-Nahl/16:35, baca juga surat Al-An’am/6:148).

Ayat ini merupakan contoh sebagian orang yang melakukan kemaksiatan yang berlindung di balik pemahaman takdir. Mereka lupa bahwa yang dimintai pertanggungjawaban oleh Allah itu bukan sesuatu yang terpaksa mereka terima seperti: mengapa dilahirkan di Indonesia, mengapa wajahnya kok kurang ganteng, dan yang semisal dengan itu.

Baca Juga:  Empat Bekal dari Nabi bagi para Pendakwah

Sesuatu yang mereka bebas untuk memilih itulah yang akan dimintai pertanggungjawaban, seperti; mengapa tidak memilih syariat Islam untuk mengatur urusan ritual ataupun kemasyarakatannya, mengapa memilih calon isteri tidak dilandasi oleh agama, dan semacamnya.

Baca jugaFahisyah, Perbuatan Keji yang Dikutuk di Al-Qur’an

Dari pengunaan kata lausyaallah di atas terlihat perbedaannya dengan insyaallah. Insyaallah digunakan untuk suatu urusan yang akan datang (belum terjadi), sementara Iausyaallah digunakan untuk urusan yang telah selesai.

Karena peristiwanya sudah terjadi, maka pengandaian itu tidak mungkin terjadi dalam waktu yang bersamaan. Seperti kalimat ‘Jika Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan umat ini umat yang satu’. Kenyataannya Allah telah menjadikan umat beragam, sehingga pengandaian ini tidak mungkin terjadi.

Jangan gunakan kata lausyaallah sebagai alasan untuk bermalas-malasan ataupun melakukan kemaksiatan yang lain, sebab orang musyrik pun telah menggunakan kata lausyaallah untuk tetap berada dalam kesyirikan. Insyaallah kita bisa! (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni