Peran ayah sangat dibutuhkan anak. Seorang ayah harus memanfaatkan waktu untuk memberikan kasih sayang, pendidikan, dan perhatian, bukan hanya materi. Hari Ayah adalah momen untuk refleksi.
Oleh Mahyuddin Syaifulloh, Waka Kurikulum SMP Muhammadiyah 10 Sidoarjo (Miosi).
Tagar.co — Di Indonesia, Hari Ayah diperingati pada tanggal 12 November setiap tahun. Dari beberapa referensi, peringatan ini dipelopori oleh Perkumpulan Putra Ibu Pertiwi (PPIP) yang mengadakan deklarasi Hari Ayah Nasional pada tahun 2006 di Solo, Jawa Tengah.
Deklarasi ini diikuti dengan penandatanganan pernyataan dari anak-anak di Indonesia untuk menghormati peran ayah.
Momentum Refleksi
Anak tidak bisa memilih orang tua. Mereka lahir sebagai simbol cinta antara kedua orang tuanya. Di masa anak-anak sampai remaja, peran orang tua begitu signifikan: dari makan, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, hingga keteladanan.
Seiring waktu bergulir, arus takdir menuntun setiap anak menemukan takdir keluarga masing-masing. Ada yang tumbuh remaja, hingga bisa berdiri di atas kakinya sendiri, kedua orang tuanya masih sehat dan harmonis.
Baca juga: Guru Hebat Rahim para Pahlawan
Ada yang tumbuh hingga remaja ayah ibunya masih ada tetapi bercerai. Ada lagi ketika tumbuh remaja ayahnya meninggal terlebih dahulu, atau sebaliknya.
Bisa juga ketika tumbuh remaja ayah ibunya telah tiada. Banyak takdir yang tidak bisa dilawan oleh seorang anak. Dia harus senantiasa siap dalam segala kondisi takdirnya, dia tidak akan pernah bisa melawan takdir kematian orang tuanya.
Seorang tidak bisa melawan takdir perceraian ayah ibunya, meskipun katanya anak buah cinta. Memang tidak ada jaminan hidup, keharmonisan keluarga maupun umur manusia. Manusia sekadar berikhtiar menjaga keharmonisa keluarga, hidup sehat, selebihnya takdir Sang Pencipta lebih berkuasa.
Fatherless
Istilah fatherless menggambarkan anak yang tumbuh tanpa ayah, baik karena kematian, perceraian, atau ayah yang bekerja jauh. Data Unicef 2021 menunjukkan sekitar 20,9 persen anak di Indonesia tumbuh tanpa ayah. Susenas 2021 juga mencatat dari 30,83 juta anak usia dini, sekitar 3 juta anak tidak tinggal bersama ayah biologisnya.
Dari jumlah tersebut, 2,67 persen atau sekitar 826.875 anak usia dini tidak tinggal bersama ayah dan ibu kandung. Kemudian, 7,04 persen atau sekitar 2.170.702 anak usia dini hanya tinggal bersama ibu kandung.
Artinya, dari jumlah 30,83 juta anak usia dini yang ada di Indonesia, sekitar 2.999.577 orang kehilangan sosok ayah atau tidak tinggal bersama dengan ayahnya.
Tentunya ini jumlah yang banyak. Ini belum termasuk ayah yang masih ada, keluarganya tidak bercerai, tetapi ayahnya yang tidak peduli. Mereka lebih mementingkan warung kopi daripada bermain dengan anak; mementingkan Tik Tok daripada berkomunikasi dengan anak. Tentu angka anak yang tumbuh tanpa ayah akan semakin besar.
Hari Ayah adalah momen untuk refleksi. Seorang ayah harus memanfaatkan waktu untuk memberikan kasih sayang, pendidikan, dan perhatian, bukan hanya materi. Komunikasi dan keteladanan sangat penting dalam mendampingi anak tumbuh di era digital yang penuh tantangan.
Menjadi ayah ideal memang tak mudah, namun niat untuk berkomunikasi dan memahami anak adalah langkah pertama. Ingat, anak adalah buah cinta yang perlu disiram dengan cinta agar tumbuh optimal.
Penulis ingin mengingatkan diri sendiri dan para ayah lainnya untuk tidak membiarkan kesempatan menjadi ayah yang berarti terlewatkan. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni