Pemain naturalisasi di Timnas Indonesia berperan panting dalam dua laga Kualifikasi Piala Dunia 2026. Melawan Arab Saudi dan Australia, Indonesia berhasil bermain imbang sehingga meraih dua poin.
Opini oleh Prima Mari Kristanto, pengamat ekonomi, sosial, dan politik.
Tagar.co – Tim Nasional (Timnas) Indonesia berhasil meraih 1 poin setelah menahan imbang Australia di Gelora Bung Karno pada 10 September 2024. Pada lanjutan pertandingan Grup C putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia itu, kiper Marteen Paes menjadi pahlawan dengan penyelamatan-penyelamatan gemilangnya.
Sebelumnya, dalam pertandingan perdana melawan Arab Saudi pada 6 September 2024, Indonesia juga bermain imbang 1-1. Di Jeddah, Indonesia tampil impresif berkat kontribusi pemain naturalisasi. Ragnar Anthonius Maria Oratmangoen, yang baru saja menunaikan ibadah umrah dan plontos, mencetak gol untuk Indonesia.
Hasil ini menunjukkan bahwa faktor pemain dan pelatih sangat penting. Shin Tae Yong, dengan pengalaman sebagai pemain dan pelatih timnas Korea Selatan, didukung oleh pemain-pemain diaspora kelas dunia.
Baca juga: Koalisi Besar, Kartel Politik, dan Potensi Sewenang-wenang
Pemain asli Indonesia juga tidak boleh dianggap remeh. Rizky Ridho, Marcelino Ferdinan, Pratama Arhan, dan Witan Sulaiman yang tampil melawan Australia menjadi inspirasi bagi pemain lokal. Namun, untuk mencapai prestasi di level dunia, Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan pemain asli. Contohnya, Prancis pada 1998.
Saat menjadi juara dunia itu, Prancis diperkuat oleh pemain diaspora seperti Zinedine Zidane, Marcel Desailly, dan Christian Karembeu. Dominasi ras asli Prancis yang berkulit putih sudah tidak lagi sejak saat itu. Terbaru, Timnas Spanyol menjadi Juara Eropa 2024 dengan pemain diaspora seperti Lamine Yamal dan Nico Williams yang keturunan Afrika.
Sepakbola, yang berasal dari Eropa, telah menjadi bagian dari budaya lokal di sana. Sejarah Piala Dunia menunjukkan bahwa hanya Amerika Latin yang bisa menyaingi Eropa. Sementara Asia, Afrika, dan Australia sering kali hanya mampu menjadi kuda hitam.
Berkah Naturalisasi
Keberadaan opsi naturalisasi oleh FIFA memungkinkan pemain berpindah kewarganegaraan untuk membela negara lain. Kehadiran pemain Eropa, terutama dari Belanda, di timnas Indonesia menjadi berkah. Para pemain ini mendapatkan kesempatan untuk tampil di Piala Dunia, sementara PSSI mendapatkan pemain kualitas Eropa.
Tanpa mengurangi penghargaan terhadap bakat pemain asli Indonesia, faktanya tanpa pemain diaspora, prestasi sepakbola Indonesia hanya terbatas di tingkat Asia Tenggara. Sejak kemerdekaan pada 1945, prestasi terbaik Indonesia di tingkat Asia hanya mencapai peringkat ke-4.
Pemain diaspora berfungsi sebagai mentor bagi pemain lokal. Mereka adalah pemain dari liga-liga elite dunia seperti Eredivisie Belanda, Serie A Italia, dan Liga Amerika yang bersedia membela Indonesia. Harapan agar pemain asli Indonesia bisa bermain di liga-liga elite dunia masih sulit terwujud dalam waktu dekat. Sepakbola modern membutuhkan kemampuan organisasi dan strategi yang tinggi, bukan hanya kekuatan fisik.
Kualitas pemain juga dipengaruhi oleh kualitas negara, termasuk gizi, kesehatan, dan pendidikan. Anggaran untuk sektor-sektor ini berhubungan dengan kebijakan politik, subsidi, dan pajak. Pemain diaspora bisa berkualitas karena mendapatkan fasilitas terbaik dari negara asal mereka.
Rizky Ridho, Pratama Arhan, Marcelino Ferdinand, dan kawan-kawan telah menunjukkan kemampuan mereka yang mendekati pemain diaspora. Emas Olimpiade Paris 2024 dari cabang angkat besi dan panjat tebing membuktikan bahwa bakat asli Indonesia bisa bersaing di tingkat dunia.
Untuk meningkatkan potensi bakat Indonesia di level dunia, diperlukan perhatian serius dari pemerintah. Selain subsidi untuk meningkatkan kualitas gizi, kesehatan, dan pendidikan, kompetisi olahraga yang berkualitas juga harus diintensifkan.
Jangan sampai kompetisi olahraga kalah menarik dibandingkan dengan kompetisi politik seperti pemilihan presiden atau pemilihan kepala daerah. Menampilkan duta-duta olahraga, pendidikan, dan budaya ke tingkat dunia sama pentingnya dengan menghadirkan calon pemimpin politik. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni