Feature

Pascaramadan, Saatnya Mahasiswa Menyala Kembali dengan Ilmu dan Ukhuwah

167
×

Pascaramadan, Saatnya Mahasiswa Menyala Kembali dengan Ilmu dan Ukhuwah

Sebarkan artikel ini
Merajut ukhuwah, menebar inspirasi! Halalbihalal STIT Muhammadiyah Lumajang bersama Ketua PDPM Lumajang, Akhmad Mujaddid Mambaur Rosyad, S.Pd.I di Masjid PB Sudirman, Senin (14/4/2025) (Tagar.co/Dimas Andriansyah)

Dalam pengajian pascaramadan, Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Lumajang mengajak mahasiswa STIT untuk terus merawat ukhuwah, menjaga ibadah, dan menjadi penyebar ilmu serta inspirasi di tengah masyarakat.

Tagar.co – Ramadan telah berlalu, namun semangatnya tak boleh padam. Di tengah semangat Syawal yang masih terasa hangat, mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Muhammadiyah Lumajang mendapatkan siraman rohani yang menyentuh dan membangkitkan refleksi.

Senin pagi (14/4/2025), Masjid PB Sudirman di lingkungan Perguruan Muhammadiyah Lumajang menjadi tempat berlangsungnya pengajian bertema Merajut Ukhuwah, Eratkan Silaturahmi, Menebar Inspirasi.

Baca juga: Mahasiswa STIT Muhammadiyah Lumajang Manfaatkan Waktu Luang di Alun-Alun

Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Lumajang, Akhmad Mujaddid Mambaur Rosyad, S.Pd.I., hadir sebagai pengisi acara. Dengan gaya tutur yang hangat dan lugas, ia mengajak mahasiswa untuk tidak hanya menikmati ilmu, tetapi juga menyebarkannya.

“Kalau tidak mampu menjadi orang alim, jadilah pencari ilmu. Kalau tidak bisa mencari, jadilah pendengar. Minimal cintailah ilmu,” ujarnya mengutip pesan para ulama. “Jangan sampai menjadi orang yang tak peduli pada ilmu,” tegasnya.

Mujaddid menekankan bahwa bulan Ramadan bukan jaminan otomatis mendapatkan ampunan. Ampunan adalah hak prerogatif Allah, tapi jalan menuju magfirah terbuka lebar. “Jangan merasa aman dulu. Jalan menuju ampunan itu sangat mudah: istigfar dan tobat nasuha,” katanya mengingatkan.

Lebih lanjut, ia mengajak mahasiswa untuk memaknai rezeki secara lebih arif. Rezeki, katanya, bukan hasil mutlak dari kerja keras pribadi, tetapi mengandung hak orang lain di dalamnya. Ia mencontohkan, “Guru sertifikasinya sama, gajinya sama, tapi kebutuhannya bisa berbeda. Maka, jangan pelit. Sisihkan sebagian, 20 persen cukup, untuk mereka yang membutuhkan.”

Tak hanya itu, dalam sesi yang berlangsung lebih dari satu jam ini, Mujaddid juga menyinggung pentingnya komunikasi dan tanggung jawab dalam keluarga. Ia mengungkapkan bahwa sering kali perempuan lupa bersyukur atas kebaikan suami.

“Kadang suami sudah berbuat baik setahun penuh, tapi satu kesalahan langsung membuat semua kebaikannya dilupakan,” tuturnya. Ia menegaskan pentingnya rasa syukur dan peran suami sebagai pendidik dalam keluarga.

“Tarbiyah dalam rumah tangga itu wajib. Kalau ada persoalan, selesaikan bersama. Kuncinya pada ridha dan saling merelakan,” tambahnya.

Pengajian yang bertepatan dengan 15 Syawal 1446 ini menjadi ruang perenungan sekaligus penyemangat untuk melanjutkan kebiasaan baik Ramadan—seperti menjaga salat dan puasa—di bulan-bulan berikutnya.

Mujaddid menutup tausiyahnya dengan mengingatkan bahwa banyak penghuni surga berasal dari kalangan miskin bukan karena kemiskinannya, tapi karena ringan hisabnya. Sebaliknya, banyak yang terjerumus ke neraka karena kufur nikmat.

“Bukan karena jenis kelamin,” tegasnya, “tapi karena sikap dan perilaku yang tidak menghargai kebaikan.”

Pengajian ditutup dengan ajakan agar mahasiswa tidak berhenti sebagai penikmat ilmu, melainkan menjadi agen penyebar inspirasi. “Semangat Ramadan harus tetap menyala. Eratkan ukhuwah, jaga ibadah, dan pedulilah kepada sesama,” ujarnya. (#)

Jurnalis Umi Fauzia Yuniarsih Penyunting Mohammad Nurfatoni