TelaahUtama

Para Rasul Ternyata Membawa Agama yang Sama, Islam

×

Para Rasul Ternyata Membawa Agama yang Sama, Islam

Sebarkan artikel ini
Para Rasul, semuanya membawa ajaran tauhid, yakni mengesakan Allah. Dalam terminologi lain ajaran ini dikenal dengan Islam yang bermakna berserah diri pada Allah. Tapi Allah tidak ‘ngotot’ agar seluruh manusia memeluk Islam.
Ilustrasi freepik.com premium

Para Rasul, semuanya membawa ajaran tauhid, yakni mengesakan Allah. Dalam terminologi lain ajaran ini dikenal dengan Islam yang bermakna berserah diri pada Allah. Tapi Allah tidak ‘ngotot’ agar seluruh manusia memeluk Islam.

Telaah oleh Mohammad Nurfatoni, Lulusan Pesantren Muhammadiyah Babat, Lamongan, Jawa Timur. Aktif diskusi di Forum Studi Islam Surabaya.

Tagar.co – Dari 25 Rasul yang diutus Allah, tidak ada satu pun yang mengajarkan konsep ketuhanan selain tauhid. Hal ini dapat kita lihat misalnya dari seruan Nabi Nuh: “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya”. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” (Al-A’raf/7:59).

Para Rasul lainnya juga mengajarkan tauhid, seperti Nabi Hud: Al A’raf/7:65, Hud/11:50; Nabi Saleh: Al-A’raf/7:73, Hud/11:61; Nabi Syu’aib: Hud/11:84]. Seruan serupa juga dilakukan Nabi Isa (Ali Imran/3:49-51).

Ajaran para Rasul yang hanya menuhankan Allah itu, di kesempatan lain disebut sebagai ajaran Islam. Maka berkali-kali Allah menegaskan bahwa para rasul itu adalah seorang muslim [Nabi Ibrahim (Ali Imran/3:67,), Nabi Ismail, Nabi Ishak, Nabi Ya’kub (Al-Baqarah/2:133), serta Nabi Isa dan pengikut setianya (Ali Imran/3:52, Al-Maidah/5:111)].

Dengan demikian menjadi jelas bahwa dari zaman ke zaman Allah hanya menurunkan satu agama, yaitu agama tauhid. Agama tauhid itu memiliki ciri utama ketundukan dan kepasrahan hanya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu agama itu disebut Islam (dari kata aslama, menyerahkan diri).

Agama tauhid ini secara estafet diturunkan dari satu Rasul ke Rasul lainnya; lalu ditutup dan disempurnakan saat kerasulan Nabi Muhammad SAW (Al-Ahzab/33:40). 

Islam Rahmatanlilalamin

Jika pada kerasulan sebelum Muhammad SAW, agama ini bersifat lokal (misalnya Nabi Hud bagi kaum Ad, Nabi Saleh bagi kaum Samud, Nabi Luth untuk kaum Madyan, Nabi Musa untuk bani Israel [Bani Israel/17:2])—karena itu mungkin sekali punya nama lokal, misalnya Nasrani [berasal dari kata Nazareth, nama tempat asal kelahiran Nabi Isa]—maka setelah kerasulan Muhammad SAW, agama Islam bersifat universal (As-Saba’/34:28) dan bahkan rahmatanlilalamin (Al-Anbiya’/21:107).

Di antara masa-masa itu, agama tauhid (Islam) pernah diselewengkan oleh umatnya, di antaranya di era Yahudi (Al-Maidah/5:41, An-Nisa/4:46) dan Nasrani. Penyelewengan terberat adalah perubahan konsep ketuhanan monoteisme menjadi politeisme. 

Atas penyelewengan ini, Al-Qur’an memberikan koreksi. Misalnya surat AI-Maidah/5:72-75 adalah bantahan terhadap ajaran Trinitas. Maka sebenarnya telah tamatlah Islam era Yahudi atau Nasrani setelah diutusnya Muhammad SAW.

Memang Yahudi, Nasrani, dan Islam sebenarnya adalah agama-agama Allah. Tapi tiga itu bukan tiga melainkan satu yakni keseluruhan ajaran tauhid yang secara estafet dibawa rasul-rasul. Dan harap diingat, itu bukan agama Yahudi atau Nasrani yang sekarang.

Kebebasan Bergama

Meskipun Allah menurunkan Islam sebagai satu-satunya agama, tetapi Allah tidak ‘ngotot’ agar seluruh manusia memeluk Islam (AI-Baqarah/2:256), sekalipun dengan kekuasaan mutlaknya, Allah mampu melakukan itu (Al-Maidah/5:48). 

Ternyata Allah justru memberi kebebasan kepada manusia untuk berkreasi ‘menciptakan’ agama, bahkan tuhan baru. Maka secara akademis—seperti diperkenalkan Ahmad Abdullah al-Masdoosi dalam bukunya yang berjudul Living Religions of The World, telah disepakati adanya dua penggolongan agama, yaitu agama samawi (langit), yakni agama yang diturunkan Tuhan, dan agama tabi’i (ardi/bumi) atau agama ciptaan manusia (budaya). 

Dalam kategori ini, Yahudi, Nasrani, dan Islam masuk kelompok agama langit, sedangkan selebihnya: Hindu, Budha, Konghucu, dan sebagainya, adalah agama bumi. 

Agama-agama ciptaan manusia itu diberi hak hidup, dan pemeluknya juga bebas menjalankan segala ritualnya. Hanya saja agama Allah tidak boleh disamarkan atau dicampur-adukkan dengan agama ciptaan manusia. Itulah pesan penting surat Al-Kafirun/109:1-6.

Jadi jelaslah bahwa tidak semua agama berasal dari Tuhan. Tapi Islam menghargai sepenuhnya keberadaan agama-agama lain sekaligus siap ‘berkompetisi’ secara fair untuk membuktikan mana yang terbaik. (#) 

Baca Juga:  Ibadah Haji sebagai Titik Balik