Sejarah

Para Bintang dari Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta

×

Para Bintang dari Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta

Sebarkan artikel ini
Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta (Istimewa)

Para bintang nasional lahir dari Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Sekilas performa dan teladan tokoh-tokohnya

Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Menulislah, Engkau Akan Dikenang dan sebelas judul lainnya

Tagar.co – Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta (selanjutnya disebut Mu’allimin), termasuk bersejarah dan berprestasi. Misalnya, Ahmad Dahlan yang mendirikannya. Lalu, banyak ”orang-orang besar” yang terkait langsung dengannya. Juga, sebagai lembaga pendidikan posisinya secara organisasi secara langsung di bawah Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Mu’allimin bersejarah dan berprestasi, setidaknya karena: Pertama, didirikan oleh K.H.Ahmad Dahlan pada 1918. Sebelumnya, pada 18 November 1912, Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah di Yogyakarta.

Sang Pahlawan

Kedua, Mu’allimin pernah dipimpin oleh orang-orang terkemuka. Di antaranya, K.H.Mas Mansur (1896–1946) menjadi Direktur Mu’allimin pada saat menjabat Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada 1938.

Di negeri ini, pada masa pergerakan kemerdekaan, ada Empat Serangkai. Mereka adalah Sukarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H.Mas Mansur. Lalu, karena jasa-jasanya, K.H. Mas Mansur ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.

Mantan Direktur Mu’allimin yang lain adalah Prof. Abdul Kahar Muzakkir (1907-1973). Sejak mahasiswa di Universitas Cairo, bersama sahabat-sahabatnya, telah berjuang untuk Indonesia merdeka. Selanjutnya, Abdul Kahar Muzakkir menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Kemudian, Abdul Kahar Muzakkir terpilih menjadi anggota “Panitia Sembilan”, yang menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia dan dikenal sebagai Piagam Jakarta. Lalu, Piagam Jakarta menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan menjiwai Undang Undang Dasar 1945. Terakhir, Abdul Kahar Muzakkir ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.

Ada Bintang

Ketiga, sejumlah didikannya menjadi tokoh nasional. Sekadar menyebut, Anwar Haryono (1923-1999) adalah salah satunya yang cemerlang. Dia turut membidani kelahiran Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yang resmi berdiri pada 2 Oktober 1945.

Skala prestasinya tak hanya nasional, tapi juga internasional. Misal, dia anggota Board of Director World Conference on Religion and Peace (WCRP), 1970-1983. Lembaga ini berpusat di New York – Amerika Serikat. Pernah pula dia menjadi anggota Dewan Pimpinan Majelis Islam antarbangsa untuk Dakwah dan Bantuan Kemanusiaan (Al-Majelis Al-’Alaa li al Da’wah wa al-Ighatsah). Lembaga ini berpusat di Kairo.

Anwar Haryono aktivis, pejuang, pendakwah, pendidik, politisi, dan sejumlah predikat baik lainnya. Dia punya banyak karya buku. Pada 13 Agustus 1998 pejuang dan intelektual kritis ini mendapat anugerah Bintang Mahaputera Utama.

Masyumi Lahir

Keempat, partai politik Masyumi lahir di Mu’allimin. Itu terjadi pada 7 November 1945. Ini menunjukkan besarnya sumbangan Muhammadiyah dalam kelahiran partai Islam pertama di Indonesia tersebut.

Belakangan, banyak tokoh Masyumi yang mendapat amanah yang tak ringan. Misal, Mohammad Natsir (Perdana Menteri 1950-1951), Sukiman Wiryosanjoyo (Perdana Menteri 1951-1952), dan Burhanudin Harahap (1955- 1956). Beberapa nama lain menjadi menteri seperti Sjafruddin Prawiranegara, Wahid Hasyim, Mohammad Roem, dan Fakih Usman.

Parade ”Sinar”

Sedikit melanjutkan poin ketiga di atas. Di samping Anwar Haryono, banyak didikan Mu’allimin lainnya yang juga punya prestasi skala nasional bahkan internasional. Di antaranya adalah Mohammad Rasyidi, Anton Timur Djaelani, A.R.Fahruddin, dan As’ad Humam.

Mohammad Rasyidi adalah cendekiawan Muslim kritis terkemuka yang aktif meluruskan pandangan-pandangan yang bengkok. Dia kritik Nurcholish Madjid. Dia koreksi Harun Nasution. Bahkan, di Universitas McGill Kanada, dia debat orientalis kaliber dunia bernama Joseph Schacht. Karya bukunya banyak. Dia Menteri Agama yang pertama.

Selanjutnya, Anton Timur Djaelani. Dia merupakan tokoh pejuang dan pendiri organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) pada 4 Mei 1947. Tahun 1956 dia meneruskan studi di Kanada. Seusai pensiun dari Kementerian Agama dia aktif di bidang pendidikan, antara lain di Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Universitas Juanda Bogor, dan Ketua STAI Thawalib Jakarta (1985-1997).

Berikutnya, AR Fahruddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah paling lama yaitu 1968-1990. Dengan demikian, meski tidak sampai tamat di Mu’allimin tapi Pak AR (panggilan akrabnya) termasuk yang cemerlang. Pak AR meniti ”karir” di Muhammadiyah dari bawah yaitu menjadi anggota, menjadi muballigh yang ditugaskan di pelosok Sumatera Selatan dan di kampungnya sendiri, sampai pada pimpinan puncak yakni dipercaya sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Pun, As’ad Umam. Dia penemu Metode Iqro’: Cara Cepat Belajar Membaca Al-Qur’an. Dia seperti Pak AR, yang meski tak selesai belajar di Mu’allimin tapi termasuk yang bersinar. Karyanya, buku Iqro’, melegenda. Disebut demikian karena dipakai tak hanya di Indonesia tapi juga, sekadar menyebut, di Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand, Filipina, Eropa, dan Amerika.

Penulis saat memberi materi di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta

Profil Lembaga

Mu’allimin terletak di Jalan S. Parman 68, Wirobrajan Yogyakarta. Mu’allimin terbilang di tengah kota. Posisinya, terhitung dekat dengan banyak lokasi penting.

Mu’allimin hanya sekitar 2 km ke Keraton Yogyakarta. Jika dengan motor, perlu sekitar 5 menit perjalanan. Mu’allimin hanya sekitar 3,3 km ke Stasiun KA Tugu. Butuh sekitar 10 menit dengan motor.

Mu’allimin hanya 3,2 km ke Pesantren Krapyak. Perlu sekitar 10 menit dengan motor. Mu’allimin ke Masjid Jogokariyan juga perlu sekitar 10 menit karena masjid beken itu berdekatan dengan Pesantren Krapryak.

Mu’allimin menempati areal seluas 9,125 meter persegi. Di dalamnya antara lain ada ruang manajemen, kelas, dan asrama. Saat kita masuk melalui pintu gerbang, kita akan menjumpai halaman yang cukup lapang.

Di sisi utara bagian tengah halaman itu, menghadap ke selatan (ke arah jalan raya), berdiri gagah gedung utama Mu’allimin empat lantai. Di lantai pertama ada seperangkat meja penerima tamu. Adapun bagian paling luas dari lantai satu dipakai untuk perpustakaan.

Lantai dua untuk direksi dan ruang guru. Sementara, lantai tiga untuk kelas-kelas belajar. Begitu juga untuk lantai empat.

Di belakang gedung utama itu ada lapangan. Pemanfaatannya, beragam. Bisa untuk lapangan upacara. Bisa pula untuk bermain basket dan volly.

Terus, bergeser ke utara. Di situ, ada bangunan dua lantai menghadap ke lapangan. Di masing-masing lantai ada ruang serbaguna.

Kembali ke halaman utama Mu’allimin. Di ujung barat, ada Masjid Jami’ Mu’allimin. Di utaranya, bisa dibilang berdempetan dengan masjid, ada empat kamar untuk tamu. Dua kamar di bawah dan dua kamar di atas, menghadap ke timur.

Di sisi utara kamar tamu ada rumah dinas, menghadap ke selatan. Dulu, pernah dipakai KH Mas Mansur saat menjadi direktur Mu’allimin. Kini, dipakai sebagai rumah dinas oleh direktur-direktur berikutnya.

Visi-Misi

Visi sebuah lembaga bisa memberikan gambaran hendak ke arah mana tujuan akhir yang hendak dicapai. Untuk itu, inilah visi Mu’allimin; Sebagai institusi pendidikan Muhammadiyah tingkat menengah yang unggul dan mampu menghasilkan kader ulama, pemimpin dan pendidik sebagai pembawa misi gerakan Muhammadiyah.

Adapun misi Mu’allimin ada enam. Ini salah satunya; ”Menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan kader Muhammadiyah guna membangun kompetensi dan keunggulan siswa di bidang organisasi dan perjuangan Muhammadiyah”.

Penulis di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta

Catatan Manis

Saya bersyukur, karena telah beberapa kali berkunjung ke Mu’allimin. Itu, karena saya diundang memberikan Pelatihan Menulis. Ada juga, dua sesi Bedah Buku saya.

Setidaknya, ini catatan kegiatan saya di Mu’allimin. Pada 12 Maret 2016, memberikan Pelatihan Menulis bagi guru dan tenaga kependidikan. Selanjutnya, berturut-turut memberikan Pelatihan Menulis bagi santri/murid yaitu pada 4 Januari 2018, 8 Februari 2020, dan 31 Agustus 2024.

Adapun dua sesi Bedah Buku, terkait dua karya saya. Pertama, yang berjudul K.H.Ahmad Dahlan; Gelegak Dakwah Sang Penggerak. Acara ini, pada 5 Desember 2021 dan diikuti oleh para santri dengan penuh perhatian.

Kemudian, kedua, bedah buku KH Ahmad Dahlan dan Kader-Kader Teladan. Acara ini, pada 30 Oktober 2022. Acara dimulai pukul 15.50 dan berakhir 17.15. Berisi pemaparan isi buku yang terbit pada Februari 2022 itu. Antara lain disebutkan bahwa sebagai pemimpin, KH Ahmad Dahlan berhasil mengader para penerus perjuangannya.

Bukti keberhasilan Ahmad Dahlan sebagai pemimpin adalah adanya deretan tokoh di buku yang dibedah itu. Di situ antara lain ada Syuja’ (”Sang Pemimpin yang Sangat Berani”), Fachrodin (Serbabisa, Pemberani, dan Pekerja Keras), dan Hadjid (Abadikan Warisan Intelektual Ahmad Dahlan). Ada lagi, Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo, dan Abdul Kahar Muzakkir. Sementara yang perempuan antara lain adalah Siti Bariyah (Ketua Aisyiyah Pertama yang Terpelajar dan Cerdas), Siti Umniyah (Guru Perempuan Pertama di Muhammadiyah dan Pembuat Syair Perlawanan ke Penjajah), dan Siti Wasilah (Kader Kintilan dan Seorang Aktivis).

Acara diikuti 130 murid, dari jenjang tsanawiyah dan aliyah. Sebagai penutup, ditandai dengan penyerahan dua buku KH Ahmad Dahlan dan Kader-Kader Teladan untuk Perpustakaan Mu’allimin. Juga, tak lupa, sesi foto bersama. Acara diikuti dengan antusias oleh para santri.

Demikianlah, sekilas Mu’allimin. Semoga terus bersinar. Mudah-mudahan senantiasa Allah jaga para pemimpinnya dalam usaha mereka mewujudkan visi dan misi Mu’allimin. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni

Baca Juga:  Kasihani Penguasa!