Budaya

Okky Madasari dan Kecintaan pada Isu Sosial

×

Okky Madasari dan Kecintaan pada Isu Sosial

Sebarkan artikel ini
Okky Madasari (Antaranews.com)

Bau Tukang Kayu menjadi puisi yang viral di balik menjelang peringatan HUT Ke-79 RI. Okky Madasari membuat kado ‘istimewa’ tentang realitas. Realitas kadangkala bertolak belakang dengan harapan.

Tagar.co – Okky Madasari merupakan penulis asal Magetan, Jawa Tengah. Namanya dikenal sebagai sosok penulis sekaligus novelis yang menelurkan banyak karya unik dan penuh intrik sosial maupun politik.

Perempuan bernama lengkap Okky Puspa Madasari ini lahir di Magetan, 30 Oktober 1984. Lulusan Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2005 ini sudah mencintai dunia tulis-menulis dan jurnalistik sejak kecil hingga menjadi ketua dari majalah sekolah.

Dia memilih untuk menjadi pewarta dan penulis sejak kelulusannya. Pada 2012, dia mengambil jurusan sosiologi untuk gelar masternya dari Universitas Indonesia dan lulus pada Juli 2014 dengan tesis berjudul Genealogi Novel-Novel Indonesia: Kapitalisme, Islam, dan Sastra Perlawanan.

Pemenang Kulasa Sastra Khatulistiwa tahun 2012 untuk novel ketiganya Mayyam di usia 28 tahun dan menjadi pemenang termuda sepanjang sejarah penghargaan tersebut.

Pada bulan Mei 2016, Okky menerbitkan novel kelimanya, Kerumunan Terakhir yang bercerita tentang kegagapan generasi muda dalam menghadapi perubahan zaman, utamanya yang disebabkan oleh kehadiran teknologi.

Okky kemudian memperoleh beasiswa penuh dari Universitas Nasional Singapura (NUS) pada tahun 2019 untuk menempuh program doktor pada universitas tersebut.

Karya ikonik dari Okky, antara lain: Entrok (2010), 86 (2011), Maryam (2012), Pasung Jiwa (2013), Kerumunan Terakhir (2016), Yang Bertahan dan Binasa Perlahan (2017), Mata di Tanah Melus (2018), Mata dan Rahasia Pulau Gapi (2018), dan Mata dan Manusia Laut (2019).

Baca Juga:  Sepeda Pertamaku

Baca juga: Air Mata Pesenam Rifda Irfanaluthfi

Isu Sosial

Kecintaan pada isu sosial menjadi jalan hidup bagi Okky. Terbaru dan terviral puisi yang diciptakan pada tanggal 14 Agustus 2024 berjudul Bau Tukang Bayu.

Berikut puisinya:

Bau Tukang Kayu

Seorang tukang kayu
mencium bau
bau kolonial
bau keserakahan
bau dendan
dan pembalasan

Si tukang kayu
mengendus sumber bau
di tembok-tembok batu
di tumpukan kayu-kayu
pada tubuh para tamu

Si tukan kayu
dikejar-kejar oleh bau
kesetanan tak tahu malu
membabat hutan tanpa ragu
membonsai beringin jadi cupu

Baca juga: Nur Kholis, Menjaga Kearifan Lokal melalui Batik Bangsawan

Pusat Pencitraan

Pada puisi di atas, Okky membuat imaji tukang kayu sebagai pusat penceritaan. Dengan pancaindranya, dia berhasil membau semua hal. ‘Penangakapan’ ini terus dia lakukan. Dia pun metaforkan seekor anjing dengan cara mengendus.

Dia mengendus bau-bau tersebut. Sampai bau-bau itu menempel pada diri seseorang. Tetapi, si tukang kayu menerima akibat dari usahanya. Dia malah dikejar-kejar oleh bau yang diendusnya. Si tukang kayu menjadi buronan.

Bau itu telah membabat hutan sampai-sampai menjadikan pohon beringin sebagai sosok yang cupu. Pohon itu menjadi cupu. Secara arti, cupu adalah kata gaul yang bermakna negatif, ditujukan untuk sifat dan penampilan.

Remaja sering menggunakan kata ini untuk mengejek teman-temannya yang tidak supel dalam bergaul atau jadul dalam hal penampilan. Cupu juga bisa digunakan untuk menyebut orang-orang kutu buku dengan kacamata tebal.

Baca Juga:  Melihat Perselingkuhan dari Gedung Bioskop

Melalui puisi ini, apakah Okky mengaitkan dengan peristiwa yang sedang viral dalam sepekan tentang mundurnya Ketua Umum Golkar atau tentang hutan di Indonesia yang sedang dijadikan sebagai tempat yang dijadikan IKN?

Yang pasti, Okky berhasil membuat metafor-metafor tentang isu sosial yang sedang terjadi di sekitar lingkungan kita, Negara kita. Metafor-metafor inilah yang bisa menjadi cerminan masyarakat. Bagaimana mereka kadang kala harus menyerah atau bahkan melawan dari ketimpangan yang sedang terjadi. (#)

Jurnalis Ichwan Arif Penyunting Mohammad Nurfatoni