Obat anti-ngamuk diresepkan oleh motivator nasional Suhadi Fadjaray pada Pengajian Ahad Pagi di Masjid At-Taqwa WSI Menganti Gresik. Obat ini manjur untuk membina hubungan baik suami istri menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tagar.co – Sebuah slide berisi gambar obat anti-nyamuk bakar tempo dulu ditampilkan oleh Suhadi Fadjaray.
Tapi gambar berupa lingkaran seperti spiral datar berwarna hijau itu tidak diberi judul Obat Anti-Nyamuk seperti lazimnya nama benda itu, melainkan Obat Ngamuk—maksudnya Obat Anti-Ngamuk.
Di hadapan 200-an peserta Pengajian Ahad Pagi yang diselenggarakan oleh Masjid At-Taqwa Menganti Gresik, pada 6 Oktober 2024, itu Suhadi Fadjaray menyampaikan materi bertema: Harmoni Cinta Keluarga: Bahagia Sesurga.
Motivator tingkat nasional tersebut mengajak jemaah pengajian yang terdiri dari bapak-bapak, ibu-ibu, dan remaja, untuk masuk surga bersama-sama sekeluarga.
Baca berita terkait: Saat Ibu-Ibu Dimotivasi ke Surga bersama Anak Kandung dan Anak Mertua
Menurut dia, untuk bisa masuk surga bersama-sama, sebuah keluarga ini harus membangun rasa saling menyenangkan hati (qurata a’yun) di dalamnya. Tapi itu ada syaratnya.
“Kalau Panjenengan ingin menjadi keluarga penyenang hati maka semua di sini harus punya ilmu, bagaimana caranya menjadi pasangan yang menyenangkan hati,” tuturnya.
Yakni istri yang menyenangkan hati suami; suami yang menyenangkan hati istri. Ayah yang menyenangkan hati anak; anak yang menyenangkan hati ayah, dan seterusnya.
Dengan bercanda, dia memberi contoh fenomena suami yang menjauhi istri karena sikap istrinya yang tidak menyenangkan hati. “Minggu-minggu ngeten (begini) ini kadang-kadang banyak suami yang tidak betah di rumah,” katanya bikin jemaah penasaran.
Mereka mancing sejak pagi hingga Magrib. “Itu mancing bukan karena cari ikan tapi karena mau menghindari istrinya yang di rumah suka ngomel,” katanya yang langung memancing tawa jemaah. Geerrrrr …
Agar tidak terjadi hal seperti itu, Suhadi yang juga seorang pendidik itu mengajak jemaah menjadi pasangan masing-masing keluarga yang menyejukkan atau menyenangkan hati.
“Sekarang saya kasih ilmu sederhana saja yaitu obat ngamuk ini,” katanya sambil menunjuk pada tembok yang berfungsi sebagai layar proyektor dan sedang menampilkan gambar obat anti-nyamuk itu.
Istri Menyebar Vs Suami Berfokus
Suhadi Fadjaray kemudian menjelaskan filosofi obat anti-nyamuk tersebut. Menurutnya, perempuan itu kalau punya masalah cenderung di tengah, jleb masuk di hatinya lalu melingkar keluar.
“Jadi perempuan kalau punya masalah, teees, terus keluar. Ini gayanya,” kata dia sambil menggerakkan tangannya memutar atau melingkar berkali-kali. Dia menekankan agar laki-laki paham akan hal itu.
Dengan menunjuk lingkaran obat anti-nyamuk, Suhadi menerangkan jika laki-laki dalam memandang persoalan dimulai dari luar lalu ke dalam menuju titik pusat alias berfokus.
“Itu sebabnya laki-laki dan perempuan itu tidak sama,” ujarnya. Kedua perbedaan cara pandang ini—perempuan menyebar, laki-laki berfokus—harus sama-sama dipahami pasangan agar tidak menimbulkan geregetan alias sakit hati.
Baca juga: Indonesia Tidak Baik-Baik Saja, Butuh Generasi Profetik
Dengan gaya interaktif sambil memanfaatkan mimik dan anggota badan serta contoh-contoh kasus, Suhadi mampu menjelaskan konsep itu secara sederhana, bahkan mampu mengundang tawa jemaah.
Menurut dia, dengan gaya menyebar itu, perempuan menjadi multitasking. Contohnya perempuan bisa mengerjakan beberapa pekerjaan dalam waktu bersamaan: memasak sambil momong anak, menyapu, dan mengepel.
“Nek wong lanang mboten saget. Nyapu yo nyapu,” ujarnya. Maksudnya, laki-laki itu tidak bisa melakukan beberapa pekerjaan dalam waktu yang berbarengan. Kalau sedang menyapu ya hanya menyapu.
Kedua perbedaan itu harus sama-sama dipahami. Kalau tidak, bisa menimbulkan sakit hati dan percekcokan.
“Paham Bun, paham? Kalau begini diterus-teruskan terus Panjenengan-Panjenengan cerai, cerai karena geregetan dan Panjenengan menikah lagi dengan laki-laki podoae (sama saja) karena memang tabiatnya seperti itu,” tuturnya. Lagi-lagi disambut tawa jemaah.
Maka perempuan yang hebat itu adalah yang mampu memahami laki-laki. “Laki-laki itu butuhnya fokus. Enggak diajak macam-macam. Fokus, tas-tes-tas-tes,” jelasnya.
Suhadi lantas memberi contoh peristiwa turunnya wahyu pertama. Saat Rasulullah Saw pulang dalam keadaan gemetar, di rumah Khadijah to the point, langsung menyelimutinya.
Suhadi mengungkapkan, inilah kecerdasan Khadijah, karena dia tahu masalah suaminya: gemetar, kedinginan. Jadi Khadijah tidak perlu bertanya macam-macam karena dia sudah tahu fokus suaminya.
“Makanya kalau ngomong sama laki-laki kudu fokus enggak boleh menyebar-nyebar. Enggak boleh nyindir-nyindir,” tuturnya.
Beberapa contoh pembicaraan perempuan yang bergaya menyindir diberikan oleh Suhadi. Misalnya keluarga yang punya anak TK. Sang istri bilang, “Mas ini sudah jam 11.” Maksudnya sudah saatnya menjemput anaknya yang sekolah TK.
Tapi suami, karena berciri fokus itu, kadang tak paham maksud pernyataan atau sindiran istrinya itu. Karena itu Suhadi berpesan sebaiknya istri langsung to the point pada suami, “Nyuwun tulung putrane dijemput (minta tolong putranya dijemput).”
“Selesai kan lapo katek nyindir-nyindir. Angel Pak wong wedok niku kandan-kandanane,” tambahnya yang langsung disambar tawa hadirin.
Contoh lainnya. Suami istri sedang bepergian naik mobil hendak bersilaturahmi ke keluarganya. Di tengah jalan sang istri bercerita tentang Warung Pak Sholeh—yang sebentar lagi akan dilewati—sekarang semakin berkembang.
“Berarti manajemennya bagus,” komentar sang suami.
Perjalanan dilanjutkan hingga sampai rumah keluarga mereka. Apa yang terjadi? Sang istri cemberut. Ternyata dia pengin makan dulu di Warung Pak Sholeh.
Rupanya saat sang istri bercerita soal Warung Pak Sholeh semakin maju itu, adalah sindiran atau pernyataan halus agar dia diajak mampir makan. Tapi suaminya yang berpikir fokus menafsirkan berbeda.
Oleh karena itu Suhadi menyarakan agar para istri bisa memahami cara berpikir suaminya: tidak usah menyindir, langsung saja bilang secara jelas.
“Makanya kalau ngomong karo wong lanang sing fokus. Ojo nyindir tiwas loro ati. Paham?” katanya dalam bahasa campuran Jawa dan Indonesia.
Demikian juga seorang suami, untuk memahami istri yang berpikir menyebar, harus punya banyak tafsir.
“Kalau perempuan ngomong, Pak, tolong ditafsirkan. Tafsirnya harus ada. Arahnya ke mana ini omongannya? Supaya nanti enggak gila-gilaan (tidak saling sakit hati). Sebab kadang perempuan itu bilang A tapi maksudnya bisa C.”
Perempuan Butuh Pendengar
Dengan sifat perempuan yang menyebar itu, kata Suhadi, maka semua masalah kalau sudah didengar perempuan cenderung menyebar. Meskipun saat menyebarkan itu perempuan bilang, “Tak kandani yo, ojok ngomong-ngomong (saya kasih info ya tapi jangan disebar ke yang lain)!”
“Masyaallah, sak perumahan weroh kabeh (satu perumahan tahu semua). Begitulah tabiatnya perempuan,” katanya.
Mengapa begitu? Menurut penelitian perempuan itu mempunyai kapasitas berkata-kata sebanyak 20.000 kata per hari.
Oleh karena itu tugas suami adalah menjadi pendengar yang baik bagi istrinya. “Kalau istrimu tidak punya tempat curhatan di telingamu, Pak, istrimu akan cari telinga yang lain,” kata Suhadi.
Contohnya bakul-bakul sayur yang kebanyakan laki-laki itu. “Belanja 20.000 tapi ngomong isok rong jam. Itu tandanya, saya bisa menduga berarti suaminya bukan pendengar yang baik,” katanya.
Suhadi menyampaikan, perempuan itu kalau masih muda mencari suami yang tampan. Tapi kalau sudah berumur dia tertarik pada orang yang pandai mendengarkan. Makanya perselingkuhan terjadi di antaranya karena perempuan butuh lelaki yang pandai mendengarkan, meskipun wajahnya tidak tampan.
“Mulai hari ini dibiasakan istri ceritanya kepada suami lalu suaminya mendengarkan. Dan kalau istri sudah ngomong tafsirkan. Sebaliknya kalau istri ngomong ke suami jangan lupa yang fokus,” pesannya. (#)
Jurnalis Mohammad Nurfatoni