Nikmat dalam Al-Qur’an. Apakah nikmat itu? Siapa yang dimaksud dengan orang yang diberi nikmat, yang jalan hidupnya selalu kita minta dalam setiap salat?
Tafsir Kata Kunci Al-Qur’an oleh Ustaz Ahmad Hariyadi, M.Si, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam An-Najah Indonesia Mandiri (STAINIM).
Tagar.co – Secara bahasa nikmat artinya karunia atau anugerah. Kata nikmat, dengan berbagai bentuknya, ditemui tidak kurang dari 34 kali dalam Al-Qur’an. Beberapa di antaranya: Al-Baqarah/2:211, Ali Imran/3: 103, dan Al-Maidah/5:7.
Pengertian tentang nikmat perlu dipahami secara benar karena setiap kali membaca Al-Fatihah dalam salat seseorang meminta jalan yang lurus. Dan yang dimaksud dengan jalan yang lurus adalah jalan orang-orang yang telah Allah beri nikmat, bukannya jalan orang-orang yang dimurkai-Nya dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat. (Al-Fatihah/1:6–7)
Baca juga: Mungkar, Tanyakanlah pada Hati Nurani
Berikut beberapa konteks penggunaan kata nikmat dalam Al-Qur’an:
An Nisa/4:69
‘Dan barang siapa yang menatai Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberi nikmat oleh Allah, yaitu: para nabi, para sidikin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya’
Al-Maidah/5: 23
‘Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberikan nikmat atas keduanya,’Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah-lah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman’
Ketika Musa menyerukan kaumnya untuk memasuki Palestina, kaumnya merasa keberatan karena di Palestina ada orang yang gagah perkasa, pada saat itu tampillah dua orang yang telah diberi nikmat oleh Allah tersebut.
Maryam/19:58
‘Mereka itulah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.’
Al-Ahzab/33:37
‘Dan (ingatlah) ketika kamu berkata kepada orang-orang yang telah Allah beri nikmat dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, ’Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah’.
Baca juga: Al-Birr, Kebajikan dalam Perspektif Al-Qur’an
Yang disebut telah diberi nikmat dalam ayat ini adalah Zaid bin Haritsah. Penyebutan diberi nikmat itu karena Zaid telah mendapat hidayah, seorang Muslim, dan menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW (lihat tafsir Ibnu Katsir).
Dari beberapa penjelasan tentang orang yang diberi nikmat oleh Allah di atas bisa dilihat bahwa nikmat itu tidak identik dengan kenyamanan-kenyamanan duniawi. Sebab ketika melihat kehidupan para Nabi, tidak semua mereka hidup dalam keadaan kaya atau menjadi penguasa, hal yang sama juga terjadi pada kehidupan para syuhada.
Salah satu contoh tokoh syuhada Hamzah misalnya. Pada saat wafatnya–waktu peperangan Uhud– dadanya dibelah dan hatinya dimakan oleh Hindun. Suatu keadaan kematian yang secara fisik dilihat kurang menyenangkan, namun Allah SWT mengategorikannya sebagai orang-orang yang Allah telah beri nikmat.
Jadi dapat kiranya disimpulkan yang dimaksud dengan orang telah diberi nikmat itu adalah orang yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap kebenaran dan upaya penegakannya.
Ketika meminta kepada Allah agar ditunjuki jalan orang-orang yang telah Allah beri nikmat, berarti kita telah meminta jalan kehidupan para nabi, para syuhada, para sidikin dan orang-orang yang saleh.
Mari kita sadari apa yang kita minta kepada Allah, dan kita upayakan mewujudkannya. Ya Allah tunjuki kami jalan para nabi, syuhada, sidikin, dan orang-orang saleh! (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni