Tulisan tentang nenek moyang Nabi Muhammad Saw diturunkan untuk menyambut kelahiran beliau yang diperingati setiap tanggal 12 Rabiul Awal. Ada dua kepentingan yang mendasari penulisan ini, sebagaimana diuraikan dalam artikel ini.
Tagar.co – Membicarakan nenek moyang (nasab) Nabi Muhammad Saw sangat penting, setidaknya karena dua hal. Pertama, adanya klaim (nasab) sepihak yang merujuk pada Nabi Ibrahim Alaihissalam dari bangsa Yahudi. Misalnya bisa kita lihat dari klaim bangsa Yahudi bahwa yang ‘dikurbankan’ oleh Nabi Ibrahim adalah Nabi Ishak.
Kedua, untuk membuktikan adanya estafet risalah kenabian Muhammad Saw dari nenek moyang Nabi terdahulu, khususnya dari Nabi Ibrahim. Seperti yang kita baca dari beberapa ayat Al-Qur’an berikut ini, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw bersumber dari agama Nabi Ibrahim.
Ibrahim bukanlah seorang Yahudi atau seorang Nasrani, melainkan seorang hanif dan Muslim.(Ali Imran/3:67). Kemudian kami wahyukan kepada engkau (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim secara hanif.” (An-Nahl/16:123). Katakanlah (olehmu Muhammad), “Sesungguhnya Tuhanku telah menunjukkan aku ke jalan yang lurus, yaitu agama yang tegak, agama Ibrahim yang hanif.” (Sl-An’am/6:161).
Baca juga: Sebelum Jadi Rasul, Muhammad Meneladani 8 Kepribadian Ini
Bukti nyata dari runtutan agama dari Nabi Ibrahim kepada Nabi Muhammad Aaw adalah pewarisan ibadah haji yang jejaknya ditorehkan oleh Ibrahim dan keluarganya (Hajar dan Ismail). Sofa-Marwah, kurban, Zamzam, Mina, Muzdalifah, Arafah adalah kata-kata kunci yang kini menjadi tradisi penting dalam haji.
Demikian pula, Ka’bah—rumah ibadah kali pertama yang didirikan untuk umat manusia (Ali Imran/3:96)—yang dibangun (kembali) oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail (Al-Baqarah/2:127), kini menjadi sentral ibadah umat Islam. Bukan saja sebagai tempat tawaf dalam ibadah umrah dan haji, melainkan juga menjadi kiblat dalam ibadah salat umat Islam sedunia.
Yang menarik, meskipun umat Islam (zaman Rasulullah Saw), pernah diperintahkan oleh Allah untuk berkiblat pada Masjid Al-Aqsha di Yerussalem—yang dibangun oleh Nabi Sulaiman (8 abad setelah Nabi Ibrahim), namun pada akhirnya Allah memperkenankan kembali umat Islam berkiblat ke Ka’bah di Makkah. Perpindahan ini memiliki makna yang penting bahwa agama Islam merujuk pada agama Ibrahim.
Dari Ibrahim, Ismail, hingga Muhammad
Nurcholish Madjid (Pintu-Pintu Menuju Tuhan, Paramadina, 1996), menyebutkan ada dua bangsa yang mengaku sebagai keturunan Nabi Ibrahim, yaitu bangsa Yahudi dan bangsa Arab (suku Quraish). Bangsa Yahudi diturunkan dari garis Nabi Ishak alaihissalam, kemudian turun ke Nabi Ya’kub alaihissalam yang bergelar Israil (artinya, hamba Allah). Karena itu maka keturunan Nabi Ya’kub juga disebut Bani Israil (artinya, anak-cucu Isra’il).
Ishak adalah putra Ibrahim dari istrinya, Sarah. Tapi sebelum beranakkan Ishak, Ibrahim telah beranakkan Ismail dari istrinya yang lebih muda, Hajar, seorang yang dihadiahkan oleh Firaun. Dia dinamakan Ismail, dari bahasa Ibrani, ismael, yang artinya “Allah telah mendengar,” karena Ibrahim, memandangnya sebagai bukti bahwa Allah telah mendengar doanya untuk mempunyai keturunan.
Baca juga: Gambaran tentang Fisik Nabi Muhammad SAW
Maka tidak heran Ibrahim sangat mencintai anaknya, Ismail itu. Tetapi kecintaannya itu telah mengundang ketidaksenangan Sarah, istri pertamanya yang kemudian meminta Ibrahim untuk membawa mereka, ibu dan anak itu, keluar dari rumah tangganya. Ismail dan ibunya, Hajar dibawa Ibrahim ke Makkah, dekat rumah Allah (Bait Allah), sesuai dengan petunjuk Allah sendiri (Ali Imran/3:96). Di sanalah Ismail dibesarkan, kemudian berumah tangga dengan wanita Arab Suku Jurhum, yang kemudian menurunkan bangsa Arab Quraish, penduduk Makkah dan suku Arab yang paling terkemuka.
Dari suku Quraish itu kelak tampil Rasul Allah yang penghabisan, Nabi Muhammad Saw yang membawa Islam.
Garis Keturunan Itu
Bagaimana nasab Nabi Muhammad Saw sampai Nabi Ibrahim? Para ahli sejarah sepakat bahwa Nabi Muhammad Saw adalah keturunan Nabi Ibrahim (lewat jalur Nabi Ismail). Tetapi terjadi perselisihan berapakah nenek-nenek beliau di antara Ismail dengan Adnan. Kata setengahnya banyaknya 40 orang, setengahnya pula mengatakan 7 orang.
Berkata Abu Abdullah Al-Hafidzh: “Tentang berapakah bilangan nenek-nenek moyang Rasulullah sejak dari Adnan menjelang Ismail dan Ibrahim itu tidaklah ada suatu riwayat yang muktamad.” (Hamka, Sejarah Umat Islam).
Baca juga: Para Rasul Ternyata Membawa Agama yang Sama, Islam
Tetapi sebagian ahli sejarah memberi data bagaimana sambungan antara Adnan sampai Nabi Ibrahim, di antaranya: Adnan adalah Ibnu Ad bin Humaisi bin Salaman bin Aush bin Basuz bin Qumwal bin Ubay bin Awwan bin Nasyid bin Haza bin Baldas bin Yadlaf bin Thabikh bin Jahim bin Nasyid bin Makhi bin Iyadl bin Abqar bin Ubaid bin Ad Da’a bin Hamdan bin sunbur bin Yatsribi bin Yahzan bin Yalhan bin Arawa bin Iyadl bin Disyan bin Aishir bin Afnad bin Aiham bin Magshar bin Nahits bin Zarah bin Sama bin Maza bin Audlah bin Iram bin Qidar bin Ismail as bin Ibrahim as (Syaikh Shafiyyur Rahman Al Mubarakfury, Sejarah Hidup Muhammad – Sirah Nabawi).
Bahkan silsilah itu dilanjutkan sampai Adam, meskipun ini oleh Syafiyyur Rahman dianggap bahwa di dalamnya terdapat perkara-perkara yang tidak benar. Adapun silsilah Nabi Ibrahim sampai Adam yang dimaksud adalah: Ibrahim bin Tarih bin Nahur bin Asragh bin Arghu bin Falikh bin Abir bin Syalikh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh as bin Lamik bin Mattusyalakh bin Akhnukh (Idris as) bin Yarid bin Mahlail bin Qayin bin Anus bin Syits bin Adam as. (Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam Jilid I, Darul Falah, Jakarta, 2004).
Baca juga: Apa dan Siapa Sebenarnya yang Dimaksud Jahiliah?
Jika silsilah dari Nabi Ibrahim sampai Adnan terjadi perselisihan pendapat (apalagi dari Adam sampai Ibrahim!), maka ahli sejarah sepakat tentang nasab Nabi Muhammad Saw sampai Adnan, dengan runtutan sebagai berikut:
Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib (Syaibah) bin Hasyim (Amru) bin Abdi Manaf (Mughirah) bin Qushay (Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr (darinya penisbatan kabilah Quraish) bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mu’id bin Adnan.
Jalur keturunan dari garis keturunan Ismail ini oleh para ahli sejarah digolongkan dalam kelompok Arab Musta’ribah, yang dinamakan juga Arab Adnaniyyah. Sedangkan dua golongan bangsa Arab lainnya adalah Arab Ba’idah, yaitu kaum Arab terdahulu yang rincian sejarah mereka tidak dapat diketahui secara sempurna seperti kaum Ad, Tsamud Thasam, Amlaq.
Golongan lainnya adalah Arab Aribah, yaitu kaum Arab yang berasal dari garis keturunan Ya’rib bin Yasyjib bin Qahthan, yang disebut Arab Qathaniyyah, yang bertempat di Yaman dengan dua kabilah yang terkenal, yaitu Humair dan Kahlan. (Syaikh Shafiyyur Rahman Al Mubarakfury, Sejarah Hidup Muhammad – Sirah Nabawi)
Keistimewaan Keluarga Nabi Muhammad Saw
Dengan mempelajari nasab Nabi Muhammad, maka kita kana menemukan beberapa keistimewaan:
- Jalur dari Nabi Ibrahim. “Sesungguhnya Allah telah memilih Ismail di antara anak Ibrahim, kemudian memilih Kinanah di antara anak keturunan Ismail, kemudian memilih Quraisy di antara Bani Kinanah, kemudian memilih Bani Hasyim di antara Bani Kinanah, kemudian memilih aku di antara Bani Hasyim.”(H.R. Muslim dan Tirmizi)
- Keluarga terhormat dan terbaik. Dari Abbas bin Abdul Muthalib, ia berkata bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menciptakan makhluk, lalu menjadikan aku termasuk dari kelompok mereka yang terbaik. Kemudian, dipilihlah kabilah-kabilah, maka Dia menjadikan aku termasuk kabilah yang terbaik. Kemudian dipilihlah keluarga-keluarga, maka Dia menjadikan aku termasuk dari keluarga yang terbaik. Maka saya adalah orang yang terbaik di antara mereka, dalam hal pribadi dan keluarga.” (H.R. Tirmidzi).
Keistimewaan keluarga Nabi Muhammad Saw, bisa dilihat dari sisi singgungan mereka dengan Makkah (kota suci yang melegenda) dan Ka’bah (bangunan suci yang juga melegenda). Mulai dari menghidupkan dan mengotakan Makkah (dengan air Zamzam yang terpancar dari tanah di atas kaki bayi Ismail, akan menjadi sumber kehidupan manusia), pembangunan (kembali) Ka’bah oleh Ibrahim dan Ismail berikut tradisi haji dan pemeliharaan Ka’bah dari segala aspeknya secara turun temurun oleh nenek moyang Nabi Muhammad saw.
Ini bisa kita lihat dari peran mereka masing-masing sebagai berikut:
- Qushayy bin Kilab (400 M). Dialah penggagas komunitas (ditandai dengan bangunan) di sekitar Ka’bah, termasuk tempat bernama Dar An-Nadwah, sebagai tempat bertemunya para pembesar-pembesar Makkah.
- Pemegang jabatan-jabatan penting seputar Ka’bah: (penjaga pintu atau juru kunci Ka’bah)
- Siqayah (penyedia air tawar).
- Rifada (pemberi makanan).
- Nadwa (pemimpin rapat tiap tahun musim)
- Liwa’ (penjaga panji-panji)
- Qiyada (pemimpin pasukan perang)
- Abdul Manaf (430 M). Keluarga ini mendapat bagian untuk mengurus persoalan air dan makanan. Sedangkan keluarga Abdur Dar (saudaranya) bertugas memegang kunci, panji, dan memimpin rapat.
- Hasyim (464 M). Dialah pemegang urusan air dan makanan. Pengancur masyarakat untuk menafkahkan hartanya untuk memberi makanan pada peziarah ka’bah. Juga semakin meng-kota-kan Mekkah.
- Abdul Muttalib (495 m). Penerus urusan pembagian air dan makanan. Penggali (kembali) sumur Zamzam yang terpendam. Pada masa beliau, terjadi penyerangan Ka’bah oleh Abrahah. (Muhammad Haikal, Sejarah Hidup Muhammad)
Mohammad Nurfatoni, dari berbagai sumber