Feature

Naskah Akademik Deep Learning Terinspirasi Tujuh Falsafah K.H. Ahmad Dahlan

361
×

Naskah Akademik Deep Learning Terinspirasi Tujuh Falsafah K.H. Ahmad Dahlan

Sebarkan artikel ini
Naskah Akademik Deep Learning terinspirasi dari Tujuh Falsafah, intisari pendidikan, K.H. Ahmad Dahlan. Meski dengan redaksi yang sedikit berbeda, esensinya tetap sama. 
Wakil Ketua PDM Gresik yang membidangi MPID dan Kader Dr. Syamsul Sodiq, M.Pd. (Tagar.co/Sayyidah Nuriyah)

Naskah Akademik Deep Learning tak hanya bersumber dari falsafah pendidikan Ki Hadjar Dewantara, tetapi juga terinspirasi dari tujuh falsafah pendidikan K.H. Ahmad Dahlan. Meski dengan redaksi yang sedikit berbeda, esensinya tetap sama.

Tagar.co – Di ujung bulan Syawal ini, Halalbihalal Keluarga Besar Muhammadiyah dan Aisyiyah se-Kabupaten Gresik menjadi momentum perenungan mendalam. Aula lantai 4 Gedung Dakwah Muhammadiyah Kabupaten Gresik menjadi saksi hadirin mendengar ceramah berseling humor, Ahad (27/4/2025).

Wakil Ketua PDM Gresik yang membidangi MPID dan Kader Dr. Syamsul Sodiq, M.Pd, dalam ceramah ilmiahnya, mengajak hadirin menelisik jejak pemikiran K.H. Ahmad Dahlan. Ternyata, ini relevan dengan falsafah pendidikan modern.

Syamsul mengawali tausiyahnya dengan kilas balik Idulfitri pertama, 2 Hijriyah pasca Perang Badar, 1444 tahun yang lalu. “Saat Rasulullah baru memenangi Perang Badar, 17 hari kemudian dalam keadaan letih, bersandar pada pundak Bilal bin Rabah,” kenang Syamsul.

Rasul berkata, “Kita baru dari perang kecil lalu masuk ke perang besar, melawan hawa nafsu.”

Syamsul pun bertanya retoris, “Apa yang bisa kita lakukan 1444 tahun kemudian (saat ini)? Perang menghadapi hawa nafsu.”

Nasihat Pimpinan

Ayat-ayat Al-Qur’an dan nasihat dari PDM yang pernah Syamsul dengar pun mengalir. Ini memperkuat urgensi menjaga kesucian Ramadan dan persaudaraan umat.

Syamsul memulai dengan mengutip pesan Ketua PDM Gresik periode sebelumnya Drs. Muhammad In’am, M.Pd. tentang Q.S. Ali Imran ayat 200. Ia mengingatkan agar ibadah pasca Ramadan tak luntur bak benang terurai.

Baca Juga:  Baru Berdiri, Pembinaan Santri MBS Al-Fajr Lumajang Dapat Apresiasi 

“Dari menjalani Ramadan kemarin, kita sudah baik dalam hal ibadah, tauhid, akhlak, maupun sedekah. Itu ibarat benang sudah terpintal. Jangan diurai lagi pasca Ramadan!” tuturnya.

Pesan persaudaraan dari Al-Hujurat ayat 10 yang Kiai Anas Thohir sampaikan pun menegaskan pentingnya perdamaian sebagai jalan meraih rahmat Ilahi.

Tujuh Falsafah Pendidikan

Berikutnya, inti ceramah Syamsul tertuju pada warisan pemikiran Ahmad Dahlan yang ia kutip dari Bendahara PDM Gresik Kiswanto. Pesan tersebut Kiswanto lihat di meja kerja Kiai Dahlan yang ternyata bersumber dari buku karya murid Kiai Dahlan, Raden Hajir. Judulnya, “Pelajaran Kiai Haji Ahmad Dahlan: Tujuh Falsafahnya”.

Terungkaplah tujuh falsafah pendidikan yang mendasari perjuangan Ahmad Dahlan. Selama delapan tahun berguru, Hajir tak banyak diajari ayat secara spesifik oleh Kiai Dahlan. Melainkan 17 kelompok ayat yang merangkum 7 nilai esensial.

Hal ini terungkap berdasarkan dua paragraf pesan di meja kerja Kiai Dahlan yang menjadi kompas hidupnya berikut ini:

“Wahai Dahlan, masa depan itu penuh tantangan dan bahaya yang menyusahkan juga penuh kejutan-kejutan. Wahai Dahlan, andaikan dirimu sedang berhadapan dengan Allah seorang diri, di depanmu ada keadilan, hisab, surga, neraka, maka pilihlah yang paling dekat dengan kebutuhanmu.”

Pesan mendalam ini, menurut Syamsul, patut menjadi renungan para pemimpin di semua tingkatan Muhammadiyah. Di samping itu, membaca buku karya Raden Hajir patut sebagai syarat minimal menjadi kader Muhammadiyah.

Baca Juga:  Wisuda Itu Percobaan, Wisudawan Akan Diuji Langsung oleh Allah
Naskah Akademik Deep Learning terinspirasi dari Tujuh Falsafah, intisari pendidikan, K.H. Ahmad Dahlan. Meski dengan redaksi yang sedikit berbeda, esensinya tetap sama. 
Peserta Halalbihalal Keluarga Besar Muhammadiyah dan Aisyiyah Kabupaten Gresik. (Tagar.co/Alfian Haris Budianto)

Naskah Akademik

Lebih menarik lagi, Syamsul mengungkapkan, Naskah Akademik Deep Learning Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini tidak hanya mengacu pada falsafah Ki Hadjar Dewantara. Tetapi juga mengutip falsafah pendidikan dari Ahmad Dahlan.

Syamsul kemudian memaparkan tujuh filosofi yang tertuang dalam naskah akademik deep learning, yang ternyata bersumber dari intisari ajaran Ahmad Dahlan. Meski dengan redaksi yang sedikit berbeda, esensinya tetap sama.

  1. Berasaskan pada tujuan hidup.
  2. Tidak sombong dan takabur.
  3. Gigih belajar untuk tuntas kinerja.
  4. Mengoptimalkan penggunaan akal untuk menemukan kebenaran sejati.
  5. Berani menegakkan kebenaran.
  6. Berbuat untuk kebaikan bersama, bukan untuk memperalat.
  7. Pengamalan ilmu agama dengan kualitas tinggi untuk kebermanfaatan bersama.

Syamsul lantas membandingkannya dengan “redaksi asli” tujuh falsafah Ahmad Dahlan yang tertuang dalam buku Raden Hajir. Berikut redaksi aslinya:

  1.  Hidup adalah bertaruh.
  2.  Manusia berwatak angkuh dan takabur, suka mengambil keputusan sendiri-sendiri.
  3.  Tidak mengambil keputusan sendiri. Manusia menjalankan sesuatu yang disukai, lama-lama menjadi terbiasa, menjadi watak dan keyakinan yang sulit diubah.
  4.  Manusia menggunakan pikirannya untuk menemukan kebenaran yang akan menyatukannya.
  5.  Kerjakan yang benar atas dasar ilmu, jangan membenarkan kebiasaan yang sudah ada karena khawatir kehilangan teman.
  6.  Pemimpin belum berani berkorban harta untuk kebenaran, sebaliknya banyak yang memperalat kelemahan dan ketidaktahuan yang dipimpinnya.
  7.  Belajar ilmu dan amal harus bertahap, sedikit demi sedikit untuk mengambil manfaat dan pelajaran.

Kurikulum Kehidupan

Berikutnya, Syamsul menekankan, “Dunia ini adalah madrasah. Kehidupan kurikulumnya. Hidup adalah belajar. Dan integrasi belajar itu ilmu, amal, dan ikhlas.”

Baca Juga:  Wamendikdasmen: Sekolah Swasta Harus Gesit Berinovasi demi Pendidikan Bermutu Merata

Ia mencontohkan bagaimana surat Al-Ma’un dan Al-Ashr diajarkan dalam waktu yang relatif lama, 3 bulan dan 7 bulan, menunjukkan kedalaman maknanya.

Lebih jauh, Syamsul menyinggung keteladanan Muhammadiyah dalam hal kedisiplinan waktu. Mengutip tulisan KH Mas Mansyur tahun 1939, ia menyampaikan, “Budaya tepat waktu akan mengangkat martabat umat. Maka rapat Muhammadiyah harus dilaksanakan tepat waktu.”

Bagi Syamsul, itu luar biasa. Tahun 1939, 11 tahun sebelum Indonesia merdeka, tertulis, rapat Muhammadiyah harus sesuai jadwal. Karena tepat waktu bagian dari mengangkat martabat umat.

Amalkan Ilmu

Di akhir ceramahnya, Syamsul mengutip sebuah pesan mendalam, “Belajar bukan sekadar ilmu untuk ilmu tapi belajar untuk kehidupan,” tegasnya.

“Semua manusia mati perasaannya kecuali orang-orang yang berilmu. Kecuali para ulama. Para ulama itu dalam kebingungan kecuali mereka yang beramal. Orang yang beramal itu dalam kecemasan kecuali mereka yang ikhlas.”

Inilah, menurutnya, dasar keyakinan KH Ahmad Dahlan. Mencari ilmu bukan sekadar mengumpulkan, melainkan untuk diamalkan dengan ikhlas.

Ia kemudian mengaitkannya dengan pesan Ketum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si tentang pentingnya memahami ilmu, termasuk Al-Qur’an, bukan sekadar untuk perdebatan.

“Trinitas Ahmad Dahlan: berilmu, beramal, dan ikhlas,” pungkas Syamsul, menutup ceramah ilmiah yang sarat makna tersebut. (#)

Jurnalis Sayyidah Nuriyah Penyunting Mohammad Nurfatoni