Kota Soto Lamongan juga terkenal dengan makanan sego boranan alias nasi boran. Ada banyak alternatif lauk yang bikin nasi berbumbu oranye ini kian terasa nikmat. Ikan sili misalnya.
Tagar.co – Bagi yang pernah berkunjung ke Kabupaten Lamongan, mudah sekali menemui street food Nasi Boran. Ya, makanan berat ini banyak dijual di atas trotoar layaknya jajanan.
Seperti di trotoar Jalan K.H. Ahmad Dahlan. Ibu-ibu berjajar berdekatan. Hanya berjarak sekitar 2 meter. Mereka sama-sama menjual makanan yang sejak 2019 tercatat sebagai warisan budaya tak benda Kemdikbud Indonesia itu. https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=8154
Jam berapa pun, Anda bisa menemuinya di sana. 24 jam non stop. Meski penjualnya berganti-ganti, mereka sama-sama berjualan dengan keranjang bambu sebagai wadah lauk-pauknya.
Ani (43), salah satu penjual di sana, mendapat jatah berjualan selama pukul 10.00-17.00 WIB. Di luar jam itu, ada penjual lain yang menjajakan nasi boran di titik lokasinya, depan Klinik Muhammadiyah Lamongan.
Baca juga: Segarkan Dahaga dengan Dawet Siwalan Paciran
Ibu dua anak itu telah berjualan nasi boran di sana selama 21 tahun. Meski kuliner ini telah ada puluhan tahun silam, hak patennya baru resmi terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM sebagai kuliner dari Kabupaten Lamongan sejak 2011.
Selama empat tahun terakhir, Ani bersyukur mendapat bantuan payung dari mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan (Unisla). “Alhamdulillah jadi nggak kepanasan,” ujar Ani sambil duduk berjualan di bawah naungan payung.
Di beberapa bagian, payung hijaunya sudah berlubang. Terik matahari dan hujan membuat payung itu kian lapuk. Tapi Ani masih menggunakannya karena tidak ada pilihan lain.
“Ketua paguyuban penjual Nasi Boran sudah meninggal. Beliau yang punya akses ke donatur,” kenangnya.
Kalau sudah pukul 17.00 WIB, Ani melipat payungnya. Mengangkut keranjangnya. Juga melipat tikar tempat pembelinya duduk lesehan ketika makan di sana. Sebab, penjual berikutnya akan memasang perlengkapannya sendiri.
Meski baru membuka lapak sejak pukul 10.00 WIB, Ani sudah mulai bekerja sejak subuh. “Jam 5.00 belanja ke pasar. Jam 6.30 sampai rumah langsung masak,” terangnya.
Baca juga: Balung Dinosaurus Bakar, Kuliner Yogyakarta yang Menggoda
Jarak dari rumahnya tak jauh. Ia masih tinggal di desa yang sama dengan tempatnya berjualan. Yakni Desa Made, Kecamatan Lamongan, Kabupaten Lamongan. Setelah semua bahan matang, ia diantar suaminya naik motor ke lokasi berjualan.
Setiap harinya, ia bisa menjual 80-100 porsi. “Sabtu Minggu paling ramai,” kenangnya.
Waktu saya berkunjung bersama para kader Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah Kabupaten Gresik pukul 14.00 WIB, nasi borannya masih terjual separuh dari yang ia bawa.
“Kadang nasinya habis tapi ikannya masih ada. Kadang ikannya habis tapi nasinya masih ada. Ini semuanya masih ada separuh,” urainya.
Seporsi nasi boran terdiri dari nasi putih, bumbu oranye pedas gurih, rempeyek kacang renyah, gimbal empuk, daun singkong, kecambah, dan lauk sesuai pilihan. Gimbal empuk ini gorengan yang terbuat dari tepung terigu dan bawang putih.
Dengan penyajian proporsi nasi yang pas dengan lauknya, harga nasi boran yang Ani jual tergolong sangat ramah kantong. Berikut daftar harga seporsi nasi boran sesuai lauknya.
Baca juga: Soto Cak Har Bikin Ketagihan
- Ikan sili dan ikan gabus Rp 20 ribu
- Ceker ayam Rp 17 ribu
- Udang, bandeng Rp 15 ribu
- Otak-otak bandeng Rp 15 ribu
- Sayap, kepala ayam Rp 15 ribu
- Sate uritan, telur puyuh Rp 15 ribu
- Telur asin Rp 15 ribu
- Telur dadar Rp 10 ribu
Bagi Wakil Ketua PDNA Gresik bidang Pendidikan Diah Eko Lestari, S.Pd., lauk yang paling nikmat adalah ikan sili. “Ini cuma ada di sini. Jarang bisa ditemui di tempat lain. Ikan ini biasanya hidup di kali,” terangnya. (#)
Jurnalis Sayyidah Nuriyah Penyunting Mohammad Nurfatoni