
Hidup di lingkungan masyarakat politeisme, Nabi Ibrahim mempertanyakan kebenaran dewa-dewa yang disembah bangsa Babilonia. Pikirannya menjelajah alam semesta hingga menemukan Tuhan yang sebenarnya.
Tagar.co – Nabi Ibrahim lahir dan besar di negeri Babilonia di zaman Raja Namrud. Bangsa Babilonia penganut politeisme atau syirik. Ada banyak dewa yang dipuja dan disembah.
Dewa tertinggi pencipta alam semesta dan penjaganya disebut Marduk. Shamash dewa matahari. Sin atau Nanna dewa bulan. Anu dewa langit. Absu dewa air.
Hidup dalam lingkungan musyrik, Nabi Ibrahim sewaktu muda sudah berpikir kritis mempertanyakan kebenaran dewa-dewa yang dipuja dan disembah masyarakat itu.
Bahkan kepada ayahnya, Azar, pembuat patung dewa, tak luput dari pertanyaan kritis darinya: Mengapa patung yang dibuat ayahnya dari batu disembah?
وَإِذْ قَالَ إِبْرَٰهِيمُ لِأَبِيهِ ءَازَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا ءَالِهَةً ۖ إِنِّىٓ أَرَىٰكَ وَقَوْمَكَ فِى ضَلَـٰلٍۢ مُّبِينٍۢ ٧٤
Dan ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya Azar,”Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.” (Surat Al-An’am: 74)
Berangkat dari pertanyaan-pertanyaan kritis itu Nabi Ibrahim mencari hakikat Tuhan yang sebenar-benarnya. Tuhan yang berkuasa mutlak, berbeda dengan wujud makhluk, dan unik, satu-satunya, tidak ada duanya, kembarannya, sesuatu yang sama. Itulah ciri tuhan yang patut disembah manusia.
Kisah Nabi Ibrahim mencari tuhan dikisahkan dalam Al-Quran surat Al-An’am: 75-79.
وَكَذَٰلِكَ نُرِىٓ إِبْرَٰهِيمَ مَلَكُوتَ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ ٱلْمُوقِنِينَ ٧٥
Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ ٱلَّيْلُ رَءَا كَوْكَبًۭا ۖ قَالَ هَـٰذَا رَبِّى ۖ فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لَآ أُحِبُّ ٱلْـَٔافِلِينَ ٧٦
Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.”
فَلَمَّا رَءَا ٱلْقَمَرَ بَازِغًۭا قَالَ هَـٰذَا رَبِّى ۖ فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لَئِن لَّمْ يَهْدِنِى رَبِّى لَأَكُونَنَّ مِنَ ٱلْقَوْمِ ٱلضَّآلِّينَ ٧٧
Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.”
فَلَمَّا رَءَا ٱلشَّمْسَ بَازِغَةًۭ قَالَ هَـٰذَا رَبِّى هَـٰذَآ أَكْبَرُ ۖ فَلَمَّآ أَفَلَتْ قَالَ يَـٰقَوْمِ إِنِّى بَرِىٓءٌۭ مِّمَّا تُشْرِكُونَ ٧٨
Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku, ini lebih besar.”Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, “Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.”
Nabi Ibrahim menolak semua dewa-dewa yang disembah bangsa Babilonia berupa matahari, bulan, dan bintang itu.
Semua itu adalah benda-benda langit yang sama dengan benda lainnya. Semua itu diciptakan oleh sesuatu yang maha kuasa dan ada lebih dulu. Sesuatu itu adalah Tuhan yang sebenarnya.
إِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِىَ لِلَّذِى فَطَرَ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ حَنِيفًۭا ۖ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ ٧٩
Aku hadapkan wajahku kepada yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.(#)
Penyunting Sugeng Purwanto