Opini

Muhammadiyah dan Pilkada Serentak 2024

×

Muhammadiyah dan Pilkada Serentak 2024

Sebarkan artikel ini
Muhammadiyah adalah organisasi keagamaan dan sosial yang berfokus pada dakwah, pendidikan, dan kesehatan. Bagaimana seharusnya Muhammadiyah bersikap dalam Pilkada 2024?
Bendera Muhammadiyah (YouTube)

Muhammadiyah adalah organisasi keagamaan dan sosial yang berfokus pada dakwah, pendidikan, dan kesehatan. Bagaimana seharusnya Muhammadiyah bersikap dalam Pilkada 2024?

Opini oleh Aji Damanuri, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tulungagung, Ketua Dewan Pengawas Syariah Lazismu Tulungagung.

Tagar.co – Sikap Muhammadiyah dalam Pilkada 2024 cenderung netral dan tidak berafiliasi dengan partai politik atau kandidat tertentu. Sebagai organisasi keagamaan dan sosial yang berfokus pada dakwah, pendidikan, dan kesehatan, Muhammadiyah selalu menekankan pentingnya menjaga independensi dari politik praktis.

Namun, Muhammadiyah mendorong anggotanya untuk terlibat aktif sebagai warga negara yang baik, termasuk menggunakan hak pilih mereka dengan bijaksana. Organisasi ini juga sering kali mengingatkan anggotanya agar memilih pemimpin yang memiliki integritas, kompetensi, dan komitmen untuk kesejahteraan masyarakat.

Prinsip dasarnya adalah Muhammadiyah tidak memberikan dukungan politik secara institusional kepada calon mana pun, tetapi tetap memberikan kebebasan bagi warganya untuk memilih sesuai dengan nilai-nilai Islam dan pandangan pribadi masing-masing. Selain itu, Muhammadiyah juga sering menyerukan agar pilkada berjalan secara jujur, adil, dan demokratis.

Lima Alasan

Apakah netralitas politik Muhammadiyah tidak akan dimaknai sebagai lepas tangan dan tidak cawe-cawe? Bukankah jihad politik menjadi salah satu strategi dakwah Muhammadiyah? Mari kita bahas nalar politik Muhammadiyah dalam pilkada.

Netralitas Muhammadiyah dalam pilkada dan politik praktis didasarkan pada prinsip-prinsip yang sesuai dengan tujuan awal pendiriannya sebagai organisasi keagamaan dan sosial, bukan organisasi politik. Ada beberapa alasan utama mengapa Muhammadiyah memilih sikap netral ini, dan sikap tersebut bisa dianggap sebagai bentuk tanggung jawab:

Pertama, menjaga independensi organisasi. Muhammadiyah ingin menjaga dirinya dari pengaruh politik praktis yang dapat memecah-belah organisasi dan mengaburkan tujuan dakwah serta pengabdian sosialnya. Netralitas memungkinkan Muhammadiyah untuk tetap fokus pada misi utamanya, yaitu memberdayakan umat dalam pendidikan, kesehatan, dan sosial keagamaan tanpa terlibat dalam kepentingan politik sesaat.

Kedua, menghindari polarisasi di kalangan anggota. Muhammadiyah memiliki anggota dari berbagai latar belakang politik. Jika organisasi ini terlibat dalam mendukung salah satu calon atau partai, ada risiko polarisasi di antara anggota. Netralitas membantu menjaga persatuan dan kesatuan internal organisasi, serta memastikan bahwa Muhammadiyah tetap menjadi ruang inklusif bagi semua anggotanya.

Baca Juga:  Penguasa Jangan Antikritik

Baca juga: Dahsyatnya Potensi Iuran Anggota Muhammadiyah 

Ketiga, misi dakwah dan sosial yang lebih luas. Sebagai organisasi dakwah, Muhammadiyah berfokus pada peningkatan moral dan kesejahteraan masyarakat. Terlibat dalam politik praktis bisa memecah konsentrasi dari misi utama ini. Dengan tetap netral, Muhammadiyah dapat melayani seluruh masyarakat tanpa terbatas oleh afiliasi politik tertentu, sehingga pengaruh dakwah dan sosialnya bisa lebih luas.

Keempat, mendorong partisipasi politik yang etis dan bermartabat. Meskipun netral secara institusi, Muhammadiyah tetap mendorong anggotanya untuk berpartisipasi aktif dalam politik dengan cara yang etis, bermartabat, dan sesuai dengan ajaran Islam. Sikap netral ini bukan berarti apatis, melainkan sebuah upaya untuk mendidik anggotanya menjadi pemilih yang cerdas, independen, dan mempertimbangkan kepentingan umum.

Kelima, menghindari praktik politik yang tidak islami. Politik seringkali diwarnai oleh praktik-praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, seperti korupsi, manipulasi, dan fitnah. Dengan memilih netral, Muhammadiyah ingin menjaga moralitas organisasi dari godaan politik yang mungkin membawa risiko merusak citra dan kredibilitasnya di mata publik.

Bertanggung Jawab?

Lalu apakah ini sikap bertanggung jawab? Dengan bersikap netral apakah berarti Muhammadiyah tidak peduli dengan kebobrokan sistem politik? Apakah netral berarti alergi dan anti politik? Cukup duduk di menara gading dan menonton jalannya permainan dan sesekali berkomentar pedas?

Sikap netral Muhammadiyah justru bisa dipandang sebagai langkah yang sangat bertanggung jawab karena Muhammadiyah melindungi integritas organisasi. Dengan tidak terlibat dalam politik praktis, Muhammadiyah menjaga diri dari potensi konflik internal dan menjaga kredibilitas sebagai organisasi yang benar-benar berfokus pada dakwah dan kepentingan umat.

Muhammadiyah juga terus mendakwahkan dan mengajarkan demokrasi yang sehat, meskipun syahwat politik praktis anggota sering meronta. Netralitas Muhammadiyah mengajarkan anggota untuk tidak terikat buta pada politik dan mengutamakan prinsip-prinsip moral serta etika Islam dalam berpartisipasi dalam demokrasi.

Muhammadiyah selalu mendukung kesejahteraan masyarakat secara luas dengan tidak berafiliasi politik, dapat bekerja sama dengan pemerintah mana pun demi kesejahteraan masyarakat tanpa terikat pada satu golongan politik tertentu.

Siapapun yang terpilih dalam pilkada, Muhammadiyah tidak terikat, tidak memiliki utang janji praktis, tidak jumawa menang juga tidak merasa kalah, sehingga tetap bisa berbakti untuk negeri, dan ini sudah terbukti menjaga marwah dan martabat persyarikatan.

Baca Juga:  Pahlawan Nasional: 7,77 Persen Wanita, Ada Bu Tien Soeharto

Netralitas ini memperlihatkan bahwa Muhammadiyah lebih mementingkan prinsip-prinsip yang lebih besar dan abadi dibandingkan kepentingan politik jangka pendek, sehingga sikap ini mencerminkan tanggung jawab yang tinggi terhadap umat dan bangsa.

Netralitas Muhammadiyah dalam pilkada, meskipun berpotensi mengurangi peluang organisasi ini untuk mendapatkan bagian langsung dari ‘kue kekuasaan’ politik, sebenarnya sejalan dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh Muhammadiyah dan tidak berarti mereka tersingkir sepenuhnya dari pengaruh politik.

Pengaruh Muhammadiyah

Ada beberapa alasan mengapa meski dengan jumlah anggota yang lebih kecil dibandingkan organisasi atau partai politik lain, Muhammadiyah tetap memiliki relevansi di panggung politik Indonesia.

Muhammadiyah memiliki pengaruh sosial dan moral yang kuat sebagai kelompok yang tidak tergadaikan oleh kekuasaan. Muhammadiyah mungkin tidak mencari “kue kekuasaan” dalam arti jabatan politik, tetapi pengaruhnya tetap sangat kuat di bidang sosial, pendidikan, dan keagamaan.

Jutaan orang indonesia terdidik di sekolah-sekolah, universitas, dan rumah sakit Muhammadiyah. Pengaruh ini memberi Muhammadiyah daya tawar politik yang berbeda, lebih kepada pengaruh moral dan intelektual, bukan kuantitas anggota atau dukungan politik langsung.

Netralitas organisasi Muhammadiyah juga tidak melarang anggotanya untuk terlibat dalam politik praktis secara individual. Bahkan mendorong yang memiliki kecakapan dan kapabelitas politik didukung oleh elektabilitas yang tinggi untuk menjadi politisi.

Baca jugaHukum Nikah Beda Agama Menurut Islam

Banyak kader Muhammadiyah yang secara pribadi terjun ke dalam politik dan memegang posisi penting di pemerintahan atau partai politik, sehingga tetap ada representasi dari Muhammadiyah di dalam sistem politik. Namun, mereka bertindak sebagai individu kader, bukan sebagai representasi resmi Muhammadiyah, namun tetap mengemban misi perserikatan.

Dengan tetap netral, Muhammadiyah sebenarnya sedang mempertahankan integritas moral yang lebih tinggi. Organisasi ini menghindari risiko tercorengnya nama baik akibat keterlibatan dalam politik yang kerap diwarnai dengan korupsi, konflik kepentingan, dan intrik politik lainnya. Sikap ini memastikan bahwa Muhammadiyah tetap relevan dan dihormati sebagai institusi yang memiliki pengaruh moral jangka panjang untuk tetap mengawal arah bangsa.

Sikap independen inilah yang sering membuat Muhammadiyah lebih dihargai sebagai ‘penjaga moral’ di masyarakat daripada sekadar kelompok yang mengejar kekuasaan politik. Pengaruh Muhammadiyah tidak terbatas pada kekuasaan formal, tetapi lebih kepada perannya dalam membentuk opini publik dan memberikan kritik yang konstruktif kepada pemerintah mana pun yang sedang berkuasa.

Baca Juga:  Memuliakan Orang Tua yang Terabaikan dengan Day Care Lansia

Meski tidak aktif dalam politik praktis, Muhammadiyah masih bisa mempengaruhi kebijakan publik melalui jalur lain. Sebagai salah satu ormas Islam terbesar, Muhammadiyah kerap dilibatkan dalam konsultasi kebijakan publik, terutama dalam isu-isu yang berkaitan dengan agama, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Pemerintah sering berkonsultasi dengan Muhammadiyah dalam pengambilan keputusan di bidang-bidang tersebut, sehingga organisasi ini tetap memiliki peran penting dalam mempengaruhi arah kebijakan negara.

Muhammadiyah telah bertahan selama lebih dari satu abad tanpa harus bergantung pada kekuasaan politik atau dukungan pemerintah tertentu, tetapi menjadi mitra strategis pemerintahan yang sah. Organisasi ini lebih memilih untuk mandiri dalam hal pendanaan dan inisiatif, dengan mengandalkan sumbangan dari anggota serta jaringan amal usaha (rumah sakit, sekolah, danuniversitas). Ini memungkinkan Muhammadiyah untuk bertahan dan berkembang meskipun tidak mendapatkan “kue kekuasaan.”

Kekuasaan politik sering bersifat sementara, bergantung pada masa jabatan dan dinamika politik yang cepat berubah. Namun, pengaruh yang dibangun melalui lembaga-lembaga pendidikan, kesehatan, dan dakwah memiliki sifat yang lebih berkelanjutan. Dengan tetap netral, Muhammadiyah mengarahkan fokusnya pada pembangunan sosial yang efeknya lebih panjang daripada kekuasaan politik yang berumur pendek. Netral bukan berarti alergi atau antipolitik, tetapi berpolitik secara cerdas.

Jadi, apakah netralitas akan menyingkirkan Muhammadiyah dari panggung politik? Netralitas Muhammadiyah mungkin membuat organisasi ini tidak mendapatkan keuntungan langsung dari ‘kue kekuasaan’, tetapi bukan berarti Muhammadiyah tersingkir dari panggung politik.

Sebaliknya, Muhammadiyah tetap menjadi pemain penting melalui pengaruh moral, sosial, dan intelektualnya. Netralitas justru menjaga relevansi Muhammadiyah sebagai institusi yang fokus pada kepentingan umat dalam jangka panjang, alih-alih terjebak dalam permainan politik jangka pendek.

Muhammadiyah memiliki daya tawar politiknya sendiri yang berbeda, bukan dalam bentuk kursi atau jabatan, tetapi dalam pengaruh moral dan sosial yang mendalam dan luas. Selamat mengikuti proses pikada dengan riang gembira, cerdas dan tetap menjaga nalar politik Muhammadiyah. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni