Opini

Merayakan Idulfitri dengan Makanan yang Halalan Tayiban

172
×

Merayakan Idulfitri dengan Makanan yang Halalan Tayiban

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi freepik.com premium

Idulfitri adalah momen berbagi dan bersyukur. Pastikan makanan yang disajikan dan dibagikan tidak sekadar lezat, tapi juga halal dan tayib demi keberkahan dan kesehatan bersama.

Oleh Abdul Rahem, Ketua Pusat Halal Universitas Airlangga

Tagar.co – Selama sebulan berpuasa di bulan Ramadan, kita telah melewati tiga fase keistimewaan yang Allah anugerahkan kepada umat Islam yang menjalankan ibadah puasa dengan sungguh-sungguh. Sepuluh hari pertama adalah fase rahmat, sepuluh hari kedua merupakan fase ampunan, dan sepuluh hari ketiga adalah fase pembebasan dari api neraka. Masyaallah, betapa luar biasa keutamaan ini bagi siapa pun yang menjalaninya secara khusyuk semata-mata demi meraih rida Allah Swt.

Di sisi lain, Allah juga memerintahkan seluruh umat manusia untuk mengonsumsi makanan yang halal dan tayib. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Baqarah ayat 168:

“Wahai manusia, makanlah dari apa yang ada di bumi yang halal lagi baik, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”

Perintah ini bersifat universal, ditujukan kepada seluruh manusia, bukan hanya kepada umat Islam. Artinya, setiap manusia diperintahkan untuk tidak mengonsumsi sesuatu yang dilarang oleh Allah (tidak halal), dan tidak membahayakan (tidak baik atau tayib).

Baca Juga:  Pesona Pulau Gili Genting: Menikmati Surga Tersembunyi Pantai Sembilan

Baca juga: Merayakan Idulfitri dengan Sehat

Di saat Idulfitri seperti saat ini, umat Islam biasanya disibukkan dengan berbagai persiapan. Salah satunya adalah menyajikan makanan atau memberikan bingkisan—baik dalam bentuk hampers maupun parcel—kepada keluarga, sahabat, dan kerabat.

Namun, penting bagi kita untuk memastikan bahwa makanan atau barang yang diberikan tidak hanya lezat dan menarik, tetapi juga memenuhi prinsip halalan tayiban. Sebab, sebagaimana disabdakan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al-Thabrani:

“…Sungguh seorang hamba yang memasukkan sesuap makanan haram ke dalam perutnya, maka amalnya tidak diterima selama empat puluh hari…”

Konsep halalan tayiban bukan hanya menyangkut status kehalalan suatu produk dari sisi hukum agama, tetapi juga menyentuh aspek kesehatan, kebersihan, dan kebermanfaatannya bagi tubuh. Halal berarti bahan dan cara produksinya sesuai syariat Islam, sementara tayib bermakna baik, bergizi, dan layak konsumsi. Keduanya adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Di tengah perkembangan zaman, kesadaran untuk mengonsumsi produk yang sesuai dengan prinsip agama pun kian meningkat. Maka dari itu, keberadaan sertifikasi halal menjadi sangat penting. Sertifikat halal bukan sekadar label tempel, melainkan jaminan kepercayaan dan rasa aman bagi konsumen Muslim. Tanpa sertifikasi yang sahih, akan selalu ada keraguan: apakah bahan-bahannya halal? Apakah proses produksinya bersih? Apakah distribusinya tidak tercampur dengan yang haram?

Baca Juga:  Meriah, Haru, dan Penuh Makna Warnai Halalbihalal Keluarga Bani Fadeli

Masalah lain yang kerap muncul menjelang Idulfitri adalah pemberian hampers atau parcel yang berisi produk-produk mendekati masa kedaluwarsa, atau bahkan sudah melewati tanggal kedaluwarsanya. Ini adalah praktik yang perlu menjadi perhatian bersama, baik oleh pemberi maupun penerima. Banyaknya parcel kedaluwarsa biasanya terjadi karena kurangnya perhatian terhadap informasi produk saat proses belanja menjelang Lebaran yang serba cepat dan praktis.

Padahal, memberikan bingkisan yang isinya tidak layak konsumsi sama saja mengurangi nilai kebaikan dari sedekah itu sendiri. Bukankah selama Ramadan kita telah dididik untuk memberi yang terbaik? Maka, memberi produk yang sudah kedaluwarsa tidak hanya merugikan penerima, tetapi juga dapat membahayakan kesehatannya. Dalam konteks ini, produk tersebut tidak dapat lagi disebut tayib.

Agar bingkisan kita benar-benar menjadi sumber kebahagiaan dan keberkahan, mari lebih cermat dalam memilih isinya. Jangan hanya fokus pada tampilan menarik atau harga, tetapi perhatikan juga masa kedaluwarsa dan kualitasnya. Pastikan isinya halal, baik, dan berguna bagi penerima.

Idulfitri adalah momentum syukur dan kemenangan, yang seharusnya kita rayakan dengan penuh berkah. Menyajikan atau memberi makanan halal dan tayib adalah bentuk tanggung jawab kita terhadap tubuh, terhadap keluarga, dan terhadap ajaran Islam. Makanan yang kita konsumsi atau kita hadiahkan bisa menjadi ladang pahala dan membawa keberkahan, jika dipilih dengan kesadaran dan ketulusan.

Baca Juga:  Lebaran Digital, Ketupat Opor Ayam Tak Ada yang Makan

Lebih dari itu, perhatian terhadap kehalalan dan kebaikan produk juga menjadi dukungan nyata bagi pelaku usaha yang berkomitmen pada prinsip-prinsip Islam. Kita ikut serta menguatkan rantai industri halal yang beretika dan berkualitas.

Mari jadikan Idulfitri sebagai kesempatan untuk mempererat tali silaturahmi, berbagi kebahagiaan, serta memastikan bahwa semua yang kita berikan—baik secara lahir maupun batin—adalah yang terbaik, halal, dan tayib.

Terakhir, bijaklah dalam memilih isi hampers atau parcel. Pastikan produknya bersertifikat halal, memiliki masa kedaluwarsa yang panjang, dan sesuai kebutuhan. Pilihlah produk yang tahan lama tetapi tetap berkualitas. Bila memungkinkan, utamakan produk lokal yang segar dan mudah dipantau mutunya. Dengan begitu, kita tidak hanya memberi bingkisan, tetapi juga menyebarkan keberkahan. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni