Feature

Merayakan Cinta Keluarga ala Prof. Jojo

788
×

Merayakan Cinta Keluarga ala Prof. Jojo

Sebarkan artikel ini
Keluarga Prof Jojo. Dari kiri: Dandun Wijakantaka Tajallallah, Suparto Wijoyo, Neneng Sri Mulyaniar Rachman, Azhari Hidayat Fikri. (Tagar.co/Istimewa)

Dalam suasana hangat dan mengharukan, Prof. Jojo merayakan tiga anugerah besar: putra hafiz, pernikahan 17 tahun, dan peluncuran buku bersama istri. Semua berpadu dalam cahaya cinta dan ilmu.

Catatan M. Anwar Djaelani, penulis buku Menulislah, Engkau Akan Dikenang dan 12 judul lainnya

Tagar.co – Ada yang istimewa pada Sabtu, 28 Juni 2025. Bertempat di Ruang Mojopahit lantai 5 Aseec Tower Universitas Airlangga (Unair), berlangsung sebuah acara bertajuk Membangun Cahaya Surga. Tema ini bukan sekadar hiasan.

Sepanjang pelaksanaannya yang berdurasi sekitar tiga jam, semangat keilmuan benar-benar terasa. Acara mengalir dalam suasana yang penuh gairah. Rangkaian acaranya berhasil membangkitkan semangat untuk mempersiapkan anak-anak menjadi qurata a’yun—penyejuk mata dunia dan akhirat.

Tokoh sentral di balik acara ini adalah Prof. Dr. Suparto Wijoyo, S.H., M.Hum., Guru Besar Ilmu Hukum Lingkungan Administrasi dan Wakil Direktur III Sekolah Pascasarjana Unair. Dikenal akrab dengan sapaan Prof. Jojo, mengundang para sahabat dan kolega untuk hadir dalam sebuah tasyakuran. Setidaknya, ada tiga peristiwa penting dalam hidupnya yang patut disyukuri. Apa saja tiga peristiwa itu, dan bagaimana suasana acara yang dimulai pukul 09.30 tersebut?

Permata Hati

Momentum pertama yang disyukuri Prof. Jojo adalah keberhasilan putranya, Dandun Wijakantaka Tajallallah. Di usia 15 tahun, Dandun baru saja menyelesaikan pendidikannya di Pondok Pesantren Sulaimaniyah, Jemursari, Surabaya. Lebih membanggakan lagi, ia lulus dengan hafalan Al-Qur’an 30 juz.

Dalam acara itu, Dandun melantunkan bacaan Al-Qur’an secara duet bersama salah satu gurunya, Abi Ali. Juga diluncurkan Muratal Al-Qur’an yang dikemas dalam Tajali Project. Prestasi sang anak itu tak hanya membahagiakan orang tua, tetapi juga mengharukan semua yang hadir.

“Acara ini bagian dari upaya menyemangati anak. Saya terinspirasi dari Prof. Mohammad Nasih,” ujar Prof. Jojo dalam sambutannya. Ia lalu berkisah tentang masa pandemi Covid-19 ketika Dandun masih duduk di bangku SD.

Baca Juga:  Tohir Bawazir: 36 Tahun Menjaga Jalan Sunyi Penerbitan Buku Islam

Saat itu, Prof. Nasih—Rektor Unair kala itu—menginformasikan bahwa kampusnya menyediakan golden ticket bagi penghafal Al-Qur’an 30 juz untuk masuk Unair. Kabar ini memotivasi Dandun. Di SD, ia menghafal 1 juz. Selanjutnya, ia meneruskan pendidikan di Ponpes Sulaimaniyah dan menyelesaikan hafalannya dalam waktu satu tahun lima bulan.

“Alhamdulillah, saya bisa hafal Al-Qur’an dalam waktu satu tahun lima bulan. Selanjutnya, murajaah insyaallah akan saya teruskan secara istikamah sampai akhir hayat,” ujar Dandun di hadapan hadirin.

Di Usia Ke-17

Momentum kedua yang dirayakan adalah usia pernikahan Prof. Jojo dengan Neneng Sri Mulyaniar Rachman yang telah menginjak 17 tahun. Dari pernikahan ini lahir seorang anak penghafal Al-Qur’an. Dalam Islam, orang tua yang memiliki anak hafiz akan dianugerahi mahkota cahaya oleh Allah Swt. kelak di akhirat.

Saat memberi sambutan, Prof. Jojo didampingi oleh istri dan dua anak lelakinya. Ia memperkenalkan mereka. Putra sulungnya, Azhari Hidayat Fikri, kini sedang menempuh pendidikan magister di Unair. Azhari merupakan buah pernikahan Prof. Jojo dengan istri pertamanya, yang telah wafat. Setelah itu, ia menikah dengan Neneng, perempuan asal Bandung yang pernah menjadi penyiar TVRI Jawa Timur selama satu dasawarsa. Dari pernikahan ini, lahirlah Dandun.

Prof. Jojo bersyukur karena keluarganya saling menguatkan dalam ketaatan. Di titik ini, kita bisa memahami alasan ia memilih menampilkan kutipan Surah At-Tahrim ayat 6 di profil WhatsApp-nya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”

Prof. Jojo bersama istri dan dua anaknya dalam acara tasyakuran bertema Membangun Cahaya Surga (Tagar.co/Istimewa)

Pasangan Penulis

Momentum ketiga adalah peluncuran dua buku baru Prof. Jojo: Ramadan Karem dan Khazanah Ramadan. Tak banyak dosen yang produktif menulis, dan Prof. Jojo termasuk yang menonjol. Karya ilmiah maupun populernya telah mencapai lebih dari 30 judul. Ia pernah dinobatkan Mahkamah Konstitusi sebagai penulis opini terbaik pertama (2019) dan juara I dosen Unair yang aktif mengisi blog (2017).

Baca Juga:  Merdeka dari Sound Horeg: Saatnya Tegas demi Ketenangan Warga

Buku Ramadan Karem mendapatkan apresiasi dari berbagai tokoh. Di antaranya, Prof. Nasih, K.H. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah (Ketua MUI Jatim), dan K.H. Abdul Hakim Machfudz (Ketua PWNU Jatim).

“Ulasannya ringan, kadang sepele, tapi menggambarkan petualangan pemikiran yang aktif, jeli, sesekali jenaka dan menggoda,” tulis Prof. Nasih.

Di mukadimah buku tersebut, Prof. Jojo menunjukkan pengaruh Al-‘Alaq: 1–5 dalam kehidupannya. Ayat-ayat ini menginspirasi dan mendorongnya untuk terus membaca dan menulis. “Menulis artikel, mengonstruksi gagasan, menuangkan opini, membuat buku atau menyusun kitab-kitab adalah penjelajahan bersifat ketuhanan. Hadirnya buku adalah implementasi pesan teologis, bukan semata tugas akademik,” tegasnya.

Tak hanya itu, dalam acara ini juga diluncurkan buku terbaru istrinya, Sang Muazin (Juni 2025), yang berisi nasihat-nasihat untuk anak dalam gaya naratif yang indah dan puitis. Salah satu bagian paling menyentuh ada di halaman 55–56, berjudul Tetaplah Menjadi Al-Fatihku, yang berisi pesan haru seorang ibu saat melepas putranya memilih sekolah baru yang bukan berbasis pesantren.

“Pergilah ke sekolah kehidupan yang kau pilih,
tapi jangan pernah lepaskan Al-Qur’an dari hatimu…
Tetaplah menjadi Al-Fatihku.”

Siapa Neneng? Di kata pengantar bukunya, ia menulis dengan kejujuran dan ketulusan:

“Aku bukan ahli agama. Aku bukan ustazah. Aku ibu yang ingin anakku mengenal Tuhannya sebelum mengenal dunia… Menulis dengan air mata dan cinta, agar kelak bisa menua tanpa sesal dan pulang dalam pelukan rahmat-Nya.”

Neneng adalah penulis berbakat. Sebelumnya, ia telah menulis Bunda Bertutur untuk Ananda, Perempuan Menyapa, Seikat Ilmu, dan Karena Belajar Tak Harus Duduk di Bangku Sekolah. Dengan itu, Prof. Jojo patut berbahagia. Tak banyak pasangan suami-istri yang sama-sama produktif menulis. Di acara itu, keduanya bahkan sama-sama meluncurkan buku.

Baca Juga:  Hamka dan Amanat Berat sang Pengarang
Prof. Jojo memberikan kenangan pada Prof. Mohammad Nasih dan Dr. Soekarwo menerima tiga buku yg diluncurkan. (Tagar.co/Istimewa)

Semarak yang Menyentuh

Acara berlangsung semarak namun tetap khidmat. Tampak hadir Prof. Mohammad Nasih (Rektor Unair 2015–2025), Dr. Soekarwo (Gubernur Jawa Timur dua periode), dan Prof. Zaidun, S.H. (Dekan FH Unair 2007–2016). Juga hadir sejumlah tokoh NU, MUI, dan pimpinan pondok pesantren se-Jawa Timur.

Soekarwo menyatakan kebahagiaannya bisa hadir di Unair, tempat ia juga menimba ilmu. Ia memuji prestasi Dandun yang mampu menghafal Al-Qur’an dalam waktu relatif singkat, lalu merekamnya dalam format murottal untuk dinikmati umat.

“Di ruang ini, aspek spiritual dan intelektual bertemu,” ujarnya. Karena itu, lanjutnya, “teruslah memperkuat aktivitas pikir dan zikir.”

Prof. Nasih pun memberi sambutan, mengucapkan selamat kepada Prof. Jojo dan keluarga. Ia mengapresiasi acara ini sebagai majelis ilmu yang insya Allah akan semakin mendekatkan jalan menuju surga.

Cinta yang Menggugah

Sebagai penutup, panitia memberikan kenang-kenangan berupa buku dan bibit pohon kepada para tokoh serta seluruh peserta yang hadir. Acara ditutup pukul 12.30 dengan kesan yang dalam. Tema Membangun Cahaya Surga terasa nyata, mengalir dalam tiap rangkaian acara.

Prof. Jo, selamat! Anda telah merayakan cinta kepada keluarga dengan sangat baik. Acara ini tak hanya menyentuh hati, tetapi juga menggugah jiwa. Alhamdulillah. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni