
Suasana hangat menyelimuti MI Mutwo saat saya, guru, dan siswa berbuka puasa bersama. Kebersamaan ini mempererat ukhuwah, mengajarkan syukur, kesabaran, dan kepedulian di bulan suci Ramadan.
Tagar.co – Suasana penuh kehangatan menyelimuti MI Muhammadiyah 2 (MI Mutwo) Campurejo saat saya, para guru, dan siswa berkumpul untuk berbuka puasa bersama. Tak sekadar berbagi hidangan, tapi juga mempererat ukhuwah dalam kebersamaan Ramadan.
Ketika suara azan Magrib akhirnya berkumandang, mengisi udara dengan lantunan merdu yang menandakan berakhirnya hari panjang menahan lapar dan dahaga, senyum bahagia pun merekah di wajah para siswa kami di MI Muhammadiyah 2 Campurejo, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Baca juga: Hangatnya Kebersamaan, Momen Berbuka Puasa di MI Muhammadiyah 2 Campurejo
Sebanyak 152 siswa dan 20 guru bersimpuh di halaman MI Mutwo—sebutan MI Muhammadiyah 2 Campurejo—siap berbuka bersama setelah mendengar tausiah dari Ustaz Moh. Ayub, M.Pd.I, guru Al-Islam.
Sebagai Kepala MI Mutwo, saya merasa sangat bersyukur kepada Allah Swt karena telah mempertemukan kami kembali dalam suasana penuh berkah di bulan suci Ramadan ini.
“Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah mempertemukan kita dalam suasana penuh berkah di bulan suci Ramadan ini. Hari ini, kita berkumpul tidak hanya untuk berbuka puasa bersama, tetapi juga untuk mempererat ukhuwah di antara kita semua—guru, teman-teman, dan seluruh keluarga besar madrasah yang kita cintai,” ungkap saya.
“Semoga dari acara ini, kita semakin bersyukur atas nikmat Allah, semakin semangat dalam belajar, dan semakin dekat dengan sesama. Terima kasih kepada guru-guru kami, kepada orang tua, serta semua yang telah berkontribusi dalam terselenggaranya acara ini,” lanjut saya.
Saya juga mengingatkan para siswa untuk menyambut waktu berbuka dengan penuh syukur dan berharap agar doa-doa yang dipanjatkan diijabah oleh Allah Subhanahuwataala.
Buka Puasa dan Salat Magrib Berjemaah
Setelah meneguk air putih dan merasakan manisnya kurma, para siswa berduyun-duyun mengambil air wudu untuk melaksanakan salat Magrib berjemaah. Hal ini merupakan prosedur yang selalu saya tekankan kepada mereka.
“Anak-anakku, dua menit lagi waktu berbuka. Jadi nanti semuanya tidak boleh langsung makan nasi. Tapi berbukalah dengan minum air putih dan kurma dulu, kemudian kita salat Magrib berjamaah. Setelah itu baru kita akan makan nasi bersama,” kata saya.
Wajah-wajah yang semula lelah setelah seharian beraktivitas kini bersinar dengan kegembiraan yang tulus. Gelas-gelas air putih diangkat perlahan, seolah menjadi simbol kesyukuran atas nikmat yang diberikan. Butiran kurma yang manis dan lembut mulai disantap, menjadi pembuka yang sempurna untuk mengawali momen berbuka puasa.
Momen ini bukan sekadar tentang mengisi perut yang kosong, tetapi juga tentang merasakan kehangatan yang meresap hingga ke dalam hati.

Lebih dari Sekadar Menahan Lapar
Hari itu bukanlah hari biasa. Ia adalah hari yang penuh makna, di mana setiap detik yang berlalu terasa begitu berharga. Sejak pagi, kami telah melewati waktu dengan penuh kesabaran, menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa. Namun, bukan hanya lapar dan dahaga yang kami tahan, melainkan juga godaan-godaan kecil yang menguji kesabaran dan ketakwaan.
Saat matahari mulai tenggelam, langit berubah warna menjadi jingga keemasan, seolah memberikan isyarat bahwa waktu berbuka semakin dekat. Suasana pun semakin hangat, dipenuhi dengan tawa dan obrolan ringan yang mengalir begitu alami.
Ketika azan Magrib berkumandang, semua aktivitas sejenak terhenti. Suara itu seakan menjadi panggilan suci yang mengingatkan kami akan kebesaran Sang Pencipta. Kami pun berkumpul, duduk melingkar, menikmati kebersamaan yang jarang terasa di hari-hari biasa.
Gelas-gelas air putih diangkat, diiringi doa-doa kecil yang dipanjatkan dalam hati. Butiran kurma yang disantap bukan hanya sekadar makanan pembuka, melainkan juga sunah yang diajarkan Nabi, mengingatkan kami akan pentingnya meneladani kebaikan dalam setiap hal kecil.
Momen berbuka puasa itu bukan sekadar tentang mengisi perut yang keroncongan, tetapi juga tentang mengisi jiwa yang haus akan ketenangan dan kedamaian. Setiap tegukan air terasa begitu menyegarkan, seolah menghidupkan kembali energi yang sempat terkuras. Setiap gigitan kurma terasa begitu bermakna, mengingatkan kami akan nikmat-nikmat kecil yang sering terlupakan.
Di balik itu semua, ada kebersamaan yang begitu hangat, yang membuat hati terasa lebih ringan dan jiwa semakin kuat.
Hari itu bukan sekadar tentang menanti waktu berbuka. Ia adalah tentang kebersamaan yang menguatkan ikatan, tentang ilmu yang mencerahkan pikiran, dan tentang ibadah yang menguatkan jiwa. Setiap detik yang dihabiskan bersama terasa begitu berharga, mengingatkan bahwa hidup bukanlah tentang seberapa banyak yang dimiliki, melainkan tentang seberapa bermakna setiap momen yang dijalani.
Ketika malam mulai menyelimuti, hati kami pun terasa lebih tenang, siap menyambut esok hari dengan semangat baru. (#)
Jurnalis Nurkhan Penyunting Mohammad Nurfatoni