Kultum Ramadan

Menjaga Dakwah: Hindari Tiga Kebodohan Ini

249
×

Menjaga Dakwah: Hindari Tiga Kebodohan Ini

Sebarkan artikel ini
Aji Damanuri

Media sosial bisa menjadi alat dakwah atau malah ladang kebodohan. Tiga tanda kebodohan ini merusak dakwah dan menyesatkan umat. Apa saja?

Kultum Ramadan (Seri 21): Menjaga Dakwah: Hindari Tiga Kebodohan Ini; Oleh Dr. Aji Damanuri, M.E.I., Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tulungagung, Ketua Dewan Pengawas Syariah Lazismu Tulungagung.

Tagar.co Menjaga Dakwah: Hindari Tiga Kebodohan Ini tepat untuk menjadi bahan Kultum Ramadan kali ini. Baca selengkapnya:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan kita nikmat iman, Islam, dan kemudahan dalam mengakses teknologi untuk kemaslahatan kehidupan bersama. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Saw., keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang senantiasa mengikuti ajaran beliau.

Pada kesempatan ini, mari kita renungkan tentang media sosial, yang bisa menjadi alat pemecah belah atau juru dakwah, tergantung pada siapa yang menggunakannya. Dulu ada istilah “mulutmu harimaumu”, sekarang mungkin “jarimu belatimu”.

Baca juga: Menolak Permisif, Menjadi Muslim Bertanggung Jawab

Jika dulu kita diminta menjaga lisan karena berbicara dengan lisan, sekarang kita juga harus menjaga jari karena jari yang sering berbicara melalui media sosial. Lalu, bagaimana kita harus menggunakan media sosial dengan bijak?

Banyak sekali konsep tentang menjaga lisan dalam Al-Qur’an. Allah Swt. berfirman dalam Surah Al-Isra ayat 36:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban.”

Helmy Yahya dalam sebuah postingan YouTube menyampaikan tiga tanda-tanda orang bodoh. Pertama, suka menyela pembicaraan sebelum mendengar dengan tuntas. Orang pintar mestinya bijaksana, dan orang bijak suka mendengar sebelum bicara.

Kedua, membantah sebelum memahami. Ini adalah kebodohan yang akut. Mestinya memahami dulu pemikiran orang lain, tetapi ciri kebodohan kedua ini banyak menghinggapi para amatiran. Mereka menutup diri dari memahami orang lain atau kelompok lain serta membuat standar kebenaran sendiri untuk menilai salah-benar atau baik-buruk orang lain.

Ketiga, menghakimi sebelum mengetahui. Mudah memvonis orang lain dengan stereotipe negatif padahal ilmunya masih dangkal. Mengabaikan tabayun untuk memahami orang lain. Banyak sekali ustaz dadakan yang sudah bergaya master, setiap yang tidak sesuai dengan pandangannya dihakimi seenaknya sendiri.

Ilmu Allah begitu luas untuk kita sombongkan. Bahkan, ada yang dengan lantang mengatakan tidak ada dalilnya di seluruh kitab, tetapi beberapa saat kemudian ada postingan bantahan yang menunjukkan konsep yang lebih baik. Apa tidak malu?

Mereka lupa ayat di atas yang mengingatkan kita bahwa setiap ucapan dan tindakan, termasuk di media sosial, akan dimintai pertanggungjawaban. Tiga kebodohan ini akan sangat berbahaya jika melekat pada seorang pendakwah. Ustaz yang mestinya memberi pencerahan, malah memperkeruh keadaan dengan kebodohannya.

Rasulullah Saw. bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam.

Hadis ini mengajarkan bahwa kita harus selalu menjaga ucapan, baik melalui lisan maupun tulisan di media sosial. Kata-kata yang menurut kita umum dan biasa, di hadapan Allah menjadi standar keimanan.

Namun, banyak yang melupakan iman ketika mulut dan jarinya tidak terkontrol, sehingga lupa bahwa semua ucapannya, tulisannya, dan postingannya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah sebagai konsekuensi dari keimanannya.

Orang beriman harus memastikan bahwa setiap kata yang kita ucapkan atau tulis mengandung kebaikan dan kebenaran. Ucapan dan tulisan adalah cerminan hati. Jika hati baik, maka ucapan dan tulisan pun akan baik. Sebaliknya, jika hati buruk, maka ucapan dan tulisan pun akan buruk.

Islam mengajarkan agar kita selalu menebarkan kebaikan dan ilmu meskipun sedikit. Rasulullah Saw. bersabda:

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً

Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat. (H.R. Bukhari)

Agar tidak menjadi bodoh atau menunjukkan kebodohan, jangan mudah menyebarkan informasi tanpa memverifikasi kebenarannya.

Potongan-potongan video yang sengaja disebarkan untuk menciptakan kesan tertentu adalah bagian dari kebodohan karena menyebarkan sesuatu yang belum dipahami secara utuh. Allah Swt. berfirman dalam Surah Al-Hujurat ayat 6:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.

Jangan membagikan informasi pribadi atau hal-hal yang bisa merugikan diri sendiri dan orang lain. Menjaga rahasia dan kehormatan saudara sesama muslim adalah sunnah. Tabayun untuk mendapatkan pemahaman yang benar adalah sunnah. Menghormati perbedaan pandangan selama masih berpegang pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan mengikuti pandangan para ulama juga merupakan sunnah.

Allah Swt. berfirman dalam Surah Ali Imran 103:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا

Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.

Ayat ini mengingatkan kita bahwa persatuan adalah kunci kekuatan umat. Marilah kita menggunakan media sosial dengan bijak. Ingatlah, dakwah itu mencerahkan, bukan menunjukkan kebodohan.

Semoga Allah Swt. memberikan kita kekuatan untuk selalu bijak dalam menggunakan media sosial dan menjadi hamba-Nya yang bermanfaat bagi umat dan bangsa. Amin Yarabalalamin.

Nasrumminallah wafathunqarib. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni