Ibarat film, guru harus berperan menjadi sutradara yang bisa mengatur, mengarahkan, dan melakukan pendampingan. Guru pun harus bisa memberikan peran siswa sebagai tokoh utama di kelas.
Opini oleh Ichwan Arif, Guru SMP Muhammadiyah 12 (Spemdalas) GKB Gresik.
Tagar.co – Ibarat dunia perfilman, mengawali tahun pelajaran, guru harus bersiap-siap menjadi sutradara yang keren, sat-set, gokil, dan pastinya kreatif inovatif.
Dikatakan guru ‘ngeri’, bukan saatnya pendidik menjadi penulis script atau skenario. Mengapa? Karena menulis skenario itu sudah dilakukan ketika masa liburan siswa kemarin. Guru sudah merancang materi pembelajaran, media, bahkan strategi pembelajaran yang akan dipakai.
Kala itu, guru diharapkan benar-benar matang ketika memosisikan sebagai skenario. Dia harus memiliki ‘daya khayal’ tentang ruang kelas, materi, dan siswa. Yang tidak kalah pentingnya adalah dia harus bisa berimajinasi berada di kelas. Tidak sekadar berdiri di depan dengan berceramah, tetapi bisa berada di samping, belakang, bahkan berbaur dengan siswa.
Upaya ini dengan tujuan, ketika membuat skenario benar-benar update dengan kondisi riil, guru bisa merancang pembelajaran dengan tepat. Yang perlu dipahami dan pegang, rancangan pembelajaran bukan hanya tertulis di lebar kertas, diprint, dan dijilid lalu ditinggalkan. Kebutuhannya hanya dikeluarkan ketika ada akreditasi atau supervisi semata.
Menjadi sutradara ini bisa dilakukan dengan jeli dan tepat, mana kala guru mampu mentranfer tulisan script ketika berhadapan dengan siswa saat proses pembelajaran. Saat itulah, guru menjadi sutradara layaknya mengatur pengambilan gambar saat shooting adegan film. Di situ ada alur cerita, ada tokoh, setting, dan tentunya pesan atau amanah sebagai target dalam pembelajaran.
Baca juga: Bermain di Rumah Tetap Menyenangkan
Guru sebagai sutradara bisa memosisikan sebagai tokoh utama dan bisa menjadi tokoh bawahan. Ketika dalam alur cerita, sutradara juga bisa melimpahkan tokoh utama pada siswa. Siswa memainkan perannya, kapan dia menjelaskan, memaparkan, diskusi, sampai dengan menyimpulkan.
Peran sentral harus lebih banyak diberikan siswa, dengan arahan sutradara. Siswa diberikan penjelasan, langkah-langkah, dan juga apa yang harus dilakukan sehingga mereka bisa menjadi pemain, tidak sekadar penonton film.
Film akan berjalan dengan baik kalau dengan arahan sutradara dan sesuai script. Maka, film yang ber-setting kelas atau outing class, ini bisa menghasil film berkualitas. Film dengan pengarakteran tokoh, alur yang jelas, dan amanat yang sesuai ditargetkan.
Maka, guru yang bertindak sebagai sutradara tidak hanya berdiri, duduk di meja, dan keluar setelah bel berbunyi. Guru ‘ngeri’ yang sebagai sutradara harus mampu menjadikan pembelajaran yang berkualitas. Memberikan pengalaman belajar dan menjadikan film di kelas itu ‘viral’, yang memberikan manfaat bagi siswa.
Guru seperti ini yang digadang-gadang bisa menjadi guru siswa. Yaitu guru yang bisa menghasilkan siswa yang memiliki peran semua. Kalaupun ada siswa yang belum sempurna dalam memainkan perannya, maka sang sutradara harus memiliki jurus dan effort, bagaimana caranya mereka bisa bermain dalam alur film tersebut.
Baca juga: Menjaga Mood Belajar Siswa Bukan kayak Bimsalabim
Bisa dengan pendampingan dan juga menjelaskan secara bertahap. Ingat, sutradara harus memahami semua pemain di kelas itu memiliki karakter dan juga kepiawaian berbeda. Maka sutradara tidak boleh baperan. Sutradara harus memiliki seribu upaya dan strategi untuk menjadikan siswa bisa memerankan peran terbaik di kelas saat pembelajaran.
Inilah yang disebut, sutradara gokil itu. Sutradara yang bisa menjalankan alur pembelajaran. Sutradara yang bisa menjadikan film yang dibuat tersebut sebagai film dengan kualitas tidak kaleng-kaleng. Maka, guru itu harusnya begitu, yaitu guru ‘ngeri’, yang memiliki multitalen dengan orientasi memberikan pengalaman belajar pada siswa. Semoga! (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni