Pantai Tunggul berada di Desa Tunggul, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Airnya hangat sehingga banyak didatangi wisatawan. Sekadar untuk menghangatkan tubuh atau sebagai terapi.
Tagar.co – Deretan pantai di sepanjang pesisir utara Jawa Timur memberikan daya tarik tersendiri. Termasuk yang ada di Lamongan. Selama ini mungkin masyarakat hanya mengenal Tanjung Kodok dan Pantai Kutang yang ada di Labuhan Brondong. Ternyata tak kalah indahnya di sebelah timur Wisata Bahari Lamongan (WBL) juga terdapat pantai air hangat yang ramai pula dengan pengunjung yakni pantai Tunggul.
Tunggul merupakan nama salah satu desa yang berada di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Secara geografis, sebelah utara Desa Tunggul berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Sebelah selatan dengan Desa Sendang Agung, sebelah timur dengan Desa Kranji, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Paciran. Desa Tunggul memiliki dua dusun yakni Dusun Tunggul dan Dusun Genting dengan total luas area 325 hektar.
Ketika berkunjung ke Desa Tunggul, selepas melaksanakan salat Ashar berjemaah kami berlima langsung menyeberangi jalan raya berjalan ke utara menuju pantai. Satrio Putra Yunaryo, Naufal Farhana Ismail, dan Muhamamd Ariza Saputra berlari terlebih dahulu menuju tengah laut. Sementara saya dan Zafira Azzalea Faiqa Ircham menikmati hembusan angin laut yang sepoi-sepoi dengan sesekali mengabadikan panorama yang memukau sepanjang pantai, (Ahad (7/12/2024).
Kala menyusuri jalan setapak kurang lebih 200 meter menuju tengah laut, di samping kanan terlihat deretan kapal nelayan yang sedang parkir di tepian laut. Sedang samping kiri terlihat hamparan laut yang luas dengan pancaran warna langit yang mulai meredup. Terlihat cahaya matahari perlahan bergerak merunduk ke ufuk barat menyambut hadirnya senja yang memesona.
Baca juga: Segarkan Dahaga dengan Dawet Siwalan Paciran
Profesor Steve Ackerman, pakar meteorologi Universitas Wisconsin Amerika Serikat menjelaskan warna langit senja kala matahari mulai terbenam dihasilkan dari sebuah fenomena yang disebut scattering atau pemendaran cahaya.
Saat sunset (matahari terbenam) maupun sunrise (matahari terbit), posisi matahari rendah di cakrawala, sehingga molekul dan partikel kecil di atmosfer mengubah arah sinar matahari. Hal ini menyebabkan sinar matahari melewati banyak udara dan berhamburan atau berpendar di udara. Momen ketika matahari terbenam dan langit terpendar dengan rona warna merah, jingga dan keunguan menjadikan senja begitu indah, bernilai estetika tinggi hingga memukau penikmatnya.
Senja disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak dua kali. Yaitu dalam Al-Insyiqaq 16 dan Al-Kahfi 28.
فَلَآ أُقْسِمُ بِٱلشَّفَقِ
“Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja.” (Al-Insyiqaq 16).
Dalam Tafsir Ibnu Katsir karya Syaikh Prof Hikmat bin Basyir bin Yasir, Profesor Fakultas Al-Quran Universitas Islam Madinah itu menerangkan diriwayatkan dari Ibnu Umar, mereka berkata bahwa Asy-Syafaq artinya awan merah yang menunjukkan merahnya warna cakrawala yang adakalanya terjadi sebelum matahari terbenam dan adakala sesudah matahari terbenam. Dalam hadis Bukhari Muslim dari Abdullah bin Amr Rasulullah bersabda bahwa waktu Magrib terjadi manakala sinar merah belum tenggelam.
Mengapa Allah bersumpah dengan warna merah ini? Hal ini dapat diperjelas pada ayat 17 yang artinya dan dengan malam dan apa yang menyelubunginya. Seakan-akan menurut Allah bersumpah dengan menyebut cahaya dan kegelapan. Atau siang hari yang pergi dan malam hari yang datang.
Hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa segala sesuatu akan mengalami perubahan dari satu keadaan ke keadaan yang lain. Tidak ada yang kekal sejatinya karena hanya sang penciptanya Allah SWT yang abadi. Dan Allah bersumpah dengan adanya waktu senja pada hakikatnya manusia akan kembali pada-Nya (mati) dan akan mempertanggung jawabkan semua amal perbuatannya.
Senja juga mengajarkan kita akan pentingnya bersabar dalam berproses dan menjalankan kebaikan selama hidup di dunia. Hal ini sebagaimana bunyi Surat Al-Kahfi 28:
وَٱصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِٱلْغَدَوٰةِ وَٱلْعَشِىِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُۥ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُۥ عَن ذِكْرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ وَكَانَ أَمْرُهُۥ فُرُطًا
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”
Baca juga: Destinasi Wisata Favorit di Situbondo: Utama Raya Beach
Senja selalu menghadirkan keindahan, ketenangan dan kedamaian hidup. Kami duduk dan ngobrol santai di dekat pantai. Semilir angin laut dan ayunan gelombangnya meneduhkan hati dan pikiran. Mengusir perlahan rasa lelah setelah bergulat dengan rutinitas yang tiada henti, penelitian dan penulisan artikel.
Terlebih pula bagi ketiga anak saya, pemain futsal Spemdalas itu, setelah hampir enam bulan berlatih dan berlaga di empat turnamen besar futsal secara berturut-turut. Berproses terbaik dalam berjuang dan ikhlas dengan takdir.
Inilah senja yang mengajarkan arti sebuah perjuangan dan keikhlasan. Awan gelap yang menghadangnya, tak menjadikan senja rapuh berdiri meski berdiri sendiri. Senja dipantai juga mengajarkan kita bahwa keindahan tak selalu hadir di awal, maka jangan pernah berputus asa dan keep moving forward.
Ditemani ibunda Farhan, Millah Nur Isha, usai salat Subuh kami kembali menikmati sunrise. Pesonanya tetap memikat. Hal yang menarik lainnya di pantai Tunggul ini. masyarakat di luar Paciran banyak yang berkunjung. Mereka satu per satu untuk masuk ke laut.
Ada sekitar 75-100 orang yang rutin datang di pagi hari di pantai. Mereka sengaja hadir untuk berendam air hangat pantai Tunggul untuk melemaskan otot dan terapi berbagai terapi kesehatan lainnya.
Mereka hadir dari Bojonegoro, Mojokerto, Lamongan, Sidoarjo, dan sekitarnya. “Bahkan mereka saling membawa makanan dan berbagi satu sama lain, sudah seperti komunitas dan sudah terbentuk grup WA-nya,” terang Bu Milla.
“Mereka ada yang terserang penyakit stroke dan setelah secara rutin terapi air hangat di sini, mereka perlahan bisa sembuh dan bahkan saat ini orangnya bisa jalan lagi seperti yang lainnya,” lanjutnya sambil menunjukkan aktivitas pengunjung di pantai tersebut.
Momen pagi itu pun tidak mau penulis lewatkan, akhirnya memilih tempat lebih ke tengah dan jauh dari pengunjung. Saya dan Zafira turun ke laut untuk berendam, berenang, dan bermain santai sambil menikmati betapa besar karunia dan rahmat Allah yang harus selalu kami syukuri. (*)
Jurnalis Anis Shofatun Penyunting Mohammad Nurfatoni