
Zakat bukan sekadar sedekah tahunan. Jika dikelola strategis, zakat bisa menjadi lumbung ketahanan pangan dan modal usaha yang mengangkat mustahik menjadi muzaki serta memperkuat ekonomi umat.
Oleh Ridwan Ma’ruf; Oleh Ridwan Ma’ruf: Anggota Majelis Pemberdayaan Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Sidoarjo, Pendiri Tahfiz Quran Islamic School Al-Fatih Sidoarjo, dan Praktisi Spiritual Parenting Sidoarjo
Tagar.co – Zakat berasal dari kata zakā (زَكَى) yang berarti menyucikan. Ia merupakan harta yang dikeluarkan oleh seorang Muslim sebagai pemenuhan atas hak Allah Swt. bagi fakir miskin. Tujuannya bukan sekadar memberi, melainkan juga untuk menyucikan jiwa dan meraih keberkahan hidup.
Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Surah At-Taubah 103:
خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Rasulullah Saw. juga bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
Rasulullah Saw. mewajibkan zakat fitri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan kotor serta untuk memberi makan orang-orang miskin. Barang siapa menunaikannya sebelum salat Id, maka zakatnya diterima. Namun jika setelah salat, maka hanya bernilai sedekah biasa. (H.R. Abu Dawud, Ibnu Majah, al-Hakim)
Hadis ini mempertegas bahwa zakat fitri memiliki dua dimensi: penyucian diri secara spiritual dan solidaritas sosial terhadap kaum lemah.
Realitas Fakir Miskin yang Terus Bertambah
Islam adalah agama yang menyentuh seluruh aspek kehidupan, baik ibadah ritual maupun sosial-ekonomi. Zakat fitrah diwajibkan atas bahan makanan pokok di suatu daerah. Dalam konteks kekinian, banyak orang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), menjadi korban bencana, atau kehilangan sumber nafkah karena faktor ekonomi yang tidak stabil.
Kehadiran zakat—baik zakat fitrah maupun zakat maal—seharusnya menjadi solusi konkret atas problem sosial-ekonomi tersebut. Apalagi, sasaran utama zakat adalah delapan golongan (asnaf), dengan prioritas pada fakir dan miskin. Sebagaimana firman Allah dalam Surah At-Taubah ayat 60:
إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْعَٰمِلِينَ عَلَيْهَا وَٱلْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَٱلْغَٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan. Sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.
Ayat ini menegaskan bahwa zakat harus disalurkan secara tepat sasaran, agar mustahik hari ini bisa menjadi muzaki di masa depan.
Dari Penerima Menjadi Pemberi
Rasulullah Saw. bersabda:
عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ
“Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Sedekah terbaik adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya. Barang siapa menjaga kehormatan dirinya maka Allah akan menjaganya. Dan barang siapa merasa cukup, maka Allah akan mencukupkannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Islam tidak mendorong umatnya untuk menjadi peminta-minta. Bahkan Rasulullah Saw. bersabda:
مَنِ السَّأَلَ، وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيهِ، فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنَ النَّارِ
Barang siapa meminta-minta padahal dia memiliki sesuatu yang mencukupinya, maka sesungguhnya dia telah mengumpulkan bara api.
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, berapa ukuran yang mencukupi itu?” Rasul menjawab:
أَنْ يَكُونَ لَهُ شِبَعُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ
Seukuran makanan yang mengenyangkan untuk sehari semalam. (H.R. Abu Dawud, dinyatakan sahih oleh Syaikh al-Albani)
Saatnya Mengelola Zakat secara Strategis
Realitas kemiskinan yang terus berlangsung menuntut kita untuk berpikir lebih strategis dalam mengelola zakat. Pendistribusian zakat fitrah dan maal hendaknya tidak langsung habis dibagikan, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan lokal dan berorientasi jangka panjang.
Zakat fitrah dapat dialihkan sebagai lumbung pangan atau bank beras, sedangkan zakat maal dapat digunakan sebagai modal usaha, koperasi, atau unit usaha produktif lainnya. Dengan demikian, zakat menjadi alat pemberdayaan dan penguatan ekonomi umat.
Rasulullah Saw. bersabda:
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ، احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ، فَلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Bersungguh-sungguhlah meraih yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan Allah, dan jangan lemah. Jika engkau tertimpa sesuatu, jangan katakan ‘seandainya’, tapi katakanlah ‘ini takdir Allah dan Dia berbuat sebagaimana yang Dia kehendaki’. Karena kata ‘seandainya’ akan membuka pintu setan. (H.R. Muslim)
Maka tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki pengelolaan zakat. Dengan pengelolaan yang amanah dan strategis, zakat akan menjadi pilar ketahanan pangan dan fondasi pemberdayaan ekonomi umat. Wallāhua‘lam. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni