Feature

Menemukan Kunci Ketenangan Hati di Tengah Ribuan Jemaah

335
×

Menemukan Kunci Ketenangan Hati di Tengah Ribuan Jemaah

Sebarkan artikel ini
Ustaz Nur Huda, M.Ag saat memberi khotbah Idulfitri di Campurejo, Panceng, Gresik, 31 Maret 2025 (Tagar.co/Nurkhan)

Ribuan jemaah berkumpul di Lapangan Campurejo untuk salat Idulfitri. Ustaz Nur Huda mengajak mereka merenung: apakah harta dan jabatan cukup untuk membawa ketenangan dan bahagia?

Tagar.co Lapangan Campurejo, Senin pagi (31/3/2025), mendadak menjadi lautan putih. Ribuan jemaah dari berbagai penjuru desa seperti Weru, Sidokumpul, Warulor, hingga Campurejo sendiri memadati tempat terbuka itu. Mereka datang membawa harapan dan rasa syukur, untuk bersama-sama menunaikan salat Idulfitri—sebuah penanda kemenangan setelah sebulan penuh menahan diri di bulan suci Ramadan.

Tahun ini, Pimpinan Ranting Muhammadiyah Campurejo kembali menggelar salat Idulfitri di lapangan desa seperti tradisi yang telah mengakar sejak lama. Suasana pagi yang cerah dan angin yang bertiup pelan menambah khidmat momen sakral tersebut.

Baca juga: Campurejo Bertakbir: Idulfitri dalam Harmoni dan Kepedulian

Yang bertindak sebagai imam sekaligus khatib adalah Ustaz Nur Huda, M.Ag., seorang anggota Komisi Ukhuwah MUI Jawa Timur yang juga mengajar di STAI Lukmanul Hakim Hidayatullah Surabaya.

Di hadapan ribuan jemaah yang memadati lapangan, Ustaz Nur Huda mengangkat tema yang sangat dekat dengan kehidupan banyak orang: ketenangan dan kebahagiaan sejati. “Banyak orang mengira bahwa bahagia itu berarti memiliki harta berlimpah, wajah rupawan, jabatan tinggi, atau dikenal di mana-mana,” ujarnya membuka khotbah. “Namun kenyataannya, tak sedikit orang kaya justru hidup dalam keresahan dan kegelisahan.”

Baca Juga:  Tasbih Kayu Mbah Sastro

Menurutnya, kunci kebahagiaan bukan terletak pada gemerlap dunia, melainkan pada kedalaman iman dan keikhlasan hati dalam menjalani hidup. Ia pun memaparkan empat sumber ketenangan dan kebahagiaan menurut Islam.

Pertama, Menjaga Keimanan kepada Allah

Ustaz Nur Huda mengutip Surah Al-Fath ayat 4, yang menegaskan bahwa hanya Allah yang mampu menurunkan ketenangan dalam hati orang-orang beriman. Orang beriman yakin bahwa Allah senantiasa bersama mereka, tidak meninggalkan mereka dalam kesulitan, dan bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak-Nya. “Keyakinan ini,” katanya, “menghapuskan kecemasan yang berlebihan.”

Ia juga menambahkan bahwa zikir dan salat yang rutin membuat hati menjadi ramai dan tenteram, seperti dalam firman Allah: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Kedua, Membaca dan Merenungkan Al-Qur’an

Membaca Al-Qur’an bukan hanya ibadah, tapi juga terapi jiwa. Setiap huruf yang dibaca bernilai pahala, dan setiap ayat membawa cahaya bagi hati yang gelap. Ustaz Nur Huda mengingatkan pentingnya tadabbur, atau merenungi makna ayat-ayat suci, agar Al-Qur’an tak hanya dibaca tetapi juga membimbing langkah dalam hidup.

Baca Juga:  Bikin Bangga! Siswa MIM 2 Campurejo Lolos ke Semifinal KMNR 2025
Jemaah salat Idulfitri di lapangan Campurejo Panceng Gresik (Tagar.co/Nurkhan)

Ketiga, Taat kepada Allah dan Rasul-Nya

Ketaatan itu mencakup melaksanakan salat dengan khusyuk, berpuasa dengan kesadaran, bersedekah dengan ikhlas, dan menjalin hubungan baik dengan sesama. “Orang yang paling dicintai Allah,” katanya mengutip sabda Nabi, “adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.”

Ia menegaskan bahwa ketaatan bukan hanya kewajiban, tapi juga jalan menuju kedamaian batin. Shalat yang dikerjakan dengan sepenuh hati, puasa yang dijalani dengan kesabaran, sedekah yang diberikan tanpa pamrih—semuanya adalah sumber ketenangan yang tak tergantikan.

Keempat, Berbuat Baik kepada Pasangan

Dalam rumah tangga yang harmonis, kata Ustaz Nur Huda, akan tumbuh kedamaian dan cinta yang tulus. Sikap saling menghargai dan memahami antara suami dan istri menjadi fondasi bagi keluarga yang sakinah. “Ketika pasangan merasa dihargai, hubungan akan menjadi tempat paling nyaman untuk pulang,” ujarnya.

Menjelang akhir khotbahnya, Ustaz Nur Huda menyampaikan harapan: agar jemaah yang hadir di lapangan luas itu menjadi insan yang hatinya tenang, pikirannya lapang, dan tindakannya membawa kebaikan bagi sesama.

Baca Juga:  Siswa MI Mutwo Belajar Berbagi di Bawah Langit Senja Ramadan

Idulfitri bukan sekadar hari raya. Ia adalah panggilan untuk pulang—bukan hanya ke kampung halaman, tetapi ke dalam diri, ke dalam hati yang bersih, damai, dan penuh keimanan. (#)

Jurnalis Nurkhan Penyunting Mohammad Nurfatoni