Rileks

Masjid Jogokariyan: Pesona Dakwah yang Tak Pernah Pudar

421
×

Masjid Jogokariyan: Pesona Dakwah yang Tak Pernah Pudar

Sebarkan artikel ini
Masjid Jogokariyan (Foto tvonenews.com)

Masjid Jogokariyan membuktikan bahwa masjid bisa lebih dari sekadar tempat salat. Dengan program kreatifnya, masjid ini menjadi magnet bagi jemaah dan inspirasi bagi masjid-masjid lain.

Oleh M. Anwar Djaelani, penulis tiga belas buku dan tinggal di Sidoarjo

Tagar.co – Makna kata tak pernah pudar pada judul tulisan ini adalah menarik hati atau memikat. Mengapa? Hal ini karena sampai tulisan ini dibuat, 20 Februari 2025, Masjid Jogokariyan Yogyakarta terus menjadi jujugan studi banding dari berbagai masjid atau komunitas dakwah di Indonesia.

Pada setiap hari Sabtu dan Ahad, rata-rata sepuluh bus rombongan yang datang berkunjung. Itu, belum termasuk yang datang tanpa bus. Selanjutnya, di antara fenomena yang terkait banyaknya kunjungan di tiap Sabtu dan Ahad itu, maka jemaah Subuh Masjid Jogokariyan di dua hari tersebut meluap sampai ke jalan raya.

Baca juga: Menggali Ibrah di Situs-Situs Bersejarah Sumatra Barat

Apa yang menarik masyarakat terhadap masjid yang beralamat di Jalan Jogokariyan Nomor 36 Yogyakarta itu? Terutama, tentang managemen Masjid Jogokariyan yang dinilai baik. Dari manajemen yang baik, lalu terhubung dengan aktivitas kemasjidan yang berkualitas dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat terutama yang tinggal di sekitar Masjid Jogokariyan.

Cukup Akrab

Saya, alhamdulillah, sudah tak terhitung berapa kali berkunjung ke Masjid Jogokariyan. Hal itu karena tiap tahun insyaallah ada saja kegiatan saya di Yogyakarta. Terlebih lagi, enam buku saya diterbitkan Pro-U Media yang beralamatkan di Jalan Jogokariyan Nomor 41.

Artinya, penerbit tersebut hanya berjarak sekitar 75 meter dari Masjid Jogokariyan. Tambahan lain, CEO Pro-U Media Fanni Rahman (allahuyarham) pernah menjadi Ketua Takmir Masjid Jogokariyan.

Saat tulisan ini dibuat, terakhir saya ke Masjid Jogokariyan pada Jumat 30 Agustus 2024. Itu memanfaatkan kesempatan, yaitu saya diundang memberikan pelatihan menulis di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Jogjakarta pada Sabtu 31 Agustus 2024.

Oleh karena sering berkunjung, banyak pengurus Masjid Jogokariyan yang saya kenal. Sekadar menyebut, ada Ustaz M. Jazir ASP–Ketua Dewan Syura. Ada Kak Muhammad Rizqi Rahim–Ketua Takmir.

Ada Haidar Muhammad Tilmitsani dan Yushna Septian Adyarta yang keduanya adalah Sekretaris Takmir. Ada Kak Enggar Haryo Panggalih, yang mengurusi manajemen masjid. Ada juga dari kalangan Remaja Masjid seperti Muhammad Falakhul Insan dan Muhammad Syafiq Hamzah.

Di pelataran Masjid Jogokariyan, 3 Desember 2022. Dari kiri; penulis, Ustaz M. Jazir ASP, dan dr. Jamaluddin, Sp.M.(K)

Soal Nama

Masjid Jogokariyan mulai dibangun 20 September 1966. Namanya, dinisbahkan kepada nama jalan tempat masjid itu berada yaitu di Jalan Jogokariyan. Apa alasannya? Hal itu berdasarkan sunah Rasulullah Saw. Ketika memberi nama masjid yang pertama, di kampung Kuba’ Madinah, masjid itu diberi nama Masjid Kuba’.

Alasan tambahan, masjid diharapkan memiliki wilayah yang jelas. Dengan nama Masjid Jogokariyan seperti nama kampungnya, maka otomatis masjid telah memiliki wilayah teritorial dakwahnya.

Baca Juga:  Dinasti Al-Assad Tumbang karena Spirit Gaza

Sekilas Performa

Dari sisi fisik, Masjid Jogokariyan relatif kecil. Di lantai dasar, ruang utama masjid berukuran sekitar 15 X 15 meter. Alhamdulillah, saya pernah memberikan kuliah Subuh di sini.

Keluar dari ruang utama kita akan ketemu serambi, baik di sisi utara maupun timur. Serambi masjid sisi timur, berukuran sekitar 20 X 4 meter. Sering, serambi utara dan timur dipakai jamaah untuk bincang-bincang silaturrahim.

Turun dari serambi timur, kita akan berada di plaza yang bisa digunakan untuk aneka keperluan seperti tablig akbar, acara Syawalan, dan lain-lain. Alhamdulillah, pada 2020 saya hadir di plaza ini pada acara Syawalan hasil kerja sama Pro-U Media dan Masjid Jogakariyan.

Untuk tablig akbar antara lain pernah hadir di plaza sebagai pembicara adalah Ustaz Abdul Shomad, Ustaz Adi Hidayat, Ustaz Bachtiar Nasir, Ustaz Oemar Mita, Ustaz Luqmanul Hakim, dan Ustaz Hanan Attaki. Tentu, yang lebih sering hadir sebagai pembicara adalah Ustaz Salim A. Fillah dan Ustaz Fauzil Adhim karena keduanya terbilang sebagai ”tuan rumah”.

Serupa dengan di serambi, plaza antara lain juga dipakai untuk bincang-bincang silaturrahmi. Janjian ketemu saudara atau sahabat banyak juga yang dilakukan di plaza ini. Itu, tempat yang nyaman karena terbuka.

Bergeser ke timur plaza, kita akan ketemu sekretariat takmir di ujung paling utara. Di selatan ruang itu, ada ruang petugas administrasi yang mengurusi penginapan yang dipunyai Masjid Jogokariyan.

Ruang ini juga difungsikan sebagai penyedia suvenir khas Masjid Jogokariyan yang bisa dibeli. Tersedia antara lain kopiah batik dengan model yang menarik. Sementara, di selatannya lagi adalah sejumlah kamar mandi dan ruang wudhu.

Sekarang, di lantai dua. Tepat di atas ruang utama masjid dan serambi ada ruang untuk salat. Sebagian lagi dipakai untuk perpustakaan. Kemudian, ada juga yang dipakai ibu-ibu untuk belajar tahsin. Di sisi paling barat, ada satu kamar cukup besar yang dipersiapkan untuk tamu.

Masih di lantai dua, di atas plaza sampai ujung timur, ada auditorium yang bisa dipakai untuk banyak keperluan. Saya beberapa kali hadir di auditorium ini. Di antaranya pada 2015 saat Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) mengadakan silaturahmi nasional. Juga, saya hadir di ruang itu saat memberikan pelatihan menulis dan di beberapa keperluan lain.

Sekarang, lantai tiga. Di situ ada 11 kamar penginapan, dengan kamar mandi di dalam. Tingkat huniannya cukup tinggi terutama di bulan Ramadan. Lebih-lebih lagi, saat sepuluh hari terakhir Ramadan.

Untuk naik atau turun di tiga lantai Masjid Jogokariyan itu, bisa menggunakan tangga atau lift. Tentu, kita bisa memilihnya.

Bersama Dr. Tiar Anwar Bachtiar (akademisi, sejarawan, dan penulis) pada 11 November 2023 di Plaza Masjid Jogokariyan.

Lagi, Performa

Dari sisi fisik, sekilas sudah disampaikan. Lalu dari segi keindahan, Masjid Jogokariyan terbilang sederhana. Dengan itu, di awal, mungkin saja ada di antara orang-orang yang datang dari jauh untuk studi banding akan bergumam saat melihat Masjid Jogokariyan untuk kali pertama: ”Eh, menarik, dari masjid sesederhana ini bisa memancar pesona ke segenap penjuru negeri.”

Baca Juga:  Syawal dan Enam Puasa Sunah Sepanjang Tahun

Penjuru negeri? Iya, sebab yang melakukan kunjungan studi banding berasal dari banyak daerah seperti: Jawa, Sumatera, Kalimantan, NTB, Sulawesi, dan lain-lain. Tentu, bagi yang sangat jauh akan menggunakan pesawat dengan jumlah peserta studi banding sekitar 2-5 orang.

Dari sisi lokasi, Masjid Jogokariyan mudah untuk dijangkau. Dari Keraton Jogajakarta hanya sekitar 3 km dan dengan kendaraan bisa ditempuh sekitar sepuluh menit. Dari Jalan Malioboro yang tersohor itu hanya sekitar 4 km dan dengan kendaraan bisa ditempuh sekitar 13 menit. Dari Pesantren Krapyak yang terkenal itu hanya sekitar 500 meter.

Pada acara Syawalan di Plaza Masjid Jogokariyan, 2020. Kiri (penulis) dan kanan Fanni Rahman (allahuyarham)

Manajemen Masjid

Berikut ini, sebagian gambaran Masjid Jogokariyan yang berasal dari situs resmi mereka. Pertama, Masjid Jogokariyan berusaha menerapkan manajemen masjid zaman Rasulullah Saw dengan aplikasi sesuai era modern. Caranya, dengan langkah inovatif sehingga bisa diterima oleh masyarakat.

Kedua, di antara prinsip yang dipegang adalah bahwa masjid harus memiliki peta dakwah yang jelas, wilayah kerja yang nyata, dan jamaah yang terdata. Dengan itu kerja dakwah bisa terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.

Ketiga, di antara program praktisnya adalah memberikan pelatihan shalat kepada warga yang belum bisa salat. Dengan itu, tidak ada lagi yang malu untuk pergi ke masjid untuk salat berjemaah.

Keempat, ini mungkin yang paling populer, adalah program ”Saldo Infak Rp 0,-”. Lewat program ini, semangat yang dijunjung adalah segera menyalurkan amanah infak dari jamaah untuk kembali ke jamaah lagi dalam bentuk pelayanan beribadah (dalam arti luas) yang nyaman.

Ustaz M. Jazir, pada sebuah kesempatan, mengatakan bahwa ”Saldo Infak Rp 0,-” bisa dipraktikkan asalkan sebuah masjid punya sumber dana yang produktif. Dana itu bisa dipakai untuk menutup kebutuhan rutin masjid seperti listrik dan air serta gaji karyawan masjid.

Jika bisa seperti yang tergambar di atas, maka infak dari jemaah dapat segera ”dikembalikan” ke jamaah atau masyarakat untuk berbagai keperluan. Misalnya, membantu memenuhi kebutuhan masyarakat miskin seperti membayarkan biaya sekolah, menyediakan beras, memberi modal bagi yang akan berusaha, dan lain-lain.

Di titik ini perlu kiranya tiap masjid punya BUMM, kata Ustadz Jazir. Apa itu BUMM? Singkatan dari Badan Usaha Milik Masjid. Jika punya BUMM, lanjut Ustadz Jazir, masjid bisa mandiri dan tidak hanya mengharapkan infak dari jamaah untuk kegiatan operasionalnya.

Voucher Rp. 10.000,- Masjid Jogokariyan.

Sejumlah Kenangan

Takmir Masjid Jogokariyan mempunyai moto “Dari Masjid Membangun Umat.” Tentu, diharapkan motto itu bisa menjadi pemicu semangat para pengurus dalam mengelola masjid. Di Masjid Jogokariyan, misalnya, ada sumber dana dari 11 kamar penginapan yang disewakan.

Baca Juga:  Pesantren Al-Amien dan Aroma Gontor di Madura

Dari beberapa kunjungan saya ke Masjid Jogokariyan, bisa saya rasakan usaha untuk mewujudkan ”membangun umat” itu. Salah satunya, seperti dalam gambaran berikut ini.

Dulu, ada saat masyarakat berada dalam situasi prihatin karena wabah covid-19. Kala itu, masjid sepi dan ekonomi sulit.

Masjid Jogokariyan lalu mengambil sikap yaitu menyelenggarakan Pasar Rakyat, tiap Sabtu dan Ahad. Apa tujuannya? Pertama, mendorong warga untuk aktif lagi berjamaah ke masjid. Kedua, menjadi salah satu cara untuk mengungkit ekonomi masyarakat.

Teknisnya bagaimana? Anggota masyarakat di sekitar Masjid Jogokariyan bisa membuka stand di sepanjang jalan Jogokariyan. Anggota masyarakat di luar Jogokariyan juga bisa berpartisipasi, asal masih ada tempat.

Tiap Sabtu dan Ahad subuh, semua jamaah subuh yang akan masuk Masjid Jogokariyan diberi voucher senilai Rp. 10 ribu untuk dibelanjakan di Pasar Rakyat itu. Jika yang dibeli lebih dari Rp. 10 ribu, maka kekurangannya ditambah sendiri.

Apa yang bisa dibeli? Beragam tersedia, mulai dari aneka makanan sampai berbagai kebutuhan sehari-hari.

Dengan Pasar Rakyat, semangat warga untuk berjamaah di masjid kembali tumbuh. Juga, banyak yang tertolong ekonominya. Setelah situasi membaik, kembali normal, Pasar Rakyat dihentikan.

Suasana Kampung Ramadan Jogokariyan (www.surabayainsider.com).

Kampung Ramadan

Saya juga pernah beberapa kali berkunjung ke Masjid Jogokariyam di bulan Ramadan. Tentu saja, saya bisa merasakan bagaimana suasana Kampung Ramadan Jogokariyan. Apa itu?

Di Jalan Jogokariyan dibuka Pasar Sore Ramadan yang melibatkan banyak UMKM. Itu sudah berlangsung sangat lama. Terkait, Kampung Ramadan Jogokariyan menjadi salah satu tempat favorit di Jogjakarta untuk dikunjungi sore menjelang maghrib.

Sambil berbelanja aneka kebutuhan di sepanjang Jalan Jogokariyan, bagi yang berniat bisa sambil menunggu saat berbuka di Masjid Jogokariyan. Di Ramadan, Masjid Jogokariyan menyediakan ribuan porsi buka puasa gratis dalam wadah piring.

Iya, nasi dalam wadah piring dan bukan nasi kotak atau nasi bungkus. Tujuan penggunaan piring adalah untuk mengurangi sampah. Seluruh sajian buka puasa dipersiapkan secara mandiri dengan gotong-royong warga.

Inspirasi dan Tekad

Demikian, sekilas performa fisik dan aktivitas Masjid Jogokariyan. Mari, dalam hal kebaikan kita boleh saling ”intip”. Dari hasil ”mengintip” itu, insyaallah kita punya tambahan energi untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.

Semoga Allah kuatkan kerja dakwah kita. Mudah-mudahan Allah tidak hanya menjadikan hati kita selalu terpaut kepada masjid, tapi sekaligus bisa menjadikan masjid sebagai media terbaik memperjuangkan Islam dan umatnya. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni