Opini

Manusia jika Kaya Cenderung Jadi Tuhan

×

Manusia jika Kaya Cenderung Jadi Tuhan

Sebarkan artikel ini
Kaya Jadi Tuhan disampaikan Drs. Abu Nasir, M.Ag. dalam Kajian Bakda Subuh di Masjid Faqih Oesman Universitas Muhammadiyah (UMG) Gresik, Ahad (20/10/2024). Berikut bagian kedua materi yang ditulis ulang oleh jurnalis Sayyidah Nuriyah.
Abu Nasir di Masjid Faqih Oesman UMG Ahad (20/10/2024) (Tagar.co)

Miskin Cari Tuhan Kaya jadi Tuhan disampaikan Drs. Abu Nasir, M.Ag., dalam Kajian Bakda Subuh di Masjid Faqih Oesman Universitas Muhammadiyah (UMG) Gresik, Ahad (20/10/2024).

Berikut bagian kedua materi yang ditulis ulang oleh jurnalis Sayyidah Nuriyah. Materi pertama baca di sini!

Tagar.co – Dalam Al-Quran, Allah telah menerangkan, di antara manusia memang ada orang-orang yang ketika Allah telah menjanjikan kepada mereka memberikan kelebihan harta benda maka mereka bersedekah dan menjadi orang saleh. Tetapi ada juga orang-orang yang ketika diberikan kelebihan harta dari Allah, mereka bakhil, tidak mau memberikan kepada orang lain. Ini merujuk At-Taubah ayat 75-77 berikut.

وَمِنْهُمْ مَّنْ عٰهَدَ اللّٰهَ لَىِٕنْ اٰتٰىنَا مِنْ فَضْلِهٖ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُوْنَنَّ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ ۝

Artinya: “Di antara mereka ada orang yang telah berjanji kepada Allah, “Sesungguhnya jika Dia memberikan sebagian dari karunia-Nya kepada kami, niscaya kami akan benar-benar bersedekah dan niscaya kami benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.”


فَلَمَّآ اٰتٰىهُمْ مِّنْ فَضْلِهٖ بَخِلُوْا بِهٖ وَتَوَلَّوْا وَّهُمْ مُّعْرِضُوْنَ ۝

Artinya: “Akan tetapi, ketika Allah menganugerahkan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka menjadi kikir dan berpaling seraya menjadi penentang (kebenaran).”


فَاَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِيْ قُلُوْبِهِمْ اِلٰى يَوْمِ يَلْقَوْنَهٗ بِمَآ اَخْلَفُوا اللّٰهَ مَا وَعَدُوْهُ وَبِمَا كَانُوْا يَكْذِبُوْنَ ۝

Artinya: “Maka, (akibat kekikiran itu) Dia menanamkan kemunafikan dalam hati mereka sampai pada hari mereka menemui-Nya karena mereka telah mengingkari janji yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta.”

Kaya Lupa Tuhan

Ingatkah kasus Sa’labah yang lupa Tuhan ketika sudah kaya? Bahkan zakat yang dia keluarkan pada akhirnya tidak ada yang mau menerima.

Baca Juga:  Kemerdekaan Indonesia untuk Semesta, Bebaskan Palestina 

Ketika Sa’labah miskin, dia berkali-kali meminta kepada Rasulullah supaya didoakan menjadi orang kaya. Ia tiga kali datang kepada Nabi. Nabi bilang, “Keadaanmu yang miskin ini sudah jauh lebih baik daripada nanti engkau kaya. Ketika kaya, belum tentu lebih baik.”

Tapi si Sa’labah tetap meminta kepada Nabi agar mendoakan dia menjadi orang kaya. Maka Nabi pun mendoakannya. Lalu Sa’labah diberi seekor kambing. Nah, mulailah dia memelihara kambing. Dari hari ke hari, kambingnya dirawat dengan baik. Menjadi beranak-pinak banyak.

Setelahnya, Sa’labah berubah. Tadinya dia salat ke masjid berjamaah. Tidak pernah terlambat. Setelah mengurus kambing, ia tidak pernah lagi pergi ke masjid.

Sama dengan ketika para mujahid dulu. Sebelum menjadi pejabat di istana, bicaranya menggebu-gebu: jihad fisabilillah, ikhlas tulus menegakkan kebenaran atau menghancurkan kezaliman. Amar makruf nahi mungkar mereka teriakkan keras-keras. Begitu dapat jabatan, tidak bisa bicara apa-apa.

Ketika masih dalam keadaan belum punya apa-apa, jihad fisabilillah amar makruf nahi mungkar. Begitu dapat pangkat jabatan, bahkan jadi orang terdekat dari kalangan istana sana, berubah total balik kanan menjadi orang yang memusuhi orang-orang yang jihad fiabilillah.

Baca juga: Miskin Cari Tuhan, Kaya Jadi Tuhan

Sombong karena Kaya

Dulu pada zaman Bani Israil, ada orang dua sahabat yang sama-sama tidak punya apa-apa. Kemudian Allah berikan salah seorang dari dua sahabat itu dua kebun anggur. Di samping kiri kanannya kebun kurma. Di tengah-tengahnya ada sawah ladang yang di sekeliling kirinya itu ada air yang terus mengairi ladang sawah.

Lama-lama dia kaya-raya. Dia mengatakan kepada sahabatnya yang masih belum punya apa-apa, “Aku sekarang jauh lebih banyak harta daripada kau dan jauh punya keturunan yang hebat-hebat. Kau nggak punya apa-apa.”

Baca Juga:  Cinta: Misteri tanpa Jawaban

Sahabatnya pun mengingatkan, “Ingatlah bahwa itu semuanya dari Allah Subhanahuwataala!”

Ia membantah, “Ini atas usahaku sendiri. Aku pelihara betul. Tanaman aku rawat. Aku airi sampai kemudian aku jadi kaya. Aku yakin bahwa kekayaanku ini akan kekal dan tidak akan bisa musnah. Nanti suatu saat pun jika dibangkitkan oleh Allah, maka aku akan jauh mendapatkan lebih baik dari apa yang aku dapatkan sekarang ini dan aku tidak akan mendapatkan siksa dari Allah subhanahu wa taala.”

Dia sombong. Sampai pada saat dia merasa bukan karena Allah ia mendapatkan ini tetapi karena hasil usaha sendiri. Pada akhirnya, kehidupan dia menjadi hancur berantakan. Dulu Qarun juga begitu. Qarun merasa apa yang dia dapatkan itu karena ilmunya sendiri.

Kaya Jadi Tuhan disampaikan Drs. Abu Nasir, M.Ag. dalam Kajian Bakda Subuh di Masjid Faqih Oesman Universitas Muhammadiyah (UMG) Gresik, Ahad (20/10/2024). Berikut bagian kedua materi yang ditulis ulang oleh jurnalis Sayyidah Nuriyah.
Jemaah pria Pengajian Bakda Subuh di Masjid Faqih Oesman UMG menyimak materi Kaya Jadi Tuhan, Ahad (20/10/2024) (Tagar.co/Sayyidah Nuriyah)

Kaya Jadi Tuhan

Dalam konteks ini, dari filsuf eksistensial Jean Paul Sartre dan Martin Heidegger mengatakan, “Human have the freedom to define themselves. When one has achieved awareness or control over one’s life, one is responsible for one’s own choice and become and becomes God.”

Ketika orang itu bisa mendefinisikan tentang dirinya sendiri, seperti pada kisah sahabat Nabi atau orang yang punya kebun, dia mendefinisikan diri sendiri sebagai orang yang kaya, yang punya banyak harta, yang punya banyak keturunan, dan yang baik-baik itu atas usahanya sendiri. Maka orang semacam ini telah sampai pada satu kesadaran dan kontrol atas orang-orang lain. Ketika dia mulai bisa mengontrol orang-orang lain, maka dia memiliki pilihan atas dirinya sendiri.

Baca Juga:  Persentase Ponsel Aktif di Indonesia Lebih Tinggi daripada Dunia

Menurut Friedrich Nietzsche, pilihan atas dirinya sendiri itu dia merasa tidak terikat oleh norma-norma masyarakat. Karena dia menciptakan normanya sendiri. Bahkan tidak terikat oleh hukum-hukum yang ada di masyarakat dan dia menciptakan hukumnya sendiri.

Ketika dia menciptakan hukumnya sendiri itulah maka dia berubah menjadi Tuhan. Dia merasa berkuasa penuh, memiliki kontrol terhadap orang lain. Punya banyak akses.

Baca Juga: Agar Hari Santri Nasional Lebih Inklusif

Merasa Paling Berkuasa

Maka dikatakan, “The accumulation of wealth can give rise inequality and how wealthy individuals can have a huge influence on public policy and social structures.”

Jadi ketika akumulasi kekayaan-kesejahteraan-kekuasaan ada pada diri seseorang maka dia punya hak untuk menciptakan ketidakimbangan satu sama lain. Pada saat yang sama maka dia akan bisa mempengaruhi hidup orang-orang lain secara lebih luas dan merasa paling berkuasa.

Ini dapat menciptakan suatu pandangan bahwa mereka telah punya kekuasaan yang mirip Tuhan. Maka dia seenaknya sendiri. Jangankan etika di Masyarakat, dia punya etikanya sendiri. Saat itulah dia telah merasa menjadi Tuhan, sifat-sifat Tuhan akan ada pada dirinya.

Bahkan Firaun bisa mengatakan dengan jelas kepada rakyatnya, “Aku bisa membuatmu mati. Aku juga bisa membuatmu hidup.”

Maka orang kaya yang semacam ini sudah menjadi Tuhan. Tidak dalam bentuk spiritual agama tetapi Tuhan dalam bentuk Tuhan sosial politik kekuasaan. Orang-orang ini akan cenderung diktator dan otoriter semaunya sendiri. Sesuatu yang salah itu dihukumi benar, sesuatu yang benar akan dijadikan sesuatu yang salah. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni