Makam Hamzah bin Abdul Muthalib terletak di dataran kaki Bukit Uhud bersama syuhada lainnya. Di tanah ini menjadi ibrah strategi dan taktik perang.
Tagar.co – Saya termenung. Berdiri lama di depan tanah pasir berpagar tinggi di kaki Bukit Uhud, Madinah. Tanah kosong luas dengan beberapa tanda batu. Batu-batu itu adalah nisan. Tanda tempat berbaring para syuhada perang Uhud.
Perang Uhud terjadi pada 7 Syawal 3 Hijriah atau 23 Maret 625. Setahun setelah perang Badar. Sebanyak 70 umat Islam gugur di arena perang ini. Salah satunya Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad yang ditombak oleh Wahsyi, seorang budak.
”Assalamualaikum ya ahlul diyar…,” saya mengucapkan doa saat ziarah ke Jabal Uhud usai berhaji, Rabu (10/7/2024) lalu.
Makam Hamzah yang dijuluki Singa Padang Pasir ini tidak ada yang istimewa, sebagaimana kuburan umum lain di Arab Saudi ini. Hanya ada batu sekadar tanda makam pada tanah seluas 5.274,76 m² ini.
Di selatan makam Hamzah ini dibangun Masjid Sayyid Al-Syuhada untuk penghormatan kepada para syuhada. Salat di masjid ini merasakan ketenangan di tengah keramaian para peziarah.
Memandangi tanah lapang yang dikelilingi bukit berbatu Jabal Uhud ini, pikiran langsung membayangkan peristiwa perang 800 tahun lalu antara kaum Muslimin melawan pasukan kafir Makkah.
Di sebelah selatan makam juga ada bukit kecil tempat pasukan rumat, pasukan pemanah Muslim berjaga. Semacam pasukan sniper. Menembak dari atas.
Pasukan Makkah dipimpin Abu Sufyan dan Khalid bin Walid. Abu Sufyan itu tokoh politikus lihai. Sedangkan Khalid bin Walid kisahnya saya sukai sejak kecil. Orangnya digambarkan cerdas, banyak akal, dan ahli strategi perang. Dia dijuluki Syaifullah. Pedang Allah ketika Muslim. Dia menjadi inspirasi dalam menghadapi tantangan hidup.
Tempat pasukan pemanah itu disebut Bukit Ar-Rumat. Tingginya 20 meter. Banyak wisatawan menaikinya diserbu rasa penasaran. Berdiri di bukit ini sambil menghadap lapangan tanah berpasir di bawahnya, terbayang jalannya pertempuran Uhud.
Baca Juga Misteri Tiang Ummu Hani di Masjidilharam
Lokasi pasukan Muslim. Tempat pasukan kafir. Dua pasukan bertemu di lapangan ini. Pertempuran awal pasukan Muslim memukul mundur pasukan Makkah yang meninggalkan banyak korban. Kaum Muslimin bersorak kemenangan. Mengira pasukan kafir sudah kalah.
Mereka mencopoti perhiasan dan senjata orang-orang kafir yang tewas. Pasukan pemanah akhirnya terpancing turun berebut ganimah. Malapetaka pun datang. Pasukan berkuda pimpinan Khalid bin Walid kembali menyerbu dari balik bukit.
Saya turun dari Bukit Rumat sudah pukul 10 siang. Di tanah lapang bertemu dengan seorang juru kunci makam. Abdur Rahman namanya. Menghampiri saya sambil bertanya kok masih berada di tengah lapangan tersengat matahari. Padahal rombongan haji KBIH Baitul Atiq Gresik sudah mulai naik bus.
Juru kunci makam berusia paruh baya itu memakai jubah putih dengan surban Arab. Dia kemudian bercerita dengan suara parau. Ketika Rasulullah menerima kabar pasukan Makkah sudah mendekati Bukit Uhud, saat menyusun rencana perang ada dua pendapat menghadapi musuh.
Perang di perbatasan Kota Madinah atau menyongsong musuh di Uhud. Banyak orang memaksa keluar kota menghadapi musuh di Bukit Uhud.
Baca Juga Khalifah Umar bin Abdul Aziz Akhiri Caci Maki pada Ali di Khotbah Jumat
Dalam perdebatan itu Rasulullah akhirnya menuruti perang di Uhud. Saat pasukan berangkat, di tengah jalan ternyata Abdullah bin Ubay bersama kelompoknya sejumlah 300 orang menyatakan mundur. Menunggu di Madinah.
”Ketika itu, kaum muslimin dipimpin Nabi Muhammad dan Hamzah sebagai panglima perang. Pasukan Muslim datang dari Madinah membuat markas di depan Gunung Uhud,” kata Abdur Rahman sambil menunjuk lokasinya.
Jumlah pasukan kafir Makkah 3000 orang. Pasukan Muslimin 700 orang. Sebanyak 50 orang pemanah ditempatkan di Bukit Rumat.
”Perang terjadi. Kaum Muslim hampir menang. Pasukan Makkah lari dari medan perang. Pasukan muslim bersorak gembira berebut ganimah. Pasukan pemanah ikut turun,” tuturnya.
Ternyata, sambung dia, dari Lembah Qanaat di balik Bukit Rumat, pasukan berkuda sayap kanan barisan musyrik mengitari bukit. Mereka muncul dari arah tenggara bukit dengan pedang-pedang terhunus. Pasukan ini dipimpin Khalid bin Walid.
Juru kunci Abdur Rahman bertutur, pasukan Khalid tidak menyergap dari arah selatan agar gerakannya tak terlihat oleh pasukan pemanah yang berada di atas bukit.
Karena tak melihat pasukan Khalid kembali ke medan perang merekan menyangka sudah lari ke Makkah sehingga terpancing turun. Menyangka perang sudah usai. Ternyata pasukan Khalid dari tenggara. Serangan kedua itu membuat suasana terbalik. Pasukan Muslim kocar-kacir.
Saya berlari mengitari bukit yang dipakai bersembunyi pasukan Khalid. Melihat dan membayangkan suasana penyergapan itu terjadi. Kini sepi. Hanya hikmah yang menguap di dataran panas ini. (#)
Jurnalis Zaki Abdul Wahid Penyunting Sugeng Purwanto