Opini

Lima Tantangan untuk Calon Menteri Pendidikan

×

Lima Tantangan untuk Calon Menteri Pendidikan

Sebarkan artikel ini
Lima tantangan harus dijawab menteri pendidikan dasar dan menengah di kabinet Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan kualitas anak Indonesia.
Murid SD meniti jembatan rusak menyeberangi sungai Ciberang di Desa Sangiangtanjung, Lebak, Banten. Lima tantangan harus dijawab calon menteri pendidikan dasar dan menengah. (Antara)

Lima tantangan harus dijawab menteri pendidikan dasar dan menengah di kabinet Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan kualitas anak Indonesia.

Oleh Mahyuddin Syaifulloh, Wakasek Kurikulum SMP Muhammadiyah 10 Sidoarjo, Magister Pendidikan Sains Unesa.

Tagar.co – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti diundang ke kediaman presiden terpilih Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024) lalu.

Usai acara kepada wartawan Abdul Mu’ti mengatakan, diminta membantu mengurusi masalah pendidikan dasar dan menengah. Apakah ini sinyal dia bakal menjadi menteri pendidikan?

Dalam situasi penyusunan kabinet menjelang pelantik Presiden-Wapres pada 20 Oktober mendatang sinyal itu menguatkan orang yang dipanggil Prabowo bakal masuk kabinet.

Sesuai topik pembicaraannya, kemungkinan besar Abdul Mu’ti bakal menjadi menteri pendidikan dasar dan menengah. Ini sekaligus mengisyaratkan urusan perguruan tinggi bakal dipisah kepada kementerian pendidikan tinggi dan Ristek.

Siapapun menterinya harus siap menjawab tantangan pendidikan Indonesia dengan konsep visioner dan aksi nyata perubahan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang lebih baik, demi menyambut Indonesia Emas 2045, bukan Indonesia cemas.

Baca juga Fauzan Jaga Tradisi Rektor UMM Jadi Anggota Kabinet?

Menurut saya, ada lima tantangan pendidikan di pemerintahan Prabowo. Khususnya di pendidikan dasar dan menengah.

Tantangan pertama, mempertahankan digitalisasi pendidikan dengan bantuan teknologi. Saat Nadiem Makarim menjadi Mendiknas, dia membuat sebuah transformasi pendidikan dengan melibatkan teknologi di dalamnya.

Lewat Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar (PMM), guru dapat menjadi pembelajar mandiri, mempermudah mencari referensi dalam perencanaan pembelajaran. Guru bisa berbagi inspirasi karya nyata di PMM. Secara tidak langsung guru didorong menjadi pembelajar sepanjang hayat. 

Baca Juga:  Cak Imin Cawapres Pasangan Anies Menghadap Prabowo, Calon Menteri?

Nakhoda baru di kementerian pendidikan dasar menengah sepatutnya bisa meningkatkan peran teknologi di bidang pendidikan, jangan sampai berjalan mundur dengan menghapuskannya. Jika ada kekurangan selayaknya disempurnakan.

Kedua, sudah menjadi rahasia umum bahwa karakter pendidikan anak Indonesia semakin memprihatinkan. Hal ini diperkuat dengan fenomena akhir ini. Salah satu yang menjadi sorotan kasus asusila video viral guru dan murid di Gorontalo di Madrasah Aliyah. Sorotan kedua, kasus perundungan antar teman.

Hasil asesmen nasional pada Rapor Pendidikan 2024 mengitup sumber data dari Asesmen Nasional 2023 menunjukkan, nilai karakter dengan indikator nilai-nilai profil Pelajar Pancasila (Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, bergotong royong, kreatif, bernalar kritis, mandiri, dan berkebinekaan global), SD umum mendapat nilai 58,16, SMP umum mendapat nilai 54,28, SMA umum 56,34, serta nilai dari beberapa sekolah sederajatnya tidak ada yang melebihi angka 60.

Hal ini menunjukkan ada banyak murid belum memenuhi nilai-nilai profil Pelajar Pancasila.

Baca Juga Jangan Izinkan Anak Bermotor bila Belum Cukup Umur

Tantangan ketiga, meningkatkan literasi dan numerasi anak Indonesia. Berdasarkan hasil PISA (Programme for International Student Assesment) Indonesia tahun 2022, peringkat Indonesia naik 5-6 dibandingkan tahun 2018.

Skor literasi membaca Indonesia adalah 359, terpaut 117 poin dari skor rata-rata global di angka 476. Skor Matematika Indonesia adalah 366, turun 13 poin dari skor di edisi sebelumnya yang sebesar 379.

Baca Juga:  Muhammadiyah Tak Lagi Yatim Piatu dalam Politik dan Kekuasaan?

Skor sains Indonesia adalah 383. Meskipun posisi Indonesia  naik tetapi nilainya turun. Hal ini menjadi perhatian, bahwa literasi dan numerasi anak Indonesia masih kurang.

Menurut Teori Human Capital (Kapital Manusia) dikemukakan oleh Theodore Schultz dan Gary Becker, yang menyatakan bahwa investasi dalam pendidikan dan keterampilan akan meningkatkan produktivitas individu dan perekonomian.

Literasi dan numerasi adalah bagian dari keterampilan mendasar yang memungkinkan seseorang berkontribusi secara efektif dalam pasar kerja dan masyarakat modern. Negara maju berinvestasi besar dalam pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan berkualitas.

Literasi dan numerasi membantu tenaga kerja memahami dan mengembangkan teknologi, serta beradaptasi dengan perubahan industri.

Negara dengan tingkat literasi tinggi cenderung memiliki produktivitas dan daya inovasi lebih tinggi, mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Jadi jangan berharap Indonesia menjadi negara maju di 2045 tanpa literasi dan numerasi yang baik. Berharap menteri baru bisa mengorkestrasi peningkatan literasi dan numerasi siswa Indonesia dengan mempertahankan Asasemen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) atau konsep-konsep lainnya.

Tantangan keempat, bagaimana bisa meningkatkan kesejahteraan pendidik serta pemerataan pendidikan di Indonesia.

Kondisi ekonomi guru di Indonesia masih memprihatinkan, terutama bagi guru honorer dan mereka yang bekerja di daerah terpencil. Gaji rendah, keterbatasan tunjangan, dan ketidakpastian status kerja menjadi tantangan utama. Meskipun pemerintah telah mengambil langkah-langkah seperti program ASN PPPK dan pemberian insentif, kesejahteraan guru secara keseluruhan masih membutuhkan perbaikan yang signifikan.

Baca Juga:  Peran Ayah di Tengah Fenomena Fatherless

Reformasi kebijakan yang lebih komprehensif dan konsisten sangat diperlukan untuk memastikan guru mendapatkan penghasilan layak dan jaminan sosial yang memadai agar dapat fokus pada peningkatan kualitas pendidikan. Tidak lupa untuk pemerataan guru berkualitas di seluruh pelosok Indonesia, lebih-lebih melengkapi sarana prasarananya.

Tantangan kelima, program makan siang. Bagaimana kementrian pendidikan dasar dan menengah mengonsep sistem makan siang gratis ini, jika salah dalam membuat konsep bisa menjadi blunder awal dari kementrian ini.

Baca Juga Jadi Sekolah Produktif di Masa Liburan

Dari berapa anggaran setiap menunya, bagaimana mekanisme pendistribusiannya, untuk sekolah mana saja, bagaimana keefektifan makan siang gratis dengan perkembangan fisik siswa Indonesia, dan beberapa pertanyaan.

Makan siang gratis menjadi salah satu program unggulan ketika Prabowo-Gibran berkampanye saat Pemilu 2024. Ketika dihitung anggarannya ternyata sangat besar mencapai Rp 120 triliun. Maka langsung bingung dari mana sumber dananya. Terpikir memakai dana BOS yang langsung mendapat kritikan.

Apakah makan siang gratis bakal terealisasi dengan berbagai dampak positifnya? Atau sekadar ada saja? Bisa dilihat dari menteri baru mengeksekusinya.

Inilah lima tantangan bagi menteri pendidikan. Bukan sekadar utak-atik kurikulum seperti kebiasaan sebelumnya. (#)

Penyunting Sugeng Purwanto