Budaya

Leila S. Chudori: Antara Laut Bercerita dan Suara Reformasi

×

Leila S. Chudori: Antara Laut Bercerita dan Suara Reformasi

Sebarkan artikel ini
Leila S Chudori
Leila S. Chudori. Sumber: The Jakarta Post.

Selain banyak memuat idiom dan metafor, karya-karya Leila S. Chudori banyak menyampaikan kejujuran, keyakinan, tekad, prinsip, dan pengorbanan. Novel Laut Bercerita sebagai buktinya.

Tagar.co – Nama Leila S. Chudori sudah tidak asing di dunia sastra dan literasi Tanah Air. Dia merupakan seorang penulis yang kerap menyisipkan tema sejarah dalam karya-karyanya.

Salah satu karya Leila S. Chudori yang menjadi best seller dan banyak diminati oleh pembaca di Indonesia adalah Laut Bercerita. Novel ini berkisah tentang sekelompok mahasiswa yang menjadi korban penangkapan oleh aparat di masa peralihan Orde Baru ke Reformasi.

Belum lama ini, Leila S. Chudori menerbitkan spin-off dari Laut Bercerita yang berjudul Namaku Alam. Jika Laut Bercerita berkisah melalui sudut pandang karakter Biru Laut, Namaku Alam lebih menceritakan kisah hidup dari karakter Segara Alam.

Selain menjadi penulis, perempuan bernama lengkap Leila Salikha Chudori kelahiran 12 Desember 1962 ini juga menjadi kritikus film. Selain menulis novel, dia juga menulis cerita pendek dan skenario drama televisi.

Sebagai penulis, dia sering bercerita tentang kejujuran, keyakinan, dan tekad, prinsip dan pengorbanan. Hal ini, dia mendapat pengaruh dari bacaan dari buku-buku yang disebutnya dalam cerpen-cerpennya yang kita ketahui dari riwayat hidupnya ialah Franz Kafka, pengarang Jerman yang mempertanyakan eksistensi manusia, Dostoyewsky pengarang klasik Rusia yang menggerek jauh ke dalam jiwa manusia.

Baca Juga:  Mencari Wajah Asli Bocah Bertopeng

Selain itu, juga dipengaruhi  D. H. Lawrence pengarang Inggris yang memperjuangkan kebebasan mutlak nurani manusia, juga dari pengarang Irlandia James Joyce yang terkenal dengan romannya Ullysses.

Satu hal lain yang istimewa dalam cerpen-cerpen Leila bahwa dia tidak ragu-ragu menceritakan hal-hal yang tabu bagi masyarakat tradisional. Gaya cerita Leila S. Chudori intelektual sekaligus puitis. Banyak idiom dan metafor baru di samping pandangan falsafa baru karena pengungkapan yang baru.

Karya-karya awal Leila dimuat saat dia berusia 12 tahun di majalah Si Kuncung,  Kawanku, dan Hai. Pada usia dini dia menghasilkan buku kumpulan cerpen berjudul Sebuah Kejutan, Empat Pemuda Kecil, dan Seputih Hati Andra. Pada usia dewasa cerita pendeknya dimuat di majalah Zaman, majalah sastra Horison, Matra, jurnal sastra Solidarity (Filipina), Menagerie (Indonesia), dan Tenggara (Malaysia).

Buku kumpulan cerita pendeknya Malam Terakhir telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman Die Letzte Nacht (Horlemann Verlag). Cerpen Leila dibahas oleh kritikus sastra Tineke Hellwig Leila S. Chudori and women in Contemporary Fiction Writing dalam Tenggara.

Tineke Hellwig kembali membahas buku Leila, 9 dari Nadira dan mengatakan bahwa buku ini memiliki authencity in reality dan mengandung complex narrative.

Nama Leila Chudori juga tercantum sebagai salah satu sastrawan Indonesia dalam kamus sastra Dictionnaire des Creatrices yang diterbitkan Editions Des Femmes, Prancis, disusun oleh Jacqueline Camus. Kamus sastra ini berisi data dan profil perempuan yang berkecimpung di dunia seni.

Baca Juga:  Pintu Berkabut

Karya dan Penghargaan

Kumpulan Cerpen

  1. Malam Terakhir (Pustaka Grafiti, 1989).
  2. Malam Terakhir (diterbitkan kembali oleh KPG, 2009)
  3. 9 dari Nadira (KPG, 2009)

Novel

  1. Kelopak-Kelopak yang Berguguran (Gramedia, 1984)
  2. Pulang (KPG, 2012)

Skenario

  1. Dunia Tanpa Koma (drama televisi, 2006)
  2. Drupadi (film pendek, 2009)
  3. Kata Maaf Terakhir (film, 2009)

Lainnya:

  1. Menagerie 2 (editor, 1993)
  2. Bahasa! Kumpulan Tulisan di Majalah Tempo (Leila S. Chudori dan Bambang Bujono, editor,  Pusat Data Analisa Tempo, 2008)

Penghargaan

  1. Penulis Skenario Drama Televisi Terpuji, FFB 2007 (untuk skenario Dunia Tanpa Koma).
  2. Penghargaan Sastra Badan Bahasa 2011 (untuk kumpulan cerpen 9 dari Nadira)

Jurnalis  Ichwan Arif Penyunting Mohammad Nurfatoni