Opini

Legenda Putri Sedudo dan Makna Kemerdekaan

×

Legenda Putri Sedudo dan Makna Kemerdekaan

Sebarkan artikel ini
Legenda Putri Sedudo dan Makna Kemerdekaan
Air Terjun Sedudo dan legenda Putri Sesudi (Foto: Instagram/Delfi Anugrah)

Legenda Putri Sedudo menarik untuk diingat dan dikaitkan dengan kemerdekaan. Ada perbedaan yang besar antara mitos yang hidup di masa lalu dengan perjuangan nyata yang dilakukan para pahlawan kita untuk meraih kemerdekaan.

Opini oleh Sujarwa, S.Th.I., Guru SMK Sunan Giri Menganti, Gresik; aktif diskusi di Forum Studi Islam Surabaya

Tagar.co – Di suatu masa yang jauh sebelum Indonesia merdeka, terdapat sebuah legenda yang berkembang di wilayah Kediri, Jawa Timur, tepatnya di Dahanapura, pada sekitar tahun 980-1020 Masehi. 

Cerita ini mengisahkan tentang seorang putri cantik dari kerajaan Dahanapura yang menderita penyakit cacar. Tak ada tabib kerajaan yang mampu menyembuhkannya, hingga akhirnya seorang cantrik (murid) dari Padepokan Aliman di Ngliman berhasil menemukan cara untuk menyembuhkan sang putri.

Padepokan Aliman dan Ngliman berada di wilayah yang saat ini dikenal sebagai Kabupaten Nganjuk, tepatnya di Desa Ngliman, Kecamatan Sawahan. Kisah ini terjadi pada masa Dinasti Isyana, dengan raja pertamanya, Empu Sendok, yang menguasai wilayah Kediri, Nganjuk, dan sekitarnya.

Baca juga: Cita-Cita Menakjubkan, Lahirnya Pembebas Palestina

Namun, kisah ini tidak berakhir bahagia. Sang cantrik jatuh cinta kepada sang putri. Namun sayang, putri tersebut harus dinikahkan dengan orang lain demi kepentingan kerajaan.

Merasa patah hati, cantrik tersebut memutuskan untuk meninggalkan segalanya dan bertapa di bawah Air Terjun Sedudo, yang juga terletak di Desa Ngliman, hingga akhirnya muksa (menghilang dengan sempurna dari dunia ini).

Baca Juga:  Santri Masa Kini Tak Hanya di Pondok

Miitor Air Terjun Sedudo

Seiring berjalannya waktu, masyarakat sekitar percaya bahwa mandi di Air Terjun Sedudo pada bulan Sura (Muharam) akan membuat seseorang awet muda, sebuah kepercayaan yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Namun, perlu diingat bahwa cerita Putri Sedudo ini adalah sebuah mitos, sebuah kisah yang telah berkembang dari mulut ke mulut tanpa bukti sejarah yang pasti. Cerita ini muncul pada zaman sebelum Majapahit berdiri. Jauh sebelum Indonesia mencapai kemerdekaan pada tahun 1945. 

Jika kita bandingkan, ada jarak waktu lebih dari seribu tahun antara legenda Putri Sedudo dengan kemerdekaan Indonesia.

Baca juga: Lubang Kenikmatan dan Kesengsaraan

Dalam konteks ini, kita perlu memahami bahwa ada perbedaan yang besar antara mitos yang hidup di masa lalu dengan perjuangan nyata yang dilakukan para pahlawan kita untuk meraih kemerdekaan.

Perjuangan mereka bukanlah sekadar cerita atau legenda, tetapi sebuah kenyataan yang melibatkan pengorbanan darah, keringat, dan air mata.

Mengisi Kemerdekaan dengan Rasionalitas

Sebagai generasi yang hidup di zaman kemerdekaan, kita dihadapkan pada tugas untuk menghormati dan mengisi kemerdekaan dengan cara yang lebih rasional dan bermakna.

Merayakan kemerdekaan dengan cara yang sederhana dan sesuai kemampuan adalah hal yang baik. Namun kita juga harus peka terhadap kondisi sosial di sekitar kita.

Di saat kita merayakan dengan meriah, ada saudara-saudara kita yang mungkin masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti makanan.

Baca Juga:  Akhirnya Paskibraka Putri Boleh Berjilbab saat Bertugas di Upacara HUT Ke-79 RI

Baca juga: Berpotensi Dorong Seks Bebas Remaja, PP No 28/2024 Panen Protes

Oleh karena itu, mari ajari anak-anak kita untuk mengisi kemerdekaan dengan semangat yang positif, dengan cara yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Mari kita ajarkan mereka untuk melihat kemerdekaan sebagai kesempatan untuk membangun negeri ini. Tentu dengan kerja keras, kreativitas, dan kepedulian sosial.

Jika ingin merayakan dengan karnaval atau acara lain, lakukanlah dengan sederhana dan penuh makna. Sebab, esensi dari kemerdekaan bukanlah pada kemewahan perayaan. Melainkan pada bagaimana kita berkontribusi untuk memajukan bangsa ini. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni