FeatureUtama

Layanan Kesehatan Muhammadiyah Tak Membedakan Agama, Suku, Ras, dan Golongan

×

Layanan Kesehatan Muhammadiyah Tak Membedakan Agama, Suku, Ras, dan Golongan

Sebarkan artikel ini
Layanan Kesehatan Muhammadiyah berbasis teologi al-maun yang berisi ajaran welas asih, ajaran cinta kasih pada sesama tanpa diskriminasi. Oleh karena itu tak boleh membedakan agama, suku, ras, dan golongan.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir di Surabaya. Dia berbicara layanan kesehatan Muhammadiyah tak membedakan agama, suku, ras, dan golongan (Foto @haedarns)

Layanan Kesehatan Muhammadiyah berbasis teologi al-maun yang berisi ajaran welas asih, ajaran cinta kasih pada sesama tanpa diskriminasi. Oleh karena itu tak boleh membedakan agama, suku, ras, dan golongan.

Tagar.co – Empat thread atau utas diunggah Haedar Nashir di akun X @haedarns, Senin (2/4/2024). Tiga foto menyertai teks singkat dalam pos yang dipos oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu. Yakni terkait kehadirannya di Surabaya sehari sebelumnya, Ahad (1/9/2024).

Di Kota Pahlawan itu Haedar menghadiri Milad Satu Abad Rumah Sakit (RS) PKU Muhammadiyah Surabaya. Acara tersebut sekaligus digunakan untuk meresmikan Muhammadiyah Medical Clinic (MMC) Pandaan Kabupaten Pasuruan, meresmikan Gedung Perguruan Muhammadiyah Tandes Surabaya, dan meresmikan Muhammadiyah School of Tahfiz Surabaya.

Perlu diketahui, tulis Haedar di X, RS PKU Muhammadiyah Surabaya berdiri pada tahun 1924 sekaligus sebagai rumah sakit kedua yang didirikan oleh Muhammadiyah setelah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang berdiri pada tahun 1923.

Baca juga: Dugaan Larangan Berhijab di RS Medistra Menuai Reaksi

Rumah sakit dan poliklinik yang didirikan Muhammadiyah merupakan tonggak dan kelanjutan dari implementasi yang dicetuskan oleh Kiai Ahmad Dahlan di Yogyakarta bersama tokoh Muhammadiyah yang lain.

Menurut dia, al-maun mengandung ajaran welas asih, ajaran cinta kasih pada sesama tanpa diskriminasi. “Oleh karena itu, pelayanan kesehatan yang diberikan Muhammadiyah tidak membedakan agama, suku, ras, dan golongan,” tulisnya. 

Sejarah RS PKU Surabaya

Haedar menjelaskan, RS PKU Muhammadiyah merupakan embrio gerakan kesehatan sebagai wujud dari pengamalan spirit al-Ma’un. Tonggak sejarahnya ditandai dengan berdirinya rumah sakit di Yogyakarta pada 15 Februari 1923.

“Saat itu Kiai Dahlan, Pendiri Muhammadiyah masih menghadiri biarpun dalam kondisi sakit dan tidak lama kemudian beliau istirahat di rumah, dan peresmian terus berlangsung,” ungkap Haedar, seperti dikutip Muhammadiyah.or.id.

Kelahiran rumah sakit Muhammadiyah, imbuhnya, telah bernafas inklusif sejak awal. Haedar mengungkapkan, embrio berdirinya tidak hanya oleh kalangan internal Muhammadiyah tapi juga oleh eksternal—bahkan dokter dari Belanda ikut berpartisipasi.

“Setahun kemudian berdirilah poliklinik Muhammadiyah Surabaya yang, yang digagas oleh dr. Sutomo. Dokter Sutomo adalah pendiri Budi Utomo, tetapi dia juga menjadi Advisor Bidang Kesehatan Muhammadiyah,” imbuhnya.

Haedar mengatakan, merujuk pada pidato yang disampaikan oleh dr. Sutomo, poliklinik atau rumah sakit ini merupakan tonggak dan kelanjutan dari implementasi al-Ma’un yang dicetuskan oleh Kiai Ahmad Dahlan di Yogyakarta bersama tokoh Muhammadiyah yang lain. (#)

Mohammad Nurfatoni, dari berbagai sumber

Baca Juga:  Pembantu Warung Soto Itu Bisa Kuliahkan Anaknya di UGM