Kota Lama Surabaya kini menjadi kawasan heritage yang menarik. Tidak kusam seperti dulu. Menjadi tempat wisata sekaligus pengingat sejarah kelahiran kota dan masa perjuangan kemerdekaan.
Tagar.co – Rabu (3/7/2024) sore warga Surabaya berkumpul di Plaza Taman Jayengrono depan Gedung Internatio Jembatan Merah.
Hari itu Wali Kota Eri Cahyadi membuka grand launching Kota Lama Surabaya sebagai tujuan wisata. Acara berlangsung hingga malam.
Kota lama Surabaya terbagi dua zona. Sisi barat Jembatan Merah merupakan zona Eropa. Sisi timur zona Pecinan yang berhubungan dengan kawasan utara Kampung Arab di Ampel.
Wajah dua zona ini sudah dipoles. Terutama jalan, trotoar, lampu, drainase, dan fungsi gedung. Gedung Internatio yang semula kusam, kini menjadi terang benderang dengan cat putih.
Bagian belakang gedung BNI Jalan Kasuari sekarang menjadi Museum De Javanesche Bank. Bersebelahan dengan Plaza Telkom Jalan Garuda.
Trotoar Jalan Rajawali menjadi lebar hingga tiga meter. Sangat longgar dan nyaman untuk jalan-jalan. Lantai keramiknya sudah diganti dengan lantai batu andesit.
Lampu jalan lebih artistik dengan warna hitam. Di beberapa tempat di jalan ini aspalnya diganti batu sebagai tanda tempat penyeberangan menggantikan zebra cross.
Beberapa tempat di trotoar dipasang plakat berisi foto lama gedung disertai penjelasannya di masa lalu.
Jalan batu bergaya Eropa lebih mencolok di Jalan Mliwis yang berada di utara Markas Polresta Surabaya. Meskipun jalannya sempit, tempat ini menjadi primadona berfoto ria warga kota. Misalnya untuk pre wedding.
Mobil Mallaby
Taman Jayengrono depan Jembatan Merah Plaza paling banyak direnovasi. Bekas terminal ini sudah tiga kali bongkar pasang. Orang Jawa menyebut kandang bubrah.
Semula dibangun taman dengan monumen berupa empat gunungan wayang di tengah. Desain ini hasil lomba yang diadakan Pemkot Surabaya. Kemudian dibongkar berganti menjadi air mancur. Sekarang dibongkar lagi menjadi taman plaza.
Di depan taman ini, berbatasan dengan Jalan Rajawali, dipasang mobil sedan kuno Buick 8. Ini replika mobil Brigjen AWS Mallaby yang terbakar oleh granat pejuang Surabaya pada 30 Oktober 1945.
Di trotoar taman juga dipasang empat plakat yang menceritakan sejarah Kota Surabaya mulai zaman Majapahit hingga kolonial.
Bau Kolonial
Memasuki kota lama Surabaya sekarang terkesan bau zaman kolonial. Paling mencolok menghidupkan lagi nama-nama jalan pada masa koloni Belanda. Papan nama jalan yang baru di kawasan ini, tiang berwarna hitam dengan dengan dasar putih, tulisan hitam.
Di bawah nama jalan disertakan juga sebutan zaman Belanda. Misal, Taman Jayengrono menjadi Willemsplein. Di Jembatan Merah terpasang nama Roode Brug.
Di papan nama Jalan Jembatan Merah juga tertulis Willemskade. Di bawah nama Jalan Rajawali juga tertulis Heeren Straat. Jalan Miliwis disertakan nama Dwars Boomstraat. Krembangan Barat tertera nama Belanda Krembangan Weskade. Semua jalan di kawasan ini dikenalkan nama zaman kolonialnya.
Memorial Park
Harapan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, wisata kota lama menjadi memorial park. Kawasan heritage ini menjadi tempat wisata sekaligus pengingat sejarah kelahiran kota hingga masa perjuangan kemerdekaan.
Dia mengatakan, kawasan ini bisa menjadi tempat berkegiatan anak muda Surabaya. Mulai rekreasi warga kota, berkumpulnya komunitas, dan kegiatan ekonomi.
Pengembangan dan penataan kota lama terus dilakukan, seperti penataan street food dan coffee shop di Jalan Karet.
Sejumlah sarana wisata disediakan Pemkot Surabaya. Seperti becak listrik untuk jalan-jalan keliling kota lama.
Dengan revitalisasi kawasan kota lama semoga di malam hari kawasan ini tidak lagi menjadi kota mati. Sebab kegiatan bisnis hanya berlangsung pagi hingga sore. Jembatan Merah Plaza pun masih tutup sejak pandemi Covid-19. (#)
Penulis/Penyunting Sugeng Purwanto