Cerpen

Kidung Wahyu Kolosebo

×

Kidung Wahyu Kolosebo

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Cerpen Kidung Wahyu Kolosebo
Ilustasi cerpen Kidung Wahyu Kolosebo (Ilustrasi AI)

Amir yang mengenakan seragam HW lengkap, menjadi pembina upacara. Siswa pun berderet rapi. Sesaat kemudian, terdengar lagu lama ciptaan Sunan Kalijaga Kidung Wahyu Kolosebo mendayu-dayu. Tiba-tiba, bruuk.

Cerpen oleh Kamas TontowiKetua Majelis Pendidikan Kader dan Sumber Daya Insani PDM Trenggalek dan guru bahasa Inggris MTsN 3 Trenggalek.

Tagar.co – Amir melihat WA. Kepala madrasah ini meminta guru memakai seragam Hizbul Wathan untuk melaksanakan upacara pelepasan jambore.

Pukul lima pagi, dia  segera masak air. Rutinitas paginya untuk mandi bergantian dengan anak gadis keduanya yang masih berusia sebelas tahun, yang duduk di bangku kelas V. Sembari menunggu air matang, dia menuntaskan bacaan surat Al Kahfi setiap Jumat.

Setelah menuntaskan surat Al Kahfi, Amir segera memegang remote televise, menyimak tayangan tokoh idolanya, Umar Bin Khattab.

“Betapa hebatnya Umar Bin Khattab. Dia adalah tokoh sahabat Rasulullah yang paling ditakuti iblis, jin, maupun setan. Semuanya akan meninggalkan jalan manapun yang akan dilalui Umar. Apabila Umar akan melewati suatu jalan, maka setan akan mencari jalan yang lain dan menjauh. Begitulah sahabat Rasulullah ini,” ungkap seorang ustadz di YouTube.

Waktu menunjukkan pukul 05.30, dia beranjak ke dapur, melihat air, apakah sudah mendidih atau belum.

“Alhamdulillah, sudah mendidih,” batinnya.

Amir segera membuat kopi pahit, mandi, berganti baju Hizbul Wathan. Setelah dirasakan beres, dia bersegera mengambil kopinya.

Baca Juga:  Ikhlas di Tepian Harapan

Baca Juga: Lurah Jadug

Sekitar pukul enam lebih lima belas menit, Amir membawa sepeda motor trailnya menyusuri jalanan menuju tempat mengajar, mencerdaskan kehidupan bangsa. Saat itu, guru-guru honorer tidak masuk. Mereka mendapat undangan ke kantor Kemenag demi memperjuangkan nasibnya. Pemberkasan.

Sampai di depan sekolah, terlihat gerbang sedang ditutup sebagian. Amir berdiri di atas motor dengan malas-malasan. Terlihat seorang anak sedang membeli jajan di toko, lantas berlari menuju gerbang, bersiap-siap membuka gerbang dan ikut upacara.

“Sebentar, Nak. Aku masuk dulu ya. Lantas kamu. Kalau kamu masuk tutup lagi gerbangnya. Biar anak-anak tidak keluar dari sekolah,” pinta Amir.

“Nggih pak, siap,” jawabnya anak itu, lugas.

Asisten wakil kepala bagian kesiswaan terlihat mengondisikan persiapan upacara.

“Segera menuju ke lapangan. Bergabung dengan teman-teman satu kelas. Cepat!” teriaknya.

Beberapa waktu berlalu, siswa sudah terkondisikan dengan baik. Mereka sudah berbaris menghadap ke satu arah sesuai dengan kelasnya masing-masing.

Guru-guru juga sudah siap di depan. Berdiri memakai seragam Hizbul Wathan lengkap.

Terlihat Toni, pembina siswa memakai seragam Hizbul Wathan lengkap dengan berbagai atributnya. Guru-guru yang lain memakai seragam Hizbul Wathan sederhana. Kepala Madrasah, Amir, bahkan tidak pakai kopiah.

“Mana kopiahmu?” tanya Yoni, guru PPKn yang berdiri di sampingnya berbisik di telinga.

“Lupa,” jawab guru sederhana.

Upacara dimulai dengan persiapan pasukan oleh komandan pleton masing masing. Lantas, komandan upacara datang mempersiapkan seluruh pasukan.

Baca Juga:  Saat sang Cerpenis Stres

Baca juga: Ada Jenderal Mati di Pasar

Acara diteruskan dengan hadirnya kepala madrasah sebagai pembina upacara. Pelaksanaan acara inti berupa pelepasan siswa peserta jambore dimulai. Musik dibunyikan. Terdengar lagu lama ciptaan Sunan Kalijaga Kidung Wahyu Kolosebo mendayu-dayu.

Beberapa siswa laki-laki mulai berisik. Beberapa siswi mulai kasak-kusuk. Beberapa siswa pun terbawa aura mistis. Entah kenapa.

Saat beberapa menit berlalu, tiba-tiba seorang anak perempuan berteriak. “Pak, tolong pak. Tolong pak!”

“Ada apa, Nduk?” tanya Amir.

“Sinta menangis pak, mulai menjerit-jerit,” ungkap salah satu siswa.

Tanpa bicara sepatah katapun, Amir berlari menuju ke anak tersebut. Tiba-tiba dia berteriak teriak. Kesurupan. Amir dan seorang siswa berseragam Hizbul Wathan membawanya ke belakang.

“Dibawa ke mana anak ini, Pak?” tanya anak tersebut.

“Ayo di bawa ke UKS saja. Biar diurus Toni. Biasanya dia ngurus anak-anak kesurupan,” jawabnya.

Segera mereka menuju ke UKS. Siswa laki laki mulai berisik. Kepala madrasah meminta mereka diam, tenang.

Baca juga: Tarko

Toni segera melakukan pengobatan, berbisik-bisik, lalu mengusap wajah anak yang kesurupan. Akhirnya anak tersebut sadar.

Aku keluar dari UKS, menuju lapangan upacara. Sampai di sana, beberapa anak-anak perempuan ikut-ikutan kesurupan. Amir dan beberapa guru guru dan siswa Hizbul Wathan membawa ke berbagai ruangan.

Beberapa anak sembuh, bisa ditenangkan. Beberapa anak tidak kuat menahan kesurupan. Akhirnya dua anak yang kesurupan dan sulit disembuhkan dibawa ke UKS.

Baca Juga:  Hidung Wakil Rakyat

Keadaan tidak semakin baik, anak yang sudah sembuh kumat lagi ketika ada teman yang kumat. Begitu seterusnya. Bergantian. Hingga akhirnya dipanggillah tokoh spiritual dari sekitar sekolah.

Memang begitulah kehidupan pesisir selatan. Masih banyak yang suka mistis. Amir menuju kantor guru, bercengkerama dengan guru-guru setelah selesai upacara.

Baca juga: Orang Miskin dan Malaikat

“Anak-anak kok banyak kesurupan ya? Kumat. Efek halusinasi dari mendengarkan lagu Kidung Wahyu Kolosebo,“ tanya Amir.

Nggak, Pak. Anak-anak nggak kesurupan, tadi cuma kelaparan. Tadi Pak Amir membantu menyembuhkan?” sahut Doni.

Wkwkwkwwk, nggak bisa. Nggak mampu. Ya, mencoba ketauhidan saya. Apakah sudah selevel Umar Bin Khattab? Saat Umar dating, maka semua setan lari. Tapi saat aku datang, malah setannya tertawa tawa,” Amir tertawa.

Semua guru tertawa. (#)

Penyunting Ichwan Arif