
Wafatnya Paus Fransiskus menggugah duka lintas iman. Menko PMK Pratikno mengenang keteladanannya sebagai simbol welas asih dan pemersatu dunia. Warisan moralnya akan terus hidup, menembus zaman.
Tagar.co – Senin pagi yang tenang di Jakarta berubah menjadi momen refleksi mendalam ketika kabar duka itu datang. Paus Fransiskus, pemimpin umat Katolik sedunia dan simbol perdamaian lintas agama, wafat dalam usia 88 tahun. Duka tak hanya menyelimuti Vatikan, tetapi juga menyentuh nurani banyak pihak di seluruh dunia—termasuk Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya Paus Fransiskus. Dalam pernyataannya, ia mengingat sosok Paus sebagai pribadi yang bersahaja dan penuh kasih.
“Kita semua berduka atas wafatnya Paus Fransiskus. Beliau adalah pemimpin yang sederhana, penuh welas asih. Keteladanan beliau dalam membangun dialog lintas iman serta memperjuangkan perdamaian dunia akan terus dikenang,” ujar Pratikno, Senin (21/4/2025).
Baca juga: Paus Fransiskus Beri Teladan Kesederhanaan Pemimpin
Paus Fransiskus mengembuskan napas terakhir Senin (21/4/25) pukul 07:35 waktu Roma, Italia, setelah menjalani perawatan intensif akibat bronkitis kronis yang dideritanya sejak awal tahun. Ia sempat pulang dari rumah sakit pada 23 Maret, namun kondisi kesehatannya terus menurun. Wafatnya bukan hanya kehilangan bagi umat Katolik, tapi juga bagi semua yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan.
Lahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio di Buenos Aires, Argentina, ia menjadi Paus pertama dari Amerika Latin. Sejak diangkat pada 13 Maret 2013, menggantikan Paus Benediktus XVI, ia memimpin dengan gaya yang sangat membumi—sering menolak kemewahan dan memilih berjalan di jalur kesederhanaan.
Di bawah kepemimpinannya, Gereja Katolik menjadi lebih vokal dalam isu-isu kemanusiaan global. Ia menyerukan perlunya tindakan nyata dalam melawan perubahan iklim, memperjuangkan keadilan sosial, serta membela hak-hak para pengungsi. Lebih dari sekadar pemimpin agama, Paus Fransiskus menjelma menjadi suara nurani dunia.
Jejak yang Membekas di Indonesia
Salah satu momen yang paling membekas dalam hubungan antara Paus Fransiskus dan Indonesia adalah kunjungan bersejarahnya ke Tanah Air pada 3-6 September 2024. Agenda resmi kunjungan tersebut mencakup pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, kunjungan ke Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta, serta memimpin Misa Akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno
Kunjungan tersebut tidak hanya menjadi sejarah bagi umat Katolik Indonesia, tetapi juga menandai babak baru dalam relasi antariman di tanah air. Dalam pidatonya di Istana Merdeka, Paus menekankan pentingnya hidup berdampingan secara damai di tengah keberagaman.
Di Masjid Istiqlal, Paus disambut hangat oleh para tokoh Islam dan tokoh lintas agama. Ia berkeliling masjid dan memuji keindahan arsitekturnya yang melambangkan keterbukaan serta toleransi. Momen itu menjadi simbol kuat dari persaudaraan lintas iman yang begitu dijunjung tinggi di Indonesia.
Menko PMK Pratikno menambahkan bahwa warisan moral Paus Fransiskus melampaui batas agama dan geografi. Pesan-pesannya tentang kasih, solidaritas, dan persaudaraan manusia menyentuh banyak hati di Indonesia.
“Beliau adalah simbol pemersatu lintas bangsa dan agama. Semoga semangat dan nilai-nilai yang beliau perjuangkan terus hidup dan menjadi warisan bagi generasi mendatang,” lanjut Pratikno.
Kepergian Paus Fransiskus menutup satu bab dalam sejarah kepausan modern yang ditandai dengan empati dan keberpihakan pada yang terpinggirkan. Namun, pesan-pesan yang ditinggalkannya akan terus menggema, mengingatkan dunia akan pentingnya menjadi manusia yang peduli dan rendah hati. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni